Segenap Hati Membantu Korban Topan Morakot
Jurnalis : Himawan Susanto, Fotografer : Himawan SusantoDalam doa bersama Bulan Tujuh Penuh Berkah, relawan Tzu Chi Indonesia juga berdoa untuk keselamatan para korban topan Morakot di Taiwan Selatan. | Topan Morakot yang berkategori 2 dari skala kategori 1-5 pada tanggal 7 Agustus 2009 menghantam Taiwan Selatan. Ratusan orang dikabarkan meninggal dan ribuan lainnya kehilangan tempat tinggal. Bencana ini tentu saja menyedot perhatian masyarakat dunia, tidak terkecuali para relawan Tzu Chi, diantaranya relawan Tzu Chi Indonesia. |
Sumbangsih Tzu Chi Indonesia “(Saya) pertama tahu dari surat kabar dan televisi,” ujar Kittina Nagari, wakil ketua He Qi Utara. Pada tanggal 13 Agustus 2009, bertempat di kantor Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, bersama dengan pengurus He Qi wilayah lainnya para relawan mengadakan rapat untuk membahas kegiatan di Tzu Chi. Salah satu pembahasan lain adalah soal penggalangan dana bagi para korban topan Morakot di Taiwan. Dalam diskusi tersebut, diputuskan para pengurus He Qi diminta untuk menggalang dana di wilayah masing-masing. Awalnya, keputusan rapat adalah para donatur yang akan berdana akan langsung menelepon ke Taiwan pada hari Minggu pukul 19.00-21.00 WIB. Karena pada jam tersebut, saluran telepon Tzu Chi di Taiwan akan dibuka bagi para donatur yang hendak berdana. Usai rapat pukul 7 malam, Kitty langsung menuju ke Jing Si Books and Cafe Pluit, karena memang di sana setiap hari Kamis diadakan kegiatan bedah buku. Setibanya di sana, Kitty langsung menyampaikan hasil rapat dan segera melakukan doa bersama untuk para korban topan Morakot. Tanggal 14 Agustus 2009, ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, Liu Su Mei menghubungi Kitty dan mengatakan adanya perubahan cara menggalang dana. Jika sebelumnya para donatur yang hendak berdana langsung menelepon ke Taiwan di hari Minggu, kini diubah menjadi sistem perwakilan dimana Liu Su Mei yang akan menelepon ke Taiwan dan melaporkan jumlah keseluruhan dana yang didapat dari Tzu Chi Indonesia. Makanya, dalam waktu dua hari ini, Kitty dan relawan Tzu Chi di He Qi lainnya diminta untuk menggalang dana yang nanti hasilnya akan diberitahukan kepada Liu Su Mei. Mengetahui perubahan ini, Kitty langsung menggunakan sistem “4 in 1”, sistem relawan komunitas. Di malam hari tanggal 15 Agustus 2009, Kitty mengajak semua ketua Hu Ai dan Xie Li untuk bertemu di Jing Si Book and Cafe Pluit. Namun sebelumnya, di pagi hari ia telah menelepon para ketua Hu Ai dan Xie Li untuk menggalang dana menggunakan telepon. Pada saat mereka bertemu di malam harinya, sudah banyak sumbangan yang masuk meski baru berbentuk nama dan nilainya semata, belum dalam bentuk tunai. Kitty bahkan masih menerima pesan singkat di telepon genggamnya seraya mencatat rapi daftar nama yang akan diserahkan ke Liu Su Mei. Dalam 3 hari penggalangan dana, uang yang terkumpul tercatat lebih dari Rp 300 juta. Hingga kini, penggalangan dana masih dilakukan, namun teknisnya sudah diserahkan ke bagian keuangan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Hingga Senin, tanggal 17 Agustus 2009, masih masuk beberapa pesan singkat seputar penggalangan dana ini. Di akhir penggalangan dana yang dilakukan oleh He Qi Utara, tercatat 500 donatur ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini, dengan total dana yang terkumpul di atas Rp 300 juta, terpisah dari Batam dan Pekanbaru. “Bukan nominal yang penting, namun ternyata Tzu Chi dipercayai oleh para donatur di Indonesia,” ujarnya bersemangat. Satu saat, Kitty sedang rapat, karenanya telepon genggamnya pun ia silent. Maka saat salah satu temannya menelepon, ia tak mendengar ada panggilan. Selesai rapat, ia lantas memeriksa telepon genggam dan bergegas menelepon temannya kembali dan mengatakan tadi sedang ada rapat. Di malam harinya, saat ia sedang rapat, temannya ini kembali menghubunginya, dan lagi-lagi telepon genggamnya tak diangkat. Ia pun lantas menghubungi kembali dan baru mengatakan sedang rapat menggalang dana bagi para korban topan Morakot. Temannya itu lantas berkata ia pun berkeinginan menjadi donatur untuk Tzu Chi.
Ket : -Melangkahkan kaki perlahan penuh kesadaran dan menutup mata seraya melafalkan doa itulah lantunan doa yang sedang dipanjatkan relawan Tzu Chi Indonesia untuk para korban topan Morakot di Taiwan Selatan. “Dengan berbicara soal meeting aja mereka mau menjadi donatur,” paparnya. Bahkan ada juga seorang temannnya dari Surabaya yang mau membantu untuk Taiwan, namun tidak tahu caranya. “Apakah Tzu Chi ada?” tanya temannya. Ia pun berkata Tzu Chi pasti bantu. Mengenai penggalangan dana melalui telepon, menurutnya semua lancar sekali. Semua lancar karena konsep “4 in 1” yang terbukti efektif. Para relawan Tzu Chi juga pintar menandai pesan singkat yang mereka kirimkan melalui telepon genggam mereka. Bahkan Christine Shijie yang sedang mengikuti kegiatan Da Ai Mama di Lembang, Bandung juga melakukan penggalangan dana melalui telepon genggamnya. Untuk itu, puluhan relawan Tzu Chi He Qi Utara pun terlibat langsung dalam penggalangan dana ini. Adanya topan Morakot mengingatkan Kitty pada masa bencana tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam. “Saat itu, kita mendapatkan bantuan dari luar negeri. Ini membuat kita terharu dan hal ini mengingatkan (saya) untuk kembali membantu,” pungkasnya. Kitty pun lantas mengutip salah satu wejangan Master Cheng Yen yang mengatakan kita harus bersyukur dapat memberikan bantuan keluar negeri. “Kalau bisa membantu orang lain berarti kita (Indonesia –red) tidak ada masalah, bencana, dan aman,” tambahnya. Doa Bersama di Bulan Tujuh Penuh Berkah Persembahan ini pun diikuti oleh para relawan Tzu Chi yang hadir pagi itu. Usai persembahan, dengan dipimpin para relawan komite, seluruh peserta melakukan pradaksina (melafalkan doa seraya berjalan) mengelilingi lokasi acara. Dengan gerak perlahan penuh perhatian, mata terpejam memfokuskan diri melafalkan doa, para relawan Tzu Chi menapakkan kaki selangkah demi selangkah menghayati pradaksina. Usai pradaksina, para relawan ini lalu menyaksikan wejangan Master Cheng Yen yang bercerita tentang Bulan Tujuh Penuh Berkah. Pada umumnya di kalangan masyarakat Tionghoa menganggap bulan tujuh penanggalan Lunar adalah bulannya pantangan dan bulannya hantu, namun Master Cheng Yen mengatakan bulan tujuh adalah bulan berkah, bulan suka cita, bulan baik, bulan berbakti kepada orangtua, dan bagaimana hendaknya kita hidup bervegetarian. “Janganlah dengan membunuh, tetapi memohonlah keselamatan. Janganlah dengan membakar kertas-kertas seraya meminta rezeki,” papar Tsia Wen Yu. Hendaknya menjadi vegetarian dan uang untuk membeli kertas-kertas disumbangkan untuk membantu yang memerlukan. Tentu masyarakat dan dunia akan jadi lebih baik. Di penghujung acara, sebelum melakukan doa bersama kembali, para relawan Tzu Chi ini menyaksikan pemutaran video tayangan DAAI TV Lentera Kehidupan tentang topan Morakot di Taiwan. Tayangan yang mengharukan ini terasa berada di hati para relawan Tzu Chi, khususnya para relawan perempuan karena pada saat doa bersama, tidak sedikit relawan perempuan yang menitikkan air mata kesedihan. Tayangan demi tayangan yang disaksikan sebelumnya tetap membekas di dalam hati mereka. Iringan doa yang mengalun pun menambah kekhusyukan mereka saat berdoa memanjatkan keselamatan para korban topan Morakot.
Ket : - Di akhir acara, para relawan Tzu Chi menyisihkan dana yang nantinya akan dipergunakan untuk membantu para korban bencana topan Morakot di Taiwan Selatan. (kiri) Setelah berdoa, para relawan ini bersiap-siap mengakhiri acara. Namun sebelumnya, di depan mereka telah berdiri 18 muda-mudi Tzu Ching dan relawan Tzu Chi yang masing-masing memegang sebuah kotak dana. Dengan berbaris rapi, para relawan Tzu Chi ini satu demi satu memasukkan dana bagi para korban topan Morakot. Sebelum pulang, Lily Sandra Shijie yang saat berdoa terlihat menitikkan air mata mengungkapkan perasaannya. “(Saya) terharu karena korbannya banyak. Mereka sangat menderita, sementara kita di sini santai-santai,” katanya. Rasa harunya semakin mendalam saat menyaksikan wejangan Master Cheng Yen yang bercerita tentang topan Marokot di Taiwan. Untuk meringankan derita para korban, menurutnya yang bisa kita lakukan adalah melakukan penggalangan dana dan berharap tidak ada bencana lagi. Hal yang tak berbeda disampaikan oleh Sharon Tanamas, seorang anggota Tzu Ching yang sempat menangis saat menyaksikan video yang ditayangkan. “(Saya) sebenernya tidak tahu bencana ini seberapa parah, namun dari video yang ditayangkan (saya) bisa melihat ternyata separah itu,” ujarnya prihatin. Maka ia pun mendoakan para korban segera mendapatkan bantuan. | |