Selamat dari Bencana (bagian 1)
Jurnalis : Apriyanto, Fotografer : ApriyantoHaerudin (berkopiah) saat sedang menunjukkan rumahnya yang telah ambruk dan hanya tinggal puing-puing yang tersisa. Ia bisa selamat karena sempat melarikan diri ke jalan saat gempa terjadi. |
| |
Beberapa puluh meter dari rumah Jajang, Jainal Mutaqin, seorang ustadz di Desa Mangunjaya sedang berleha-leha di depan teras rumahnya, sementara istrinya Euis Munaroh masih asik dengan adonan rempeyeknya yang sedang ia masukkan ke dalam penggorengan di dapur. Menjelang pukul 3 sore, Jajang terbangun dari tidurnya dan segera keluar dari kamar menuju ruang tengah. Tiba-tiba sebuah guncangan yang hebat terjadi. Tanah bergetar, tembok-tembok bergoyangan. ”Ada apa ini?” tanyanya dalam hati. Menyadari ini merupakan gempa yang berbahaya, nalurinya memerintahkan untuk segera membawa putri terkecilnya yang sedang tidur di depan televisi. Dengan langkah sempoyongan Jajang berlari keluar rumah. Iis, istrinya pun tanpa berkata-kata segera melarikan diri dari warung menuju jalan raya. Sedangkan Haerudin yang merasa guncangan ini bagaikan sebuah kiamat, ia secepatnya meloncat ke keluar teras sambil berteriak, ”Keluar..., keluar semua. Gempa!”
Ket :- Relawan Tzu Chi saat tiba di Kodim 0612 di Jl. Otto Iskandardinata No. 11, Tasikmalaya, dan sedang menurunkan logistik berupa mi instan, selimut, air mineral, biskuit, dan obat gosok untuk didistribusikan kepada para korban gempa. (kiri) Dari semua anggota keluarga yang berkumpul, Haerudin menyadari kalau salah satu cucunya yang bernama Dea masih belum terlihat. Khawatir dengan keselamatan cucunya, Haerudin berusaha sekuat tenaga melangkahkan kakinya menuju rumah tetangga tempat di mana Dea biasa bermain. Tetapi saat itu guncangan begitu hebat. Haerudin melihat tanah yang ada di depannya bergelombang bagaikan ombak. Tak kuasa menahan guncangan, Haerudin pun tersungkur di parit depan rumah. ”La..illahailallah,” teriak Jainal Mustaqin. Begitu menyadari guncangan ini adalah gempa, ia langsung berlari ke halaman rumah sambil mendorong sepeda motornya yang ia parkir di depan teras. Baru beberapa langkah ia menyelamatkan diri dari teras rumah dan menoleh ke belakang, tiba-tiba, ”Bruak..... bum....!” Rumah itu runtuh menghamburkan debu yang mengepul dan hembusan angin. Sejenak ia tertegun menyaksikan rumahnya yang berdinding bata, beratapkan genteng itu rubuh dengan mudah di depan matanya. Secepat kilat bayangan istrinya melintas di pikirannya. Segera saja Jainal berteriak, ”Mah, mah di mana, Mah?” Euis tak memberikan jawaban. Yang ia ingat saat ia sedang di teras, istrinya itu sedang mengoreng rempeyek di dapur untuk persiapan perayaan Idul Fitri yang akan segera tiba. Emosi Jainal tak tertahankan, air mata pun mengucur dari sela-sela matanya. Jainal merasa istrinya telah tertimbun oleh reruntuhan. Setelah guncangan selesai, sambil melangkah ke arah dapur yang sudah menjadi puing ia masih berteriak, ”Mah, mah di mana?” Kali ini teriakannya semakin keras karena ia masih berharap Euis masih hidup, dan terus begitu sampai ia mendekati dapur. Sekonyong-konyong ia mendengar sayup suara, ”Di sini.” Dan begitu ia melihat, ternyata Euis masih hidup. ”Alhamdulillah, Mah, kamu selamat,” kata Jainal sambil menghampiri Euis.
Ket : - Relawan Tzu Chi saat menurunkan bahan logistik di Kecamatan Banjarsari dan Mangujaya, Ciamis, Jawa Barat. (kiri) Sambil memandangi rumahnya Euis berkata, ”Rubuh rumahnya.” ”Ya udah ga usah dipikirin, Mah. Bukan kita aja yang kena musibah yang lain juga kena. Dari rahim juga nga bawa apa-apa, nggak usah disesali, yang penting kamu selamat,” kata Jainal menasehati Euis yang masih terkesima. Rumah Haerudin berada persis di belakang rumah jajang. Dan setelah gempa itu mereda, Haerudin mendapati rumahnya juga telah runtuh dan hanya menyisakan pondasi bangunan yang terbuat dari bata dan semen. Jajang dan Iis juga tak dapat berkata apa-apa karena sebagian tembok belakang rumahnya ikut rubuh, namun ini masih lebih baik dibandingkan dengan rumah-rumah tetangga dan ayahnya yang rubuh total. ”Ga bisa ngomong lagi. Sudah ambruk, tapi semuanya juga ikut ambruk jadi ga apalah,” kata Iis. Bantuan Tim Tanggap Darurat Tzu Chi Bersambung... | ||
Artikel Terkait
Talk Less Do More
09 Januari 2009 Pelatihan yang diikuti oleh 118 peserta tersebut, diisi dengan pengenalan Tzu Chi, tata cara berpakaian dan bersikap, serta sharing dari para relawan tentang bagaimana menjadi relawan Tzu Chi. Meskipun mayoritas peserta sudah pernah menjadi sukarelawan dalam beberapa kegiatan yang dilakukan oleh Tzu Chi, seperti pembagian beras,maupun bakti sosial kesehatan, namun baru kali ini mereka mendapatkan pengetahuan formal mengenai Tzu Chi.Tetap Berprestasi di Masa Pandemi
10 Desember 2020Pandemi Covid-19 tidak menghalangi para siswa sekolah untuk terus berprestasi. Salah satunya adalah Vito Bakri (17), siswa SMA Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng. Berbagai kompetisi di masa pandemi Covid-19 baik tingkat internasional, nasional, dan lokal pun ia ikuti. Dan hasilnya, Vito berhasil merebut gelar juara dan berbagai prestasi lainnya.
Bakti Sosial Kesehatan Tzu Chi ke-134: Setelah Operasi Benjolan, Lalu Mandala Putra Tak Lagi Resah dan Malu
14 Oktober 2022Bakti Sosial Kesehatan Tzu Chi ke-134 di Batam telah memberikan pengobatan bagi banyak orang. Salah satunya Lalu Mandala Putra yang memiliki benjolan di bagian leher.