Sekolah Tzu Chi Singkawang Menyiapkan Para Pengukir Sejarah di Misi Pendidikan

Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Metta Wulandari, Dok. SCK Tzu Chi Cengkareng

Dari 164 pelamar yang melewati proses rekrutmen yang panjang dan seleksi yang sangat ketat, didapatlah 25 guru dan staf yang kini bergabung bersama Sekolah Cinta Kasih (SCK) Tzu Chi Singkawang – Kalimantan Barat. Demi menyamakan visi dan misi pendidikan di dunia Tzu Chi, seluruh tim SCK Singkawang digembleng selama lebih dari 20 hari untuk nantinya menjadi pengukir sejarah dalam Misi Pendidikan di Singkawang.

Sudah lebih dari sepekan, Larasati (24) meninggalkan kedua orang tuanya untuk ikut training di Jakarta. Ia rindu ibu dan ayahnya yang usianya tidak lagi muda. Ini juga merupakan pertama kalinya, bungsu dari tiga bersaudara itu meninggalkan orang tua. Laras, panggilan akrabnya, bercerita kalau dalam keseharian, ia lah yang bertugas menjaga kebersihan dan semua tugas lainnya di rumah sementara sang ibunya hanya memasak saja. “Saya nggak mau ibu kecapean,” begitu jelasnya seraya menahan air mata.

Laras memang terkenal sensitif di antara teman-teman seperguruan lainnya, sedikit disenggol akan hal yang baginya mengharukan, perasaannya langsung terkoyak. “Kemarin aja pas beli makan di luar, lalu lihat ada ibu-ibu yang minta-minta (pengemis) bawa anak bayi gitu, saya tahan air mata. Saya kasihan sama bayi itu,” cerita Laras.

Namun seberapapun haru dan kesedihan Laras karena rindu orang tua, ia tetap semangat ikut menempa diri dan menimba ilmu sebanyak-banyaknya melalui training guru di Sekolah Cinta Kasih (SCK) Tzu Chi Cengkareng, 4 – 26 Januari 2022.

“Ibu dan Ayah yang selalu semangatin saya. Mereka bilang, ‘nggak apa-apa kalau mau training ke Jakarta karena semua demi kebaikan dan masa depan kamu. Kalau di sini saja, nanti nggak maju-maju,’” tuturnya menirukan ucapan sang ibu.

Guru Adalah Akar

Semangat dalam mengosongkan gelas dan kembali mengisi dengan berbagai hal bermanfaat lainnya dari Tzu Chi juga merupakan wujud rasa syukur yang mendalam karena ia diterima menjadi guru di Sekolah Cinta Kasih (SCK) Tzu Chi Singkawang. Ia adalah satu dari 25 guru dan staf yang berhasil melalui berbagai proses panjang dan diterima.

Dalam proses observasi, Laras membantu siswa yang bertanya maupun kesulitan dalam proses belajar.

Sebelumnya, Laras sudah pernah menjadi tenaga pengajar di lima sekolah di Singkawang, baik sekolah negeri maupun swasta. Tapi ia belum pernah merasakan bagaimana menjadi guru yang baik. Menurut penuturannya, ketika Laras mengajar di salah satu sekolah, ia dibekali dengan penggaris plastik yang panjang sebelum mengajar. Tujuannya, agar bisa digunakan menghukum siswa yang tidak taat aturan ketika di kelas. Orang tua siswa pun sudah tahu akan peraturan ini. Laras menambahkan bahwa marah di kelas juga merupakan hal yang wajar untuk mendisiplinkan siswa.

“Dalam keadaan seperti itu, saya menolak menghukum pakai penggaris itu. Saya juga menolak untuk memarahi siswa karena saya kan perasa (sensitif) ditambah pasti siswa punya latar belakang yang jauh lebih rumit mungkin di lingkungan rumahnya sehingga sikapnya terbawa sampai sekolah,” papar Laras, “tapi ya saya yang dianggap tidak kompeten dan aneh, karena semua itu sudah biasa di sekolah tersebut.”

Pengalaman pahit lainnya adalah ketika seorang siswa perempuan mengempesi ban motor Laras karena tak suka lantaran ia membantu seorang siswa laki-laki dalam proses pembelajaran. Pengalaman yang terdengar lucu namun menyiratkan bahwa guru seakan tidak dihormati oleh siswanya di lingkungan sekolah sekalipun.

Laras tidak menggeneralisasi seluruh sekolah maupun siswa melakukan hal yang sama. Tapi dari pengalaman tersebut, lulusan S1 Pendidikan Matematika ini merasakan bahwa guru bukanlah sekadar pekerjaan yang dilakukan asal anak pintar. Tapi juga diperlukan hati untuk mendidik anak menjadi pintar dan mempunyai sikap yang baik dan mampu menunjukkan rasa hormat kepada orang lain.

“Bagi saya, guru adalah profesi yang merupakan akar dari segala profesi atau pekerjaan lainnya. Mau jadi apapun nantinya, kita perlu guru yang mengajar kita. Kalau tidak dari gurunya dulu yang mempunyai tekad dan benar-benar membimbing siswa dari hatinya, generasi selanjutnya mau jadi apa?” ungkap Laras.

Selain observasi, para guru juga praktik micro teaching di depan para siswa untuk mempraktikkan secara langsung proses pengajaran.

Menurut Laras, ia tidak banyak menemukan contoh baik di Singkawang karena dari sepenglihatannya banyak tenaga pengajar yang hanya berorientasi pada pendapatan. Sementara di Tzu Chi, ia menemukan pemahaman yang jauh mendalam tentang arti dari seorang guru.

Di SCK Tzu Chi Cengkareng, ada guru yang datang langsung ke rumah siswa untuk memberikan bantuan pengajaran tambahan. Guru yang mendidik anak sekaligus orang tua tentang cara berperilaku bahkan berpakaian rapi, guru yang mengasihi siswa dan mendukung prestasi siswa, serta guru yang sangat hebat karena dengan teknologi yang sudah canggih tetap bisa menempatkan diri, semuanya ternyata mau belajar untuk memberikan yang terbaik bagi siswa. Hal-hal tersebut merupakan pemandangan baru bagi Laras.

“Makanya saya bangga bisa bergabung di Sekolah Tzu Chi Singkawang karena sebagai pendidik, saya dulu juga belum menerapkan kemoralan dan perilaku yang seharusnya, apalagi mengajarkannya kepada para siswa,” akunya, “berbagai hal yang saya dapatkan dari training ini, pasti akan saya terapkan dalam pengajaran nantinya.”

Budaya Humanis, Kunci Suksesnya Pendidikan

Tidak hanya takjub dengan guru-gurunya, Laras juga kaget dengan perilaku siswa di SCK Tzu Chi Cengkareng, sekaligus lingkungannya. Siswa begitu rapi, berjalan dengan berbaris, duduk dengan tenang, berbicara dengan lantang ketika ditanya maupun mengungkapkan pendapat, dan lingkungan yang sangat bersih tanpa sampah plastik.

“Kalau di sekolah yang dulu, setelah jam istirahat, kelas udah kayak lautan sampah. Sampah bekas plastik snack di mana-mana, ada bekas es tumpah di depan papan tulis. Sementara saya yang jadi wali kelas 4 SD saat itu harus membersihkan kelas, lagi dan lagi. Wahh… jauh sekali bedanya,” jelas Laras menggelengkan kepala.

“Padahal tadi sebelum mulai observasi dibilang kalau kita perlu kesabaran lebih karena siswa di sini (SD Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng) juga bandel-bandel. Tapi ternyata nggak bandel sama sekali ini,” lanjutnya heran, “kok bisa mendidik kelas 1 SD bahkan TK buat berbaris rapi dan tenang di kelas? Semuanya membuat saya heran juga terharu.”

Siswa SD Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng berbaris rapi ketika jam pulang. Mereka diantar oleh guru masing-masing menuju gerbang sekolah untuk langsung bertemu dengan orang tua yang telah menunggu.

Menjawab pertanyaan tersebut, Freddy Ong, Direktur Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi mengemukakan bahwa kuncinya ada dalam penerapan budaya humanis. Untuk itu, training guru pun amat ditekankan tentang budaya humanis, pengenalan tentang visi misi Tzu Chi, dan self empowerment di pekan pertama, 4 hingga 8 Januari 2022. Selanjutnya baru ditambahkan materi berupa bagaimana memberikan pengajaran yang baik, yakni dengan observasi kelas dan praktik micro teaching, 10 – 21 Januari 2022. Kemudian diberikan materi eksternal 24 dan 25 Januari 2022.

Proses training yang panjang juga diharapkan mampu menyamakan visi dan misi terlebih tentang bagaimana budaya humanis yang baik bisa diterapkan sehingga membantu proses belajar mengajar dan membentuk generasi penerus yang mumpuni, khususnya di Singkawang.

“Teman-teman saat ini menjadi history maker, pembuat sejarah. Ya jadilah the best history maker, jadilah tim yang paling solid, tim yang bisa diandalkan untuk membawa nama baik sekolah. Kalian adalah pioneer. First impression dari masyarakat Singkawang nantinya ada di tangan Bapak/Ibu guru semua,” pesan Freddy.

Para guru melakukan kegiatan outbound untuk mempererat kebersamaan dan melatih solidaritas dalam tim.

Membawa Mereka yang Terbaik

Dari training ini, Freddy juga menekankan bahwa SCK Tzu Chi Singkawang sangat serius ingin mencetak generasi-generasi yang berprestasi di Singkawang. Bukan hanya siswa nantinya, namun juga guru dan stafnya.

“SCK Tzu Chi Singkawang bukanlah sekolah abal-abal, bukan dibangun dengan asal-asalan. SDM (guru dan staf) kami sudah pilihan, dan itu luar biasa. Kami menyeleksinya dengan sangat ketat. Jadi kami akan menyediakan sekolah dengan harga terjangkau namun dengan kualitas yang sangat baik,” jelas Freddy.

Asep Yaya Suhaya, SE., MM, Penanggung Jawab SCK Tzu Chi Singkawang yang sebelumnya adalah Kepala SMP Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng menjelaskan bahwa proses seleksi yang sangat rumit dan memakan waktu cukup lama: sekitar 8 bulan hingga 1 tahun lamanya telah dijalani. Mulai dari pengecekan administrasi, dua kali proses psikotes (PAPI Kostick & MBTI), juga interview, semua bertujuan untuk menemukan SDM yang diinginkan.

“(SDM) Yang kami dapatkan sekarang ya best of the best. Kami sangat hati-hati untuk memenuhi kebutuhan pengajar ini,” kata Asep. “Karena SCK Tzu Chi Singkawang punya target untuk up to the top ya... Walaupun sekolah masih baru, tapi isi di dalamnya kami akan langsung starter sama dengan Jakarta. Itu sudah pasti. Kami sudah dengan kurikulum 13, kurikulum Bahasa Inggris dengan Cambridge dan Bahasa Mandarin juga ada program sendiri. Kami dare to different dan membawa misi-misi Tzu Chi terutama Misi Pendidikan Tzu Chi secara utuh di Singkawang,” papar Asep optimis.

Asep Yaya Suhaya (tengah), Penanggung Jawab SCK Tzu Chi Singkawang tengah berbincang dengan guru SCK Tzu Chi Singkawang.

Dalam prosesnya, SCK Tzu Chi Singkawang juga mematuhi seluruh peraturan yang ada. Salah satunya yakni peraturan dari Dinas Penanaman Modal di Singkawang yang memberlakukan peraturan untuk merekrut SDM dari wilayahnya yang nyatanya juga sejalan dengan tujuan utama Tzu Chi yakni agar apa yang dilakukan bisa memberikan dampak dan manfaat yang besar bagi masyarkat setempat.

“Kami ambil (SDM) dari Singkawang, maksimal ya wilayah Kalimantan Barat, hanya minoritas sekali dari luar pulau. Ya aturan pemerintah setempat untuk memberdayakan masyarakat. Jadi ya memang Tzu Chi sejalan dengan Perda juga sehingga SDM dari sini kami kembangkan, kami bina, kami arahkan,” jelas Asep.

“Yang pasti apapun yang dialami nantinya, dahulukanlah budaya humanis. Karena dengan budaya humanis diharapkan dapat meredam suasana yang tidak baik atau mungkin tensi emosional dari orang tua dan siswa. Master Cheng Yen bilang kan gunakanlah hati untuk bekerja, cintailah pekerjaan. Karena dengan hati dan cinta, apapun yang terjadi akan bisa dihadapi dengan suasana tenang, baik fisik maupun batin. Yang di sekitar kita pun akan terbawa tenang. Cara berbicara, berkomunikasi, bersikap,” pesan Asep.

SCK Tzu Chi Singkawang Siap Beroperasi di Tahun Ajaran Baru

Saat ini, pembangunan SCK Tzu Chi Singkawang sudah terhitung 90 persen. Apabila sesuai rencana, pada 7 Februari 2022 nanti, akan diadakan serah terima gedung lantai dasar. Setelah itu pada Juli 2022, proses belajar mengajar akan aktif di sana.

Sampai saat ini, pendaftaran bagi para siswa masih terbuka dan sudah ada 130 siswa TK dan SD yang mendaftar dari target pertama 400 siswa yang diterima. Freddy menjelaskan pada tahun ini (2022), jenjang pendidikan yang sudah dibuka adalah TK dan SD. Baru untuk tahun depan (2023) menyusul jenjang SMP dan di 2024 akan dibuka bagi jenjang SMK.

Pada bulan Maret 2022 mendatang, Freddy telah mengagendakan open house yang mengundang masyarakat umum untuk melihat langsung bagaimana kondisi bangunan dan seluruh fasilitas yang ada di SCK Tzu Chi Singkawang.

Saat ini, pembangunan SCK Tzu Chi Singkawang sudah terhitung 90 persen dan pendaftaran bagi para siswa masih terbuka untuk tahun ajaran baru 2022/2023 nanti.

Di akhir perbincangan, Freddy kembali menekankan bahwa dirinya menjamin dan ingin memberikan bukti bahwa SDM yang telah terpilih di SCK Tzu Chi Singkawang juga berkualitas.

“Walaupun masih sangat sering ditanya apakah sama standarnya seperti dengan SCK Tzu Chi Cengkareng, dan saya menjawab belum bisa sama seluruhnya, tapi dengan angka saya bisa berikan 80 – 90 persen sama. Jadi ya kami benar-benar ingin memberikan sekolah berkualitas dengan harga yang terjangkau di Singkawang. Semoga masyarakat menerima kehadiran kami,” harapnya.

Editor: Khusnul Khotimah

Artikel Terkait

Sekolah Tzu Chi Singkawang Menyiapkan Para Pengukir Sejarah di Misi Pendidikan

Sekolah Tzu Chi Singkawang Menyiapkan Para Pengukir Sejarah di Misi Pendidikan

18 Januari 2022

Demi menyamakan visi misi pendidikan, seluruh tim Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Singkawang digembleng selama lebih dari 20 hari untuk nantinya menjadi pengukir sejarah dalam misi pendidikan.

Pelatihan Guru dan Karyawan Sekolah Cinta Kasih Singkawang

Pelatihan Guru dan Karyawan Sekolah Cinta Kasih Singkawang

07 Januari 2022

Sebanyak 26 guru dan karyawan Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Singkawang mengikuti pelatihan di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng, Jakarta, sejak 4-26 Januari 2022.

Meningkatkan Potensi Guru

Meningkatkan Potensi Guru

13 Juli 2020

Selama 3 hari (08 - 10 Juli 2020), Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng mengadakan pelatihan bagi para guru TK, SD, SMP, SMA, dan SMK. Kegiatan ini dilaksanakan untuk meningkatkan potensi para guru dalam mendidik para siswa. Pelatihan dilakukan dengan tetap memperhatikan aturan protokol kesehatan.

Ada tiga "tiada" di dunia ini, tiada orang yang tidak saya cintai, tiada orang yang tidak saya percayai, tiada orang yang tidak saya maafkan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -