Peserta tiba di lokasi Kamp Pelatihan Relawan Misi Amal di Taman Wisata Emisura.
Komunitas relawan di He Qi Jati yang merupakan bagian dari Tzu Chi Medan mengadakan kamp pelatihan relawan misi amal pada 30 April dan 1 Mei 2023. Kamp ini digelar di Taman Wisata Emisura Puncak 2000, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo, Sumatera Utara yang diikuti 44 relawan.
Dikatakan puncak 2000 karena berada di ketinggian 2.000 meter dari permukaan laut. Dengan jarak tempuh dari Kota Medan ke Puncak 2000 adalah 91.4 km, dengan waktu tempuh sekitar 3 ½ jam.
“Kami memilih mengadakan kamp misi amal di Puncak 2000 karena suasana alam yang indah dan sejuk sehingga diharapkan para peserta dengan penuh semangat bisa menyerap materi yang disampaikan,” jelas Lim Ik Ju, Ketua He Qi Jati.
Kamp pelatihan relawan Misi Amal ini diikuti tiga komunitas yaitu
Hu Ai Mandala, Huai Perintis dan Huai Titi Kuning, di mana ketiganya berada di bawah satu komunitas yaitu
He Qi Jati. Biasanya relawan lebih sering beraktivitas di komunitas masing-masing, untuk itu kamp misi amal ini menyatukan ketiga komunitas
Hu Ai agar relawan bisa saling mengenal, lebih kompak dan terjalin rasa kebersamaan dalam satu keluarga Tzu Chi.
Lim Ik Ju, Ketua He Qi Jati merasa bahagia melihat kamp misi berjalan sempurna.
Kamp ini dimulai pada pukul 13.00 dan diawali dengan penghormatan kepada Buddha dan Master Cheng Yen selaku pendiri Yayasan Buddha Tzu Chi, serta menyanyikan Mars Tzu Chi. Sani Husiana selaku Koordinator Kamp menjelaskan kepada peserta tentang tema dan makna camp.
“Tema kamp kita kali ini adalah Sehati Sepakat dan Sejalan di dalam menjalankan misi amal Tzu Chi, jadi sangat diharapkan semua peserta bisa menyerap materi yang disampaikan dan bisa dipraktikkan di kemudian hari di dalam menjalankan misi amal,” ujarnya.
Pembawa materi kamp misi amal kali ini adalah Desnita, selaku Kepala Bagian Misi Amal Tzu Chi Medan. Desnita yang lebih dikenal dengan nama Huina membawa materi dengan sangat bagus, setiap materi ada
games dan cerita menarik sehingga para relawan dapat menyerap inti materi dan tidak mengantuk terutama cerita tentang “Kelinci dan wortel”.
Peragaan isyarat tangan Rang Ai Chuan Chu Qu (Biarkan Cinta Kasih Menyebar luas).
Ada seekor kelinci yang memancing ikan dengan memakai umpan sepotong wortel, hari pertama tidak mendapatkan ikan, demikian juga hari kedua. Di hari ketiga Si Ikan malah nongol ke permukaan dan mengatakan ke kelinci, ‘Kenapa kasih saya wortel?’ Kelinci sangat heran, kenapa wortel yang begitu enak malah Si Ikan tidak mau. Dari cerita ini dapat kita simpulkan bahwa sesuatu yang kita rasa bagus, belum tentu bagus buat orang lain. Jika dikaitkan dengan misi amal, dalam menangani permohonan bantuan, janganlah kita memakai apa yang menurut kita bagus tapi harus bijaksana melihat apa yang penerima bantuan butuh.
Huina juga memberikan sebuah games yang menarik yaitu “Menang Bersama”. Seperti yang kita ketahui, dalam setiap permainan (games), pasti ada yang menang dan ada yang kalah, dan setiap orang berusaha untuk menang, tapi permainan kali ini justru kita harapkan menang bersama. Intinya dalam menangani kasus amal yang masuk dan di dalam mengambil keputusan, kita ambil keputusan bersama dari berbagai pendapat yang berbeda dan menjadi sebuah keputusan yang merupakan kesepakatan dari semua orang. Jadi tidak ada yang merasa pendapatnya tidak benar dan tidak dipergunakan. Dan didalam mengambil keputusan di misi amal, kita semua harus menang bersama karena kita ini Satu Keluarga.
Permainan telur–ayam– manusia–dan Bodhisatwa, yang mana untuk jalan menuju Bodhisatwa tidaklah gampang.
Kamp misi amal kali ini juga ada peragaan isyarat tangan yang berjudul Rang Ai Chuan Chu Qu yang artinya Biarkan Cinta Kasih Menyebar luas. Dengan menjadi bagian di misi amal, relawan menyebarkan cinta kasih bagi semua orang terutama yang membutuhkan uluran tangan.
Setelah makan malam di hari pertama, camp misi amal ditutup dengan malam kebersamaan. Di sesi malam kebersamaan ini, diawali dengan peragaan isyarat tangan Satu Keluarga oleh semua peserta termasuk panitia. Banyak canda tawa dan diisi dengan permainan yang sangat menarik, diantaranya Berpacu Dalam Melody Tzu Chi, di sesi ini peserta diminta menebak judul lagu-lagu Tzu Chi. Kemudian ada permainan mendengar dan menyampaikan, permainan ini terdiri dari 8 orang 1 group, apa yang di dengar orang pertama apakah sama dengan yang sampai ke orang terakhir, kesimpulannya dalam kehidupan sehari-hari, usahakan mendengar sesuatu secara benar jangan sepenggal-sepenggal jadi nantinya apa yang kita sampaikan itu tidak salah dan usahakan apa yang kita sampaikan itu sesuatu yang positif dan yang membangun bukan gossip atau sesuatu yang negative.
Mega, reporter DAAI TV Medan juga ikut belajar mengenai misi amal Tzu Chi.
Ada juga permainan fokus dan tepat sasaran. Inti permainan ini di dalam menangani kasus amal, kita harus fokus pada apa yang menjadi kebutuhan utama penerima bantuan supaya apa yang kita berikan akan tepat sasaran. Kegembiran tampak di wajah semua peserta dan malam kebersamaan ini ditutup dengan bernyanyi bersama.
Di hari kedua, di materi sejalan, ada permainan telur, ayam, manusia dan Bodhisatwa. Dalam permainan ini yang kalah yang akan berubah menjadi tingkat kehidupan yang lebih baik dan akhirnya menjadi Bodhisatwa. Intinya dalam kehidupan, belajarnya mengalah, bukan berarti mengalah terus dan akhirnya hilang dari komunitas, tetapi dalam sebuah organisasi yang tidak luput dari perbedaan pendapat, ketika kita menghadapi permasalahan, jangan dengan emosi kita menanggapi masalah tetapi cobalah mundur selangkah dan dengan tenang pikirkan letak permasalahannya, dan nantinya akan mengambil sebuah keputusan yang bijaksana dan sejalan.
Foto bersama peserta kamp dan juga panitia.
Salah seorang reporter DAAI TV Medan, Mega sangat antusias mengikuti kamp ini. “Sebagai reporter DAAI Inspirasi, ini pengalaman pertama saya, turut serta membedah sejarah, dan seluk beluk seputar misi amal Tzu Chi. Semakin ke sini, saya semakin sadar, bahwa misi amal Tzu Chi, tidak hanya sekadar membantu orang lain, tapi proses memahami, dan menghargai para penerima bantuan. Memahami mereka, dengan kerap melakukan komunikasi dua arah dengan penerima bantuan. Menghargai mereka, dengan menemukan metode komunikasi efektif untuk memahami isi hati dan pikiran mereka.” Tutur Mega.
Editor: Khusnul Khotimah