Seekor Anak Burung Gagak

Jurnalis : Anand Yahya, Fotografer : Anand Yahya
 
foto

* Pembelajaran budi pekerti yang diberikan relawan Tzu Chi telah berjalan 5 bulan di Pesantren Nurul Iman. Mulai tampak perubahan dalam diri santri tingkat Ibtidaiyah dan Tsanawiyah.

Bimbingan relawan Tzu Chi ke Pesantren Nurul Iman, Parung dalam bentuk pendidikan budi pekerti yang sudah berjalan selama 5 bulan ini telah melekat di hati para santri Nurul Iman Parung. Tanggal 22 Juni 2008, 50 relawan Tzu Chi kembali berkunjung ke pesantren ini untuk memberikan pembelajaran budi pekerti dengan kata perenungan Master Cheng Yen.
Pendidikan budi pekerti yang menggunakan media drama dan mengisahkan satu keluarga burung elang ini sangat menarik perhatian para santri. Mereka tercengang dan terpaku. Tak sedikitpun perhatian mereka teralih dari drama tersebut. Selain drama, ada pula permainan yang melatih untuk menghilangkan rasa cemas, takut, dan malu bila berada di hadapan umum. Para santri diminta memindahkan bola pingpong yang diletakkan di atas piring kecil kepada kawannya secara estafet tanpa menjatuhkan bola tersebut dari piringnya.

“Inti dari permainan ini adalah untuk merasakan perasaan para santri saat mereka memindahkan bola tersebut kepada kawannya. Yang dirasakan pasti bermacam-macam, seperti yang itu tadi ada yang merasa takut bolanya jatuh, ada yang gemetaran, ada yang malu tampil ke depan. Nah, semua ini untuk melatih perasaan mereka terhadap hal-hal yang menjadi tanggung jawab mereka,” ungkap Mei-yong saat membawakan acara pelatihan budi pekerti di tengah-tengah ratusan para santri yang berkumpul di dalam masjid. Lebih lanjut Mei-yong juga mengatakan bahwa dari drama si burung elang dan anaknya tersebut kita dapat memetik makna bagaimana seorang ibu yang menjaga kita sejak lahir hingga dewasa. Begitu besar jasa seorang ibu dan tak kenal lelah. Kasih sayang seorang ibu kepada anaknya tak ada batasnya.

foto  foto

Ket : - Erni (Mei-yong) memberikan permainan bola pingpong untuk melatih emosi anak-anak agar terbiasa tampil
           di muka umum tanpa merasa malu dan takut. (kiri)
        - Relawan Tzu Chi dengan kostum burung elang mengisahkan drama kasih sayang anak burung elang
           kepada ibunya yang sudah tua. (kanan)

Para santri sangat tersentuh dengan drama kisah keluarga burung elang tersebut sampai-sampai Syaiful asal desa Limo Cinere, yang duduk di Ibtidaiyah mengatakan, “Jadi sedih ngeliatnya.” Syaiful spontan mengusap matanya kepada temannya yang ada di sampingnya. Pelajaran budi pekerti ini memang untuk membangkitkan rasa cinta kasih kita kepada kedua orangtua dan kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Menurut Abidin salah seorang santri, perubahan terhadap anak-anak Ibtidaiyah (setingkat SD) dan Tsanawiyah (setingkat SMP) sudah banyak terlihat. Contoh kecilnya tampak di lingkungan pondok pesantren, ”Dulu para santri yang satu dengan santri lainnya perhatiannya kurang sekali, masa bodo aja. Tapi sekarang setelah pembelajaran budi pekerti ini yang sudah berjalan 5 bulan, sekarang lebih peduli dengan temannya. Dan sekarang kalau ada sampah di jalan, mereka secara spontan memungut sampah tersebut dan membuangnya ke tempat sampah,” ungkapnya.

Di penghujung acara, relawan Tzu Chi Wen Yu menjelaskan asal muasal berdirinya Yayasan Buddha Tzu Chi kepada para santri, dan setelah itu giliran para santri memberikan kesan mereka kepada semua yang hadir. Seorang santri berjanji akan selalu membahagiakan ibunya jika pulang ke rumah kelak. Berbicara dengan orangtua sambil bersenda gurau adalah salah satu bentuk kasih sayang kita terhadap orangtua. Ada lagi, seorang santri yang lain berjanji akan selalu mendoakan orangtuanya jika ia tidak sempat pulang ke rumah dan selalu berbuat kebaikan terhadap sesama. Ini juga merupakan wujud usaha membahagiakan orangtua kita.

foto  foto

Ket : - Seorang santri tercengang menyaksikan kisah seekor burung elang yang berbakti kepada orangtuanya.
           Tak sekejap pun perhatiannya teralihkan. (kiri)
        - Relawan Tzu Chi menyiapkan makanan untuk para santri dengan menu vegetarian. Tiga menu makanan
           tersebut disajikan untuk 10.200 orang santri Pondok Pesantren Nurul Iman Parung. (kanan)

Setelah pembelajaran budi pekerti dan sharing, para santri diajak untuk makan siang bersama. Makan siang kali ini sangat istimewa, karena bukan dari dapur pesantren seperti biasa melainkan para relawan Tzu Chi yang telah menyiapkan menu vegetarian untuk semua santri. Ada tiga macam menu yaitu telur rebus, rendang, dan kentang bulat kecil dengan bumbu rendang pula. Menurut Rui-hoa relawan Tzu Chi yang membantu di bagian konsumsi, untuk para santri kali ini relawan menyiapkan makanan untuk 10.200 orang, dan makanan ini akan dibagikan dua kelompok, untuk santri putra dan santri putri.

foto  

Ket : - Suasana makan siang bersama para santriwati yang penuh keakraban dan kekeluargaan. Empat sampai
           lima orang santri duduk mengelilingi nampan untuk makan bersama.

Di pondok putri, para santri wanita menyiapkan makanan mereka di masjid dengan menata nampan plastik yang berisi nasi untuk 5 hingga 6 orang. Dalam satu nampan itulah para santri makan bersama-sama. Suasana kekeluargaan sangat terasa saat santri memasuki masjid dengan mengitari nampan-nampan yang diatur berbaris. Para santri makan bersama dengan sukacit. Menurut salah satu santri asal Bogor, Siti, yang menikmati makan bersama tersebut, “Lauk pauknya enak, saya kira ini daging beneran gak taunya daging bohongan, kok mirip daging ya rendangnya.” Ia berkata sambil tersenyum. Sebelumnya Siti sedikit bingung ada lauk pauk rendang dan kentang bulat, setelah acara makan bersama ia baru mengetahui kalau yang menyiapkan makanan tersebut adalah para relawan Tzu Chi yang datang berkunjung ke pesantren itu.

 

Artikel Terkait

Bazar Reuse, Demi Pelestarian Lingkungan, Lalu untuk Amal

Bazar Reuse, Demi Pelestarian Lingkungan, Lalu untuk Amal

07 Oktober 2019

“Sepuluh ribu dapat tiga potong. Ya! sepuluh ribu tiga jenis pakaian, tinggal dipilih saja. Ada juga pakaian wanita sepuluh ribuan, ada yang tiga puluh ribu. Harga ini tentu menentukan kualitas!” seru Eko Rahardjo, melalui pengeras suara di tengah hiruk pikuk warga yang tengah menyerbu Bazar Reuse di Balai Warga Rusun Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng.

Tiga Minggu Pascabanjir Manado

Tiga Minggu Pascabanjir Manado

10 Februari 2014 Apabila dihitung dari masa banjir datang, sudah sekitar tiga minggu masyarakat hidup dengan kurang teratur. Makan apa adanya, hidup juga dengan apa adanya, baju apalagi. Hanya yang menempel di badan saja yang bisa mereka gunakan.
Baksos ke-89: Kebahagiaan yang Tak Ternilai

Baksos ke-89: Kebahagiaan yang Tak Ternilai

25 Maret 2013 Setibanya di sana, dr Gunawan Ingkokusumo, relawan Tzu Chi Jayapura  langsung mengajak saya menuju kamar rawat inap. Menurutnya di kamar itu ada pasien anak yang menderita katarak datang dari Distrik yang jauh. Dan ini adalah gambaran ketulusan seorang ibu dalam memperjuangkan pengobatan bagi anaknya.
Hadiah paling berharga di dunia yang fana ini adalah memaafkan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -