Selamat dari Bencana (bagian 4)

Jurnalis : Apriyanto , Fotografer : Apriyanto
 

foto"Jangan banyak minum limun, nanti bisa sakit tenggorokan ya, De," pesan Rudi Suryana ketika menjumpai seorang anak di tenda pengungsian. Selain bantuan fisik, kehadiran relawan Tzu Chi juga dapat menghibur dan menenteramkan batin warga pascabencana.

 

 

 

Hari Ketiga Pascabencana
Sabtu, 5 September 2009, sekitar pukul 09.00 pagi, rombongan yang kini sudah berjumlah 17 orang ini melanjutkan perjalanan menuju Cigalontang, Tasikmalaya untuk melihat hal-hal apa saja yang bisa dikerjakan oleh relawan. Ketika sampai di Cigalontang, lokasi ini sudah dibanjiri oleh LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), partai-partai, Marinir, stasiun televisi, dan perusahaan-perusahaan yang peduli bencana. Jumlah mereka mencapai puluhan dan bantuan logistik pun terus berdatangan hingga memenuhi gudang kecamatan.

 

 

 

 

Melihat keadaan ini, relawan Tzu Chi langsung berunding mengenai tindakan yang tepat dilakukan oleh Tzu Chi. ”Di sini sudah terlalu banyak lembaga swadaya masyarakat. Bahkan terlihat sudah membanjiri. Kita Tzu Chi tidak ingin terlihat tampil. Kalau kita bandingkan dengan yang di Ciamis, di sana mereka belum tersentuh bantuan dan hanya baru kita yang masuk,” terang Heming kepada Agus Djohan. ”Betul shixiong, di sana makanan yang baru mereka terima itu adalah mi (instan) yang kita serahkan kemarin, dan sampai malam kita pulang belum ada bantuan dari LSM lain. Sampai terakhir kita pulang,” kata Benny menambahkan.

Di luar perundingan, Rudi Suryana sedang berkumpul-kumpul dengan warga yang berada di tenda pengungsian. Di antara warga yang mengerumuninya, Rudi sebisa mungkin menghibur mereka dengan canda-canda kecil dan nasihat seputar kesehatan. Selanjutnya Rudi pergi mengunjungi bagian logistik yang ada di posko bantuan bencana. Salah satu petugas mengatakan kepada Rudi bahwa mereka menerima banyak bahan makanan, tetapi sayangnya mereka mengalami kekurangan bumbu dapur. Mengetahui kebutuhan yang diperlukan oleh pihak logistik, Rudi langsung berinisiatif pergi ke Pasar Ikan Singaparna untuk membeli bumbu dapur.

“Pak, kami mau beli banyak bumbu, bawang, cabe, (dan) daun salam. Tolong dikasih murah ya, karena ini untuk sumbangan korban bencana alam,” tawar Rudi kepada salah seorang pedagang sayuran. “Oh, kemarin kita tukang sayur juga sudah nyumbang buat mereka.” “Iya, tapi sekarang yang mereka butuhkan itu bumbu dapur,” balas Rudi. “Ya enggaklah, Pak. Kita nga mainin begitu, apa lagi saya lagi puasa saya nga berani,” jelas si pedagang. Rudi pun akhirnya membeli banyak bumbu untuk persediaan satu minggu. Sebelum Rudi mengakhiri transaksi dengan pembayaran, si pedagang berkata, “Pak, ini ada banyak kol masih bagus-bagus, dibawa aja ke sana.” “Ya sudah, Pak, daun serehnya ga usah dibayar, saya ikhlas buat ngebantu,” kata salah satu pedagang lainnya yang barang dagangannya ikut dibeli Rudi. “Kalau begitu terima kasih banyak ya, Pak,” balas Rudi gembira.

 

foto  foto

Ket :- Rudi Suryana sedang berkumpul-kumpul dengan warga yang berada di tenda pengungsian. Berdialog             adalah salah satu terapi untuk menghilangkan trauma bagi warga korban gempa. (kiri)
         - Salim, relawan Tzu Chi tengah menghibur salah seorang anak di tenda pengungsian. Anak-anak adalah             sosok yang mudah terkena guncangan, namun juga mudah untuk dipulihkan traumanya.   (kanan)

Sambil menunggu Rudi yang sedang berbelanja di pasar, beberapa relawan mencoba membuat kesibukan dengan membantu masyarakat mendirikan tenda di salah satu RT. Saat sedang asik bekerja, shijie Nadya, Pepeng, Imelda, Hj. Ebok, dan H. Sahid shixiong dari Bandung datang menghampiri Adi dan Benny yang sedang berdiri di depan tenda. Mereka bilang, mereka membawa makanan kecil dalam jumlah yang tidak besar. Kepada relawan Tzu Chi Bandung, Benny menerangkan kalau di Mangunjaya, Ciamis masih kekurangan bantuan dan sampai tengah hari ini pun masyarakat di sana belum mendapat suplai logistik dari pihak lain. Tanpa banyak buang waktu, kelima relawan ini langsung pergi meninggalkan Cigalontang menuju Mangunjaya.

Ketika Rudi telah kembali dari pasar dan semua relawan berkumpul, Abdul Muis bertanya kepada Adi, “Pak Adi, ini sebelum kita putuskan akan memberikan bantuan kelanjutan, apa ada baiknya kalau kita pergi dulu melihat kondisi di Mangunjaya?” “Iya betul. Langsung aja ya, kita berangkat sekarang,” kata Adi setuju. Segera saja mereka melanjutkan perjalanan dengan terlebih dahulu mendatangi batalion untuk menjemput Letkol Andi dan bersama-sama mengunjungi Mangunjaya.

Kunjungan Kedua di Mangunjaya dan Banjarsari
Tepat pukul 19.00, rombongan relawan Tzu Chi dan Letkol Andi tiba di Mangunjaya. Yang mengagetkan, ternyata lima relawan dari Bandung masih berada di lokasi. “Loh mereka masih menunggu di sini?” kata Benny dari dalam bus. Sesudah semua relawan keluar dari dalam bus, Nadya yang sudah sedari tadi berada di lapangan berkata kepada Adi, Heming, dan Benny bahwa di desa itu terjadi kecemburuan. Pasalnya, desa lain yang juga mendapatkan musibah tidak menerima bahan-bahan bantuan sebanyak desa Mangunjaya tempat didirikannya posko bantuan. Nadya dan Pepeng juga menceritakan kalau tadi siang ia sempat bertemu dengan Heri, Camat Mangunjaya. Dalam perjumpaan itu, Heri tidak mengijinkan Nadya dan rekan-rekan untuk membagikan secara langsung kepada warga. Bahkan menurut Pepeng, Heri berkata bila jumlah barang yang diserahkan sedikit, lebih baik tidak usah sama sekali daripada nantinya justru menimbulkan masalah. 

Letkol Andi yang tadinya berada di luar kerumunan relawan Tzu Chi menjadi ikut bergabung untuk menjernihkan situasi yang mulai mengeruh. “Mungkin Camat memiliki misi tersendiri. Melihat jumlah korban yang banyak, tetapi sedikitnya bantuan, membuat camat harus memilah-milah penyerahan bantuan,” terang Andi. “Lebih baik kita survei berapa keluarga yang menjadi korban gempa dan kebutuhan-kebutuhan apa saja yang mereka perlukan. Cara ini akan lebih efektif,” tukas Adi. “Iya, itu akan lebih baik. Atau, bagaimana bila relawan Tzu Chi yang menyurvei dan kami dari yonif akan memfasilitasi keamanannya,” sambung Letkol Andi.

 

foto  foto

Ket : -Para relawan Tzu Chi bersama-sama mendirikan tenda darurat untuk para korban gempa di Desa             Mangunjaya dan Banjarsari, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. (kiri)
         - Para relawan Tzu Chi dengan sepenuh hati mendirikan tenda bagi warga korban gempa. Para korban tinggal             di tenda-tenda darurat karena rumahnya tidak layak untuk dihuni kembali. (kanan)

Dari perundingan yang singkat itu akhirnya disepakati Tzu Chi meminta bantuan kepada yonif untuk mendata kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan oleh masyarakat, dan siapa-siapa saja yang berhak menerima bantuan lanjutan. Sebab yang dikhawatirkan oleh relawan Tzu Chi adalah akan muncul orang-orang susah dadakan hanya karena mereka ingin menerima bantuan yang sesungguhnya mereka masih sanggup untuk memulihkan sendiri. “Ini merupakan tanggung jawab yang besar karena memerlukan objektivitas. Kami akan gunakan intelijen dalam hal ini,” kata Letkol Andi kepada relawan Tzu Chi. “Terima kasih, Pak, kami sangat mempercayakan tugas ini kepada Bapak,” ucap Benny.

Kelar berunding, sebagian relawan mulai bekerja mendirikan tenda darurat dan sebagian lagi pergi bersama Letkol Andi untuk meninjau warga yang mengungsi di tenda-tenda. Dalam kunjungan yang kedua ini, rencananya Adi dan Heming akan membawa berita ini untuk dirapatkan di Tzu Chi Jakarta guna membahas program bantuan kelanjutan Tzu Chi ke depannya bagi para warga korban gempa ini.

Gempa yang terjadi pada hari Rabu, 2 September 2009 dengan kekuatan 7,3 skala Richter ini telah membawa kerugian, baik materil maupun jiwa bagi masyarakat di Kabupaten Tasik, Ciamis, dan Cianjur, Jawa Barat. Gempa juga menimbulkan kepedulian dari banyak pihak. Tidak hanya Tzu Chi, tetapi lembaga-lembaga lain juga turut bersumbangsih pada musibah ini. Adi Prasetyo, Letkol Andi Perdana Kahar, Heming, Benny Makulawu, Radhitya Raharja Asikin, dua orang pedagang sayur di Pasar Ikan Singaparna, dan relawan Tzu Chi lainnya adalah mereka-mereka yang terpanggil jiwanya untuk bersumbangsih kepada masyarakat. Yang dapat dipetik dari kejadian ini adalah bahwa kehidupan manusia penuh ketidakpastian, dan di balik kehidupan manusia yang individualis dan materealistis, ternyata masih ada sisi kemuliaan, yaitu jiwa kerelawanan.

Tamat

 
 

Artikel Terkait

Kesempurnaan Sebuah Baksos

Kesempurnaan Sebuah Baksos

19 Oktober 2009
Sabtu, 17 Oktober 2009 adalah hari yang penting bagi Aceng Santari dan Muhamad Subekti. Setelah lama menanti kesembuhan, akhirnya pada hari itu mereka bisa mendapatkan pengobatan secara gratis melalui bakti sosial yang diadakan oleh Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia bekerja sama dengan Korem 064 Maulana Yusuf, Banten.
Mengasah Kepekaan Diri

Mengasah Kepekaan Diri

05 Agustus 2011
Banyak relawan baru yang bergabung dengan insan Tzu Chi dalam dua hari ini, salah satunya Widarto, ia tinggal di Bagan dan ia saat ini sedang menikmati liburannya di Jakarta. Widarto berpartisipasi dalam kegiatan ini, mengisi liburannya dengan berbuat baik terhadap sesama.
Bantuan Beras dan Masker Medis untuk 24 Kelurahan di Kota Bandung

Bantuan Beras dan Masker Medis untuk 24 Kelurahan di Kota Bandung

09 Agustus 2021

Sebanyak 10.000 paket berisi 5 kg beras dan 10 pcs masker dari Tzu Chi Bandung disalurkan ke 24 kelurahan di Kota Bandung untuk membantu masyarakat yang terdampak Covid-19.

Seulas senyuman mampu menenteramkan hati yang cemas.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -