Selalu Bersyukur dan Tabah

Jurnalis : Teddy Lianto, Fotografer : Anand Yahya, dok. Mastuti, Videografer: Chandra S.

Setiap manusia tentu ingin hidup dengan nyaman, bahagiaan, dan berkecukupan materi. Tetapi manusia hanya bisa berencana, takdirlah yang menentukan. Kita tidak pernah tahu masa depan seperti apa. Hari esok bagai sebuah misteri yang harus kita jalani dengan penuh optimis.

Dedi Sahmulyadi dan Mastuti, pasangan suami istri asal bandar lampung ini pada 2013 harus rela untuk berpisah sementara, karena Dedi mendapat tawaran pekerjaan di daerah Cikarang, Bekasi, Jawa Barat. Selama hampir dua tahun, akhirnya Mastuti pun hijrah ke Cingkarang menyusul suaminya, mengingat perusahaan kosmetik tempat ia bekerja juga memiliki sebuah stan di sebuah mal di daerah Bekasi. Keluarga yang kembali berkumpul ini hidup dengan baik, bahkan semakin baik dengan lahirnya anak kedua mereka. 


Setelah beberapa kali menjalani pengobatan, Mastuti kini sudah dapat beraktivitas dengan nyaman dan baik.

Dengan dikarunia dua anak yang tumbuh dengan sehat dan bahagia, Dedi dan Mastuti yang awalnya mengontrak perlahan-lahan mengumpulkan sejumlah uang, mewujudkan impian mereka untuk membeli sebuah rumah yang layak untuk buah hati mereka. Dari hasil keringat Dedi yang seorang pekerja tidak tetap dan Mastuti yang bekerja sebagai Sales Promotion Girl (SPG ) di perusahaan kosmetik, akhirnya setelah sekian lama menabung, dana yang terkumpul cukup untuk  mencicil rumah yang mereka minati.


Untuk bergerak, Mastuti masih menggunakan tongkat, mengingat di kaki kanannya masih dalam pengobatan sehingga tidak boleh terlalu terbebani.

Selalu Bersyukur dan Tidak Patah Semangat

November 2017, Mastuti yang pagi itu sedang bersenda gurau dengan putra bungsunya mulai bersiap-siap berangkat bekerja. Pasalnya hari itu, ia mendapat tugas shift siang menjaga stan kosmetik antara pukul 12.00 hingga pukul 20.00 WIB. Sebelum berangkat, putra sulungnya sempat bertanya, “Ibu sayang adek ga?” Mastuti yang akan segera berangkat merasa heran dengan tingkah laku putranya yang biasanya tenang ketika ia berangkat kerja, menjadi sangat manja pada hari itu. Untuk menebus rasa kangen sang anak, sepulang kerja, Mastuti membeli beberapa makanan kecil untuk disantap kedua buah hatinya. Setelah selesai, ia pun segera menyalakan motor yang baru ia beli untuk segera pulang ke rumah. 

Dalam perjalanan, karena saat itu jalanan dari Bekasi menuju cikarang masih ramai dengan kendaraan, tidak sengaja ia tertabrak mobil dan terpental hingga kemudian panggul dan paha kanannya terlindas roda bus yang sedang melaju saat itu. Akibatnya tulang panggul dan paha kanan Mastuti retak parah. Mastuti yang masih sadar pascakecelakaan segera menghubungi suaminya untuk meminta pertolongan ke rumah sakit.

Luka yang cukup berat, membuat Dedi dan Mastuti mau tidak mau menggunakan uang yang rencananya akan digunakan untuk mencicil rumah baru mereka guna membayar biaya pengobatan. Melihat nominal biaya berobat yang semakin hari makin besar, sementara kondisi Mastuti tak kunjung membaik, membuat Dedi menjadi bingung, harus kemana ia mancari bantuan.


Selama berada di rumah singgah, Mastuti kerap berlatih untuk lekas sembuh dan bisa berkumpul bersama keluarga yang ia kasihi.

Beruntung, di rumah sakit Mastuti menjalani pengobatan, ada juga warga yang sedang mengajukan permohonan bantuan  pengobatan ke Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Dedi pun langsung sigap mengajukan bantuan. Setelah relawan mengunjungi dan melakukan survei, Mastuti pun dirujuk ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. Di sana, Mastuti mau tidak mau harus jauh dari keluarga dan menetap di rumah singgah di sekitar RSCM Jakarta karena ia harus melakukan kontrol setiap harinya. 

Selama 15 bulan ia tinggal di rumah singgah. Relawan yang melihat kesulitan Dedi dan Mastuti memberikan bantuan biaya hidup untuk kebutuhan sehari-hari keluarga mereka. Mengingat Dedi tidak dapat bekerja untuk menafkahi keluarga karena harus menemani sang istri berobat.

“Saya sedih, Pak, waktu itu kondisi saya parah. Saya hanya bisa tengkurap. Selama 15 bulan lamanya, sampai saya belajar untuk duduk selama 6 bulan, baru saya bisa duduk dengan baik dan benar. Itupun masih ada rasa sakit, karena akibat ditabrak tulang ekor saya mengalami retak. Jadi kalau duduk terlalu lama, rasanya nggak nyaman di punggung,” cerita Mastuti saat dikunjungi Veriyanto, relawan Tzu Chi pada 15 Juli 2020 di rumahnya di Cikarang.


Veriyanto (kanan) mengunjungi Mastuti, melihat bagaimana perkembangan kesehatannya.

Selama 15  bulan menjalani pengobatan, sudah sebelas kali Mastuti menjalani operasi, salah satunya untuk memasang plat di paha kanannya dan beberapa pen di panggulnya, disusul dengan rehab medik untuk berlatih duduk. “Saya mesti semangat, Pak. Apa yang diajarkan pas di rumah sakit, saya laksanakan di rumah singgah ataupun  di rumah. Saya ingin sembuh,” tegas Mastuti.

Pada 2019, Mastuti diizinkan kembali ke rumah karena kondisinya sudah lebih baik, dari sebelumnya yang tidak dapat duduk sama sekali.  Ia pun senang, karena sudah dapat kembali melihat kedua buah hatinya. “Seneng banget, bisa berkumpul kembali dengan keluarga. Walaupun kondisi masih begini, kaki beli bisa jongkok. Tapi ya, sudah Bersyukur banget. Saya nggak mau jauh-jauh lagi sama anak-anak,” ujar Mastuti yang bersyukur dapat kembali pulang dan beraktivitas bersama keluarga.

Setelah diizinkan pulang, setiap bulan Mastuti selalu melakukan kontrol ke RSCM Jakarta. Kini Mastuti bisa melakukan aktivitas rumah seperti menyapu, menjemur pakaian, mencuci piring, dan lainnya. Relawan Tzu Chi pun juga kerap datang, memberikan bantuan dan semangat. “Alhamdulilah, semuanya baik, mau membantu saya dan keluarga. Semua beban saya merasa teringankan, semua proses pengobatan juga lancar, terima kasih banyak,” ungkap Mastuti penuh syukur.


Mastuti ketika masih belum pulih dan belum dapat bergerak pascakecelakaan.  

Dalam kunjungan kali ini, Veriyanto merasa takjub melihat perkembangan Mastuti yang begitu pesat. “Waktu pertama kali saya melihat Bu Mastuti, saya prihatin sekali. Dan karena masa control, saya lebih sering berjumpa Pak Dedi. Sekarang melihat dia sudah bisa duduk serta melakukan aktivitas di rumah, sangat senang. Bu Mastuti sudah terlihat bahagia dan sehat,” terang Veriyanto.

Veriyanto pun memberikan semangat serta memberikan anjuran untuk tidak banyak bergerak sehingga luka operasi tidak kembali terbuka kembali dan bernanah. Mastuti pun mengiyakan untuk lebih menjaga diri lebih baik agar ia lekas pulih dan dapat melanjutkan impiannya, yaitu kembali berkarya dan memiliki sebuah rumah untuk keluarganya.

Editor: Hadi Pranoto


Artikel Terkait

Menyayangi diri sendiri adalah wujud balas budi pada orang tua, bersumbangsih adalah wujud dari rasa syukur.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -