Selamat dari Bencana (bagian 2)
Jurnalis : Apriyanto, Fotografer : ApriyantoRelawan Tzu Chi bekerja bersama-sama membangun tenda untuk pengungsian sementara bagi korban gempa di Cigalontang, Tasikmalaya. |
| |
Karena tidak bisa memasak, maka kegiatan masak hari itu ia pindahkan ke rumah orangtuanya yang hanya berjarak 2 meter bersebelahan dari rumahnya. Lokasi dapur di rumah orangtuanya tidak sama dengan dapur di rumah miliknya. Di rumah ini dapur berada di samping kanan rumah dan memiliki sebuah pintu yang bisa langsung menuju teras luar. Baru ia mulai memasak, tiba-tiba Windi putri tertuanya yang sedang mengasuh kedua adiknya di teras rumah neneknya berteriak, ”Mah, ada lini (gempa –red)! Mah, lini!” Wida yang belum merasakan getaran gempa berkata, ”Ah, bohong. Ada-ada aja kamu!” Hanya dalam hitungan detik guncangan semakin terasa keras. ”Eh iya, lini. Ayo semua keluar!” teriak Wida dari dalam dapur sambil melarikan diri menghampiri ketiga anaknya yang sudah meringkuk di halaman rumah. Bruak... bruak! Bagian belakang rumah Wida tepatnya dapur berada rubuh menghamburkan bata dan genteng di mana-mana. ”Untung gas habis jadi harus masak di rumah emak,” Wida membatin sambil memandangi rumahnya yang telah runtuh. Heri Darius, suami Wida yang sedang bekerja mencuci mocil di kota Tasikmalaya, merasa panik kala gempa melanda. Di pikirannya hanya ada satu kekhawatiran, yaitu keselamatan anak dan istrinya yang berada di rumah. Kekhawatiran ini sangat beralasan sebab Heri memahami kebiasaan anak dan istrinya yang selalu berada di dapur setiap sore menjelang guna mempersiapkan makanan berbuka puasa. ”Aduh nih telepon ga mau masuk-masuk!” gumamnya mengeluhkan jaringan komunikasi yang sempat terputus akibat gempa. Tak lama berselang jaringan komunikasi kembali normal dan Heri baru bisa menghubungi keluarganya di kampung. ”Mah, gimana keadaan anak-anak dan orang-orang di rumah?” tanyanya dengan khawatir kepada Wida. ”Anak-anak dan emak baik-baik aja, tapi rumahnya rubuh,” sahut Wida dari balik telepon genggamnya. ”Ga apalah yang penting orangnya selamat. Harta mah bisa kita cari lagi,” kata Heri. Setelah telepon ditutup ia mengusapkan tangannya di dada merasa bersyukur karena ia sendiri dan keluarganya selamat dari musibah itu.
Ket :- Relawan Tzu Chi saat memasukkan bahan-bahan makanan ke dalam truk untuk disalurkan ke Kabupaten Ciamis. Gempa yang menimbulkan kerusakan pada banyak desa membuat Tzu Chi harus bijak dalam menyalurkan bantuan. (kiri) Kerelawanan Karena masih terlalu awal, Herman dan relawan lainnya belum bisa memastikan jumlah korban dan kerusakan pada hari itu. Hubungan jarak jauh pun terus berlangsung hingga tengah malam antara Adi dengan relawan-relawan di Bandung dan Cianjur dalam mendata lokasi-lokasi yang terkena gempa. Dari informasi yang didapat, Kabupaten Tasikmalaya dan Ciamis menjadi daerah yang mengalami kerusakan terbanyak. Di Kabupaten Tasikmalaya sebanyak 24.669 rumah rusak ringan, 10.905 rumah rusak berat, 11 orang meninggal dunia, 67 luka ringan, dan 25 luka berat. Radhitya Raharja Asikin, seorang pengusaha di Tasikmalaya yang hari itu sedang berada di rumah, mengalami suatu pengalaman yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Ketika gempa terjadi, dengan matanya sendiri ia menyaksikan tanah di pekarangan rumahnya bergelombang bagai ombak laut. Ia pun merasakan kepanikan yang luar biasa dan berusaha menyelamatkan diri. Meski ia belum mengetahui pusat gempa secara resmi, tetapi firasat Asikin sudah mengatakan bahwa gempa ini terjadi di Tasik. Begitu gempa mereda, Herman Widjaja yang merupakan kerabatnya, meleponnya. Dalam telepon itu Herman meminta kepada Asikin untuk segera mengecek keadaan di Tasik dan daerah mana saja yang tertimpa bencana. Keinginannya untuk membantu kepada sesama membuat Asikin menerima tanggung jawab itu dengan senang hati. Berhubung ia memiliki jaringan radio amatir segera saja ia memutar frekuensinya untuk mencari berita terkait. Radio amatir yang beranggotakan dari berbagai kalangan dan daerah membuat Asikim cepat mendapatkan informasi akan daerah-daerah yang mengalami kerusakan parah. Dan secepatnya pula ia mengabarkan kepada Herman yang berada di Bandung. Demikian seterusnya informasi ini dilanjutkan hingga sampai ke Tzu Chi Jakarta.
Ket : - Pada sore hari tanggal 4 September 2009, relawan Tzu Chi telah tiba di Kecamatan Mangunjaya dan Banjarsari untuk menyalurkan bantuan logistik berupa mi instan, tenda, beras, dan kurma.(kiri) Batalion Ikut Berguncang Karena gempa bisa menimbulkan tsunami, secepatnya ia mengontak komandan koramil di Pangandaran. Tetapi sayang, gempa membuat jaringan komunikasi terputus hingga Letkol Andi tak dapat berkomunikasi melalui telepon untuk sementara waktu. Tidak berapa lama kemudian setelah jaringan komunikasi kembali normal, Letkol Andi melaporkan kondisi ini ke atasannya, komandan brigadir dan panglima KOSTRAD, mengenai perkembangan yang terjadi di wilayahnya. Dalam telepon itu Panglima KOSTRAD bertanya kepada Letkol Andi, ”Bagaimana kondisi keselamatan anggota dan warga?” ”Kami laporkan bahwa kondisi personil seluruhnya dalam keadaan aman namun beberapa kerusakan terjadi di bangunan,” lapor Letkol Andi. ”Segera siapkan satuan tugas yang setiap saat bisa dikerahkan,” perintah Panglima KOSTRAD.
Ket : - Jandi Susanto saat menyerahkan beras kepada warga Desa Mangunjaya. Sebanyak lima desa di Kecamatan Mangunjaya mengalami kerusakan. (kiri) Sambil menunggu permintaan bantuan dari pemerintah daerah, Letkol Andi sebisa mungkin mencari informasi dari masyarakat tentang adanya kerugian yang diakibatkan dari gempa itu. Selain itu Letkol Andi juga memerintahkan seksi intelnya, Kapten Imam W untuk mencari tahu dengan pasti daerah-daerah yang mengalami kerusakan akibat gempa. ”Segera cari keterangan tentang daerah yang terparah dan berikan mengenai perincian baik personil maupun materil dari gempa yang terjadi,” perintah Letkol Andi. ”Siap! Akan dilaksanakan pengecekan, Komandan!” jawab Imam. Dalam kurun waktu kurang dari 4 jam, Imam telah berhasil memberitahukan bahwa banyak rumah yang rubuh di dua kecamatan, yaitu Banjarsari dan Mangunjaya. Maka sekitar pukul 19.00, Letkol Andi segera mengerahkan 150 personil, 1 orang dokter, dan tim medis menuju lokasi bencana guna memberikan pertolongan pertama kepada masyarakat berupa pengangkatan puing-puing bangunan dan bantuan pengobatan. Begitu tiba di lokasi pada malam hari, Letkol Andi baru bisa mengetahui bahwa masyarakat yang tertimpa gempa membutuhkan bahan-bahan bantuan berupa makanan dan tenda. Dan pada malam itu juga ia melaporkan kepada ketua Aster Kaskostrad dan Panglima KOSTRAD akan bahan-bahan yang diperlukan oleh masyarakat korban gempa. Dalam komunikasi itu, ketua Aster memberitahukan bahwa esok hari, 4 September 2009, akan ada bantuan logistik berupa makanan dan tenda dari Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Berita yang diberikan oleh ketua Aster tentu melegakan hati Letkol Andi. ”Dalam hal ini kami mengucapkan terima kasih kepada pihak Yayasan Buddha Tzu Chi yang sangat peduli. Sekali lagi sangat peduli tanpa melihat kepentingan, tanpa melihat perbedaan agama, tanpa melihat itu berada di daerah mana. Dan inilah yang dirasakan masyarakat karena saat ini masyarakat sangat mendambakan dukungan langsung berupa makanan untuk sahur dan berbuka puasa,” ucap Letkol Andi dengan ramah. Bersambung... | ||
Artikel Terkait
Bakti Sosial Kesehatan Tzu Chi Ke-144 di Batam: Komitmen Linda Liem dan Djaya Iskandar
12 September 2024Suksesnya pelaksanaan Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-144 di Batam tak lepas dari partisipasi tim medis, pasien, pihak rumah sakit, dan juga relawan Tzu Chi. Semua bersatu hati dalam Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-11 di Batam ini.