Secercah Harap untuk Husnul
Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi PranotoDi rumah yang sangat sederhana inilah Husnul (baju merah) tinggal bersama kedua orangtua dan 5 orang adiknya di Kampung Perigi, Desa Sukamulya, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor. |
| |
Di usia yang baru menginjak 27 tahun, Nana telah melahirkan 8 anak –dua diantaranya meninggal dunia. Sementara suaminya, Jaja, baru berusia 34 tahun. Pasangan ini memang menikah dalam usia yang masih sangat muda, Jaja 19 tahun dan Nana saat itu baru berusia 11 tahun. Sebenarnya Husnul adalah anak kedua, tapi karena anak pertama meninggal dunia, kini Husnul yang menjadi anak tertua. Dengan pendidikan dan keterampilan yang minim, maka Jaja pun tak punya banyak pilihan untuk bekerja. Ia lebih banyak bekerja sebagai buruh serabutan. “Kalo ada teman (supir) yang ngajak, ya jalan. Kalo nggak ya di rumah,” jawabnya ringan. Karena penghasilannya yang tak menentu, Jaja dan istrinya harus pintar-pintar menyiasatinya agar kebutuhan enam anaknya terpenuhi. “Kalo dapat penghasilan lumayan, ditabung untuk jaga-jaga kalo besok nggak ada kerjaan,” terang Jaja, yang berpenghasilan rata-rata Rp 20-30 ribu per hari. Dua Kali Daftar, Dua Kali Pula Gagal
Ket: -Hok Cun, relawan Tzu Chi yang tanpa sengaja bertemu dengan Husnul dan keluarganya. Kepada Hok Cun, orangtua Husnul memohon bantuan pengobatan kepada Tzu Chi. Rabu, 28 Oktober 2009, Hok Cun menjemput Husnul untuk menjalani screening Baksos Kesehatan Tzu Chi. (kiri). Begitu sampai di mulut rumah, beberapa tetangga yang masih kerabat Husnul langsung mengerumuni kami. Kondisi rumah dan lingkungan tempat tinggal Husnul memang sangat memprihatinkan. Berdinding bilik, dan hanya sebagian ruangan saja yang lantainya disemen. Sisanya masih berlantai tanah. Di rumah yang sangat sederhana dan tak begitu besar inilah Jaja dan Nana beserta keenam anak mereka tinggal. Sebuah tungku yang terbuat dari tumpukan bata merah terlihat di depan serambi rumah yang juga berfungsi sebagai dapur. Meskipun telah mendapatkan kompor dan tabung gas elpiji dari pemerintah, tapi Nana memilih menggunakan kompor tradisional ini. “Takut, lagipula kalo pake kayu nggak perlu beli,” katanya beralasan. Jadi bukannya kedua orangtua Husnul tak sayang padanya jika tak membawa Husnul ke rumah sakit, tapi kemiskinanlah yang membuat kedua orangtuanya seolah tak berdaya untuk menyembuhkan putrinya. Tapi bukan tanpa usaha pula Jaja dan Nana menyikapi ini. Dua kali Jaja pernah mendaftarkan putrinya dalam pengobatan gratis untuk pasien bibir sumbing. Dua kali mencoba, dua kali pula semuanya kandas. “Yang pertama itu dah sempat dibius segala, tapi datang dokter spesialis anak yang bilang kalau Husnul ada penyakit paru-paru jadi ditunda dulu,” terang Jaja. Yang kedua, kegagalan justru terjadi lantaran masalah administrasi. “Waktu itu yang datang (mau memberi bantuan) bilang langsung aja ke rumah sakit nggak usah bawa surat-surat, langsung operasi. Tapi begitu datang, saya ditanyain KTP, KK, dan SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu). Dikasih waktu sampe jam 11, padahal lokasinya jauh. Jadi nggak keburu,” keluh Jaja. Dan kali ini, Jaja dan Nana menaruh harapan besar agar putrinya bisa dioperasi dalam baksos kesehatan Tzu Chi. “Mudah-mudahan bisa operasi ya, biar cantik,” kata Maryamah, sang nenek berdoa. Oleh Acun dijelaskan bahwa kedatangan mereka ke RSKB Cinta Kasih Tzu Chi adalah untuk melakukan pemeriksaan kesehatan Husnul terlebih dahulu. “Nanti diperiksa dulu dan dicek darah. Nanti kalo ada kendala lain ditunda, semua itu tergantung dokter, kalau dokter bilang bisa, ya bisa,” kata Acun.
Ket: -Dokter memeriksa kondisi bibir sumbing Husnul. Menurut dokter, kondisi Husnul terbilang parah dan memerlukan beberapa kali operasi. Untuk tahap awal, rencananya dokter akan mengoperasi bagian luar bibir Husnul. (kiri). Tak Sabar Menunggu “Hari” “Kamu lagi sakit atau punya sakit paru-paru nggak?” kata Eva menebak. Eva merasakan detak jantung Husnul begitu kencang saat memegang punggung Husnul. Husnul yang pemalu itu pun mengangguk. Atas saran dokter, siang itu pula dilakukan rontgen paru-paru. Beruntung, hasilnya cukup menggembirakan. “Bagus, kamu bisa dioperasi, tapi bagian luarnya saja dulu ya, untuk bagian dalam (penanganan gusi –red) itu harus menunggu lagi,” kata dokter. Wajah Husnul, Nana, dan Maryamah pun tersenyum. Siang itu, sebuah harapan kembali terbuka. Bukan hanya bagi Husnul, tapi juga bagi seluruh anggota keluarganya. “Harapan saya kalau dah sembuh, bisa cantik lagi,” kata sang nenek. Sementara ibunya berharap jika telah pulih dan normal seperti anak-anak lainnya, Husnul mau untuk bersekolah lagi. “Ya biar percaya diri aja, kan kasihan kalau masih terus seperti ini kondisinya. Gimana nantinya kalau besar nanti,” kata Nana prihatin setengah berdoa. | ||
Artikel Terkait
Suara Kasih: Melakukan Hal Bermakna dalam kehidupan
06 Februari 2013 Dengan hati yang penuh welas asih, mereka tak tega melihat orang lain menderita. Dengan hati Buddha dan semangat Bodhisattva yang penuh kebijaksanaan, mereka memandang setara semua makhluk. Mereka senantiasa bersumbangsih bagi orang yang membutuhkan.Pemberkahan Akhir Tahun 2015: Menjadi Murid yang Sesungguhnya
16 Januari 2016Natal untuk Sahabat
13 Desember 2019Minggu, 8 Desember 2019 diadakan perayaan Natal Tzu Chi bersama dengan warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Biak, Papua.