Selamat dari Bencana (bagian 3)
Jurnalis : Apriyanto, Fotografer : ApriyantoRelawan Tzu Chi Bandung memberikan bantuan kepada warga pengungsi dengan penuh rasa hormat. Relawan Tzu Chi bersyukur dan berterima kasih karena telah diberi kesempatan untuk berbuat kebajikan. |
| |
Sekitar pukul 10.00, Aheng, relawan Tzu Chi Bandung datang mengunjungi Asikin di Tasikmalaya, Jawa Barat. Dan pada Kamis pagi itu juga, Asikin bersama Aheng pergi menuju Bantargedang, Cisayong, dan Cibodas. Hari itu menjadi hari yang berat bagi mereka berdua sebagai tim survei, sebab informasi yang diberikan oleh mereka merupakan acuan bagi tim tanggap darurat untuk menentukan jenis dan jumlah bantuan yang akan diberikan kepada warga. Di Jakarta, Adi Prasetyo terus berkoordinasi dengan relawan lainnya untuk menentukan jadwal perjalanan dan siapa-siapa saja yang bersedia untuk ikut ke lokasi bencana. Mengetahui kerusakan yang ditimbulkan oleh gempa cukup berat, maka Adi bersama relawan Tzu Chi lainnya segera memutuskan untuk memberikan bantuan yang diperkirakan dibutuhkan oleh warga, yakni 645 dus mi instant, 250 dus air mineral, 300 buah selimut, 120 bungkus wafer, 120 obat gosok, 10 dus kurma, 1 ton beras, dan 30 tenda darurat. Pendistribusian barang-barang ini dibagi secara merata, sebagian dibawa oleh Tzu Chi Bandung dan sebagian lagi dari Jakarta. Pada hari itu tim tanggap darurat juga sudah merencakan dua daerah yang akan diberi bantuan: Tasikmalaya dan Ciamis. Penentuan titik penyaluran bantuan pada kedua daerah ini didasarkan karena kedua kabupaten ini adalah daerah yang mengalami kerusakan terparah. Sekitar pukul 16.00, dua truk ukuran sedang yang sudah terisi barang-barang bantuan segera diberangkatkan dari Cengkareng, Jakarta Barat, yang dikawal oleh Jandi Susanto, relawan He Qi Barat. Heming dan Iwan Tjia yang hari itu berada di Kantor Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia juga memutuskan untuk ikut ke lokasi bencana. Rencananya pada malam hari mereka berdua bersama dengan Benny Makulawu akan berangkat dari Jakarta pada pukul 21.00 melalaui jalur Bandung dengan terlebih dahulu menjemput Niky Kurniawan, salah seorang relawan di sana. Sedangkan Adi rencananya akan mulai berangkat keesokan harinya, Jumat 4 September 2009, pukul 04.00 dini hari.
Ket :- Kondisi di pengungsian pascabencana mudah membuat pengungsi jenuh, bosan, dan stres. Kehadiran relawan Tzu Chi yang menghibur dan memperhatikan mereka dapat menjadi sedikit penyejuk di hati mereka. (kiri) Berangkat dari Jakarta Setelah melakukan perundingan singkat, maka diputuskan sebanyak 350 dus mi instan, 50 dus air mineral, 120 bungkus wafer, 120 botol obat gosok, 300 buah selimut, 15 tenda, dan 2 rol tambang didistribusikan ke desa-desa di Tasik yang terkena gempa. Untuk pemberian bantuan ke desa-desa di wilayah Tasik dilakukan oleh Adi, Chandra Chaidir, Agus Djohan, Salim, Lim Yung Chen, Lim Chian Liang, dan beberapa relawan Tzu Chi Bandung. Sedangkan Heming, Benny, Iwan, Niky, dan Jandi ditugaskan untuk mendistribusikan 345 dus mi instan, 1 ton beras, 10 dus kurma, dan 10 buah tenda pleton ke Kabupaten Ciamis. Beberapa barang seperti mi dan tenda harus diambil Heming di gudang milik Asikin yang terletak di Jl. Ir. H. Juanda No 88, kecuali beras dan kurma yang sehari sebelumnya sudah didrop oleh Herman ke lokasi bencana yang dituju.
Ket : - Pada sore hari tanggal 4 September 2009, relawan Tzu Chi telah tiba di Kecamatan Mangunjaya dan Banjarsari untuk menyalurkan bantuan logistik berupa mi instan, tenda, beras, dan kurma.(kiri) Dengan membawa dua buah truk ukuran sedang, Heming beserta rombongan berangkat menuju Jalan Ir. H. Juanda yang berada di pinggiran Kota Tasikmalaya. Sesampainya di gudang, Heming yang bertemu langsung dengan Asikin langsung berkata, ”Shixiong, maaf ya ngerepotin, gudangnya dipakai untuk nitip barang,” sapa Heming. ”Ga apa-apa. Memang harus begitu kok. Ini semua kan untuk kemanusiaan,” balas Asikin. Hubungan Asikin dengan relawan Tzu Chi bisa dikatakan cukup dekat. Asikin sudah lama mengenal Tzu Chi dan ia kerap kali meminjamkan gudangnya kepada relawan Tzu Chi untuk menyimpan barang-barang bila diperlukan. Setelah semua barang-barang logistik selesai dimasukkan ke dalam truk, rombongan ini kembali berangkat meninggalkan Tasikmalaya menuju Batalion Infantri 323 Raider yang berada di Banjar. Jarak antara Tasikmalaya dengan Banjar cukup jauh, ditambah dengan belum adanya pengalaman melintasi kota itu membuat perjalanan menjadi semakin jauh. Setelah melintasi jalan menanjak, berliku, dan beberapa kali bertanya kepada penduduk setempat, akhirnya rombongan ini bisa sampai di batalion pada pukul 14.00. Letkol Andi menyambut rombongan relawan Tzu Chi dengan hangat dan ramah. Tanpa banyak berunding lagi, Letkol Andi segera mengantar Heming dan kawan-kawannya menuju Kecamatan Mangunjaya dan Banjarsari di Kabupaten Ciamis yang dikabarkan sampai sore itu belum menerima bantuan dalam bentuk apa pun dari pihak luar.
Ket: -Relawan meninjau lokasi bencana di Kampung Cikole, Kelurahan Margamukti, Kecamatan Pangalengan, Bandung. Di daerah ini, 60% rumah warga yang mengungsi rusak total akibat gempa. (kiri) Mangunjaya dan Banjarsari yang Terlewatkan Di posko yang didirikan oleh KOSTRAD ini, Heming dan Benny bertemu langsung dengan Heri Rianto, Camat Mangunjaya dan Huga Yugasuara, Camat Banjarsari. Kedua camat ini memberitahukan bahwa 21 desa di Banjarsari mengalami kerusakan dengan rincian, 89 rumah hancur, 971 rumah rusak berat, 1.776 rumah rusak ringan, 1 orang meninggal dunia, 1 orang luka berat, dan 4 orang luka ringan. Sedangkan di Kecamatan Mangunjaya sebanyak 268 rumah rusak berat, 652 rumah rusak ringan, 2 orang meninggal dunia, 2 orang luka berat, dan 2 orang luka ringan yang tersebar di 5 desa. Dalam pertemuan itu, Heming dan Benny bermaksud untuk dapat menyerahkan bantuan secara langsung kepada warga yang tertimpa musibah. Tetapi dengan alasan wewenang koordinasi, Heri Rianto menolaknya. ”Barang-barang diserahkan saja kepada kami dan kami yang akan bagikan sendiri (kepada warga),” kata Heri dengan tegas. ”Baik, Pak. Karena kami tidak ingin mencampuri wewenang Bapak. Tetapi secara simbolis kami berharap bisa mengundang perwakilan dari masyarakat Mangunjaya agar mereka mengetahui barang-barang bantuan yang kami berikan kepada mereka,” balas Benny. Selanjutnya Letkol Andi menambahkan, ”Ini sifatnya simbolis, Pak, agar masyarakat tahu bantuan yang diberikan kepada mereka. Selebihnya Bapak dan satuan koordinasi lapangan yang mengaturnya, kami sudah memahami itu.” Akhirnya Heri pun memahami maksud dari relawan yang tidak ingin mencampuri wewenangnya. Kegiatan pemberian bantuan secara simbolis yang disaksikan oleh warga pun dapat terlaksana. Selesai penyerahan bantuan, Benny dan Niky ditemani oleh Letkol Andi segera berkeliling desa untuk meninjau langsung kondisi masyarakat saat itu. Begitu melihat banyak masyarakat yang belum mendapatkan bantuan makanan dan membangun tenda secara darurat dengan karung-karung beras, hati Benny menjadi terenyuh. Ia merasa sedih, sebab sampai di hari kedua setelah gempa, desa ini masih belum tersentuh bantuan luar selain bantuan dari Tzu Chi yang tiba sore itu. ”Pak, bantuan makanannya atuh. Semua makanan sudah tertimpa rumah jadi hanya seadanya ini,” keluh salah satu ibu. ”Kalau bisa mah tenda juga, Pak. Kalau hanya pakai ini (karung beras) takut hujan kebocoran,” kata seorang bapak kepada Benny. Benny hanya terdiam merasakan keluhan mereka. ”Iya, sudah ada bantuan berupa mi dan tenda di posko. Besok dibagikannya ya,” kata Andi menyibak Benny yang masih terdiam. Kelar berkeliling desa, Heming, Benny, Iwan, Niky, dan Jandi lantas menuju Kota Tasikmalaya untuk beristirahat dan merencanakan kegiatan mereka untuk keesokan harinya. Tepat pukul 23.00, rombongan telah tiba di penginapan Kota Tasikmalaya dan sudah ditunggu relawan He Qi Selatan: Abdul Muis, Rudi Suryana, Suherman, Sutarman, Suprijanto, dan Sukimin. Menurut Rudi, mereka berangkat dari Jakarta setelah salat Jumat dan tiba di Tasikmalaya menjelang malam. Bersambung | ||