Karena selama ini Gan En Hu hanya tahu yang memberi bantuan adalah Yayasan Buddha Tzu chi, namun asal usul uang sumbangan tersebut mereka kebanyakan belum ada yang tahu sama sekali. Karena itulah acara ini diadakan, sekaligus untuk mengenalkan tentang sejarah berdirinya dan pendiri Tzu Chi, yaitu Master Cheng Yen kepada para Gan En Hu dari He Qi Utara. Sejarah Tzu Chi Diawali oleh Liwan Shixiong sebagai pembawa acara, Liwan memperkenalkan sedikit intisari tentang Tzu Chi dan dilanjutkan oleh Chandra Shixiong yang menerangkan lebih lanjut tentang sejarah berdirinya Yayasan Buddha Tzu Chi dan pengenalan Master Cheng Yen lebih dekat. Chandra dengan lancar memaparkan tentang awal berdirinya Tzu Chi. “Suatu ketika saat Master Cheng Yen membesuk seorang muridnya yang dirawat di rumah sakit, beliau melihat darah berceceran di lantai rumah sakit. Setelah ditanya, ternyata itu adalah darah dari seorang ibu yang mengalami keguguran. Karena ibu itu tidak memiliki uang sebesar 8.000 $ NT, maka ibu itu disuruh pulang karena tidak bisa membayar biaya pengobatan,” terang Chandra. Master Cheng Yen yang merasa sangat sedih. Beliau menyesalkan hanya karena misikin maka ibu itu tidak dapat diterima berobat di rumah sakit. Dari kejadian inilah akhirnya menjadi cikal bakal dari berdirinya Rumah Sakit Cinta Kasih Tzu Chi kelak di kemudian hari. Dengan awal dari dukungan 30 ibu-ibu rumah tangga, Yayasan Buddha Tzu Chi pun berdiri. Dimulai dengan menyisihkan sebesar 50 sen $ NT setiap harinya, para murid Master Cheng Yen ini telah memulai langkah pertama membantu Master Cheng Yen mendirikan Tzu Chi. Dengan prinsip membantu yang lemah dan mendidik yang mampu, kini Tzu Chi telah memiliki kurang lebih 10 juta orang relawan yang tersebar di 47 negara. Namun dengan segala kebesaran yang dimiliki Yayasan Buddha Tzu Chi, Master Cheng Yen tetap pada prinsip awal beliau yaitu tidak menerima dana sepeser pun dari pihak mana pun untuk keperluannya. Beliau tetap berpegang teguh pada pendiriannya yakni, tidak bekerja sehari berarti tidak makan sehari. Ket : - Relawan Tzu Chi, Candra tengah menjelaskan tentang sejarah Tzu Chi dan juga pendiri Tzu Chi, Master Cheng Yen. (kiri) - Untuk mengakrabkan suasana, para relawan mempersembahkan isyarat tangan "Satu Keluarga". (kanan) Tak Kenal Maka Tak Sayang Setelah diberitahukan tentang sejarah berdirinya Tzu Chi dan pengenalan Master Cheng Yen, para peserta yang semula tidak mengetahui tentang sejarah dan pendiri Tzu Chi, kini telah tahu dan mengenal dengan jelas. Lalu diselingi nyanyian isyarat tangan berjudul “Calengan Bambu” yang dibawakan oleh Yi Lang dan shijie-shijie lainnya. Para hadirin menyambut dengan riang gembira. Selanjutnya diputarkan sebuah kisah tentang Budi Salim, seorang bocah berusia 9 tahun yang pada tahun 2004 menderita tumor rahang. Namun karena ketidakmampuan ekonomi keluarganya maka pelaksanaan operasi yang seharusnya dilaksanakan menjadi terabaikan. Budi salim sampai dikeluarkan dari sekolah karena menurut guru-guru di sana penyakitnya itu bisa menular ke anak-anak didik yang lain. Sampai suatu hari kasus Budi Salim ditangani oleh yayasan Tzu Chi. Pada tahun 2007 dilakukan operasi sebanyak 3 kali atas bantuan Tzu Chi. Setelah sembuh budi salim pun bisa kembali ke sekolah. Suatu hari di akhir tahun 2008, Budi Salim diundang ke sebuah acara di yayasan, maka Budi pun berkata bahwa dia juga ingin bersumbangsih untuk sesama. Ia pun pulang dengan 2 buah calengan bambu. Walau kecil namun budi sangat cerdas. Sepulang sekolah ia mengambil kue yang dibuat oleh tetangganya dan dijual di sekitar tempat tinggal dan juga sekolahnya. Dalam sehari ia bisa mendapat keuntungan dari menjual kue sebesar Rp 10.000 – 18.000. Pertama-tama ia memberikan uang hasil dagangannya kepada sang ibu, dan separuhnya lagi dimasukkan ke dalam calengan bambu. Kebesaran hati anak ini membuat para relawan tersentuh dan memberitahu budi bahwa ia tidak perlu menyisihkan begitu banyak untuk Tzu Chi, tapi cukup seribu rupiah saja setiap harinya. Para Gan En Hu benar-benar tersentuh dengan tayangan kisah Budi ini, karena anak begitu kecil tapi telah memiliki sebuah hati yang penuh cinta kasih dan ingin saling berbagi dengan yang membutuhkan. Ket : - Ketua He Qi Utara, Like Hermansyah menjelaskan kepada para penerima bantuan Tzu Chi bahwa mereka juga bisa turut bersumbangsih dalam membantu sesama. (kiri) - Lulu, relawan Tzu Chi yang sudah sering menangani pasien Tzu Chi tengah berbagi pengalamannya kepada peserta. (kanan) Lalu acara dilanjutkan dengan pembicara Lulu Shijie, Lulu memaparkan lebih lanjut tentang kisah Budi Salim ini. Di antara Gan En Hu terdengar bisik-bisik, “Shijie ini lohyang mengunjungi saya,” kata seorang Gan En Hu yang hadir. Sungguh sebuah perhatian yang sangat mendalam dari seorang relawan kasus yang sangat aktif seperti Lulu Shijie yang masih saja rajin turun ke bawah lapangan dan langsung berinteraksi dengan para pasien-pasien Tzu Chi. Ini adalah bukti bahwa di Tzu Chi memang tiada perbedaan, semuanya adalah sama, setara. Inilah salah satu indahnya dunia Tzu Chi. Acara diteruskan dengan melihat Ceramah Master Cheng Yen yang menceritakan arti sebuah rumah bagi anak cucu. Kisah dimulai dari gempa di Honduras yang menghancurkan bangunan di sebuah desa terpencil di sana. Para relawan Tzu Chi di sana berupaya keras untuk mencapai desa yang terdapat di sebuah pegunungan yang harus melalui sebuah medan yang sangat berat untuk menjangkau dan membagikan keperluan untuk penduduk setempat. Karena daerah itu mayoritas penduduknya miskin maka rumah mereka rata-rata terbuat dari tanah liat dan rerumputan yang disatukan, karena itulah saat terjadi gempa maka semuanya ambruk dan hancur lebur. Lalu dengan penuh cinta kasih para relawan menggalang dana membangun 200 rumah untuk para korban gempa itu dan mendirikan sebuah sekolah untuk mereka. Begitulah yang dikisahkan oleh Master Cheng Yen kali ini dalam ceramahnya, tentang cinta kasih universal yang harus dimiliki setiap insan Tzu Chi di mana pun mereka berada. Ketua He Qi Utara, Like Hermansyah mengatakan, “Semua orang pasti bisa berbuat kebajikan asalkan mau melakukannya.” Like juga mengajak semua Gan En Hu, walau berbeda-beda keyakinan namun haruslah bersatu hati dalam berbuat kebajikan. Dengan bersatu hati, maka semua yang berat akan menjadi ringan, yang tidak mungkin menjadi mungkin, dan dengan bersatu hati tanpa membedakan ras, agama dan etnis, maka akan tercipta sebuah dunia yang aman dan damai serta penuh berkah serta jauh dari segala bencana. Dari awal sampai akhir acara Liwan Shixiong selalu mengingatkan tentang Kata Perenungan Master Cheng Yen yang berbunyi, “Janganlah menganggap remeh diri sendiri, karena setiap orang memiliki potensi yang tak terhingga.” Kata-kata ini terus diingatkan oleh Liwan agar mereka mulai berbuat dari yang tadinya merasa lemah kini mereka menjadi merasa bahwa mereka ternyata juga dapat bersumbangsih. Di akhir acara, semua relawan dan Gan En Hu bersama-sama menyanyikan lagu “Satu Keluarga”. Setelah itu para Gan En Hu pun tergerak hati mereka untuk ikut bersumbangsih dalam bentuk menabung di celengan bambu seperti yang dilakukan oleh Budi Salim. Celengan bambu yang disediakan oleh para relawan ludes dalam waktu sekejap. Semoga para Gan En Hu akan memulai sebuah hati yang penuh cinta kasih dalam wujud saling peduli dan bersumbangsih kepada yang membutuhkan tanpa membedakan suatu apapun, lewat celengan bambu yang mereka bawa pulang hari ini. Celengan Cinta Kasih Hati ibarat sekuntum bunga Bila mekar akan menyebarkan harum mewangi Begitu hati terbuka, Ia akan memancarkan cinta kasihnya Cinta kasih universal yang Beliau ajarkan. Adalah jalan yang penuh kebajikan. Lewat celengan bambu mulailah bersumbangsih Penuhi hari-hari dengan sebuah doa yang suci Dana kecil amal besar adalah prinsip Tzu Chi Langkah sekecil apapun kalau dengan niat yang tulus, akan membuahkan kebijaksanaan dalam diri sendiri. |