Semangat, Doa, dan Dukungan

Jurnalis : Juliana Santy, Fotografer : Juliana Santy

Walaupun sedih melepas kepergian anak, namun mereka tetap menyemangati anak-anaknya agar jangan bersedih dan belajar dengan sungguh-sungguh.

Selasa pagi itu (5/8), suasana haru terlihat antara orang tua dan anak. Sebanyak 21 anak-anak penerima beasiswa berkumpul di Bandara Lewoleba, Lembata, NTT. Hari itu adalah hari “perpisahan”, hari dimana orang tua melepas anak-anaknya untuk terbang menggapai harapan dan masa depan yang lebih baik. Meski ada air mata yang terurai dari orang tua saat berpisah jauh untuk sementara waktu dengan anak-anaknya, namun orang tua tetap melepas anaknya dengan senyuman dan doa.

“Sekolah harus baik-baik, apa yang dicita-citakan harus tuntas,” pesan seorang ayah saat di bandara kepada anaknya yang menangis dipelukan ibunya. Ayah itu juga berpesan kepada anaknya bahwa pendidikan saat ini bukan ia yang membiayai, Tuhan melalui kuasanya mengirimkan orang untuk membantu, jadi kesempatan ini harus dimanfaatkan dengan sungguh-sungguh dan selalu ingat untuk berdoa.

Satu persatu anak-anak memasuki ruang tunggu bandara. Anak dan orang tua mulai terpisahkan oleh sebuah tembok. Kebanyakan orang tua tidak langsung pulang saat anaknya masuk untuk menunggu pesawat yang akan datang sekitar satu jam kemudian. Mereka menunggu di luar bandara, menunggu hingga anaknya memasuki pesawat terbang dan akhirnya tak terlihat lagi oleh mata mereka. Terlihat saat kami akan memasuki pesawat,  orang tua berdiri di depan pagar kawat dan melambaikan tangannya untuk anak-anaknya, sampai pesawat mulai lepas landas, mereka pun masih melambaikan tangan kearah pesawat. Kami yakin lambaian itu disertai doa yang tulus untuk setiap anak.

Para orang tua memberikan lambaian terakhir kepada anak-anaknya dari balik pagar bandara hingga anaknya masuk ke dalam pesawat dan terbang.

Sekitar pukul 10 pagi kami tiba di Bandara El Tari, Kupang. Di sana kami menunggu 16 teman-teman lainya beserta 2 relawan yang datang dari Larantuka. Setelah rombongan tersebut tiba, akhirnya 37 anak-anak terkumpul sudah. Rombongan akan menginap semalam di Kupang sebelum keesokan harinya berangkat ke Jakarta.

Menjalin Keakraban

Waktu luang yang ada dimanfaatkan oleh relawan untuk menjalin keakraban antar anak asuh yang berasal dari Nusa Tenggara Timur ini. Beberapa permainan kecil dilakukan untuk memecahkan ketegangan yang ada dalam diri setiap anak agar mereka dapat tertawa lepas. Mereka juga secara tidak langsung diajak untuk berani maju ke depan untuk berbagi kisah pengalamannya kepada orang lain. Ketika setiap anak diminta berbagi alasan mengapa mereka ingin melanjutkan sekolah lagi, hampir sebagian besar menjawab karena ingin mengapai cita-cita dan memperbaiki kehidupan, selain itu juga hampir semua menjawab satu alasan lain yang sama, yaitu karena ingin membahagiakan orang tua mereka.

Waktu satu malam di Kupang dimanfaatkan untuk menjalin keakraban diantara setiap anak. Mereka juga menampilkan drama singkat mengenai keinginan mereka menjadi perawat yang baik.

“Saya ingin melanjutkan kuliah karena cita-cita saya ingin menjadi seorang dokter, merawat orang yang sakit,” sharing seorang anak yang bernama Appollonaris B. Atawollo. Ia juga berpesan kepada teman-teman lainnya untuk tidak lagi bersedih karena sudah berpisah dengan orang tua. “Kita pergi bukan sia-sia, bukan untuk bersenang-senang, tetapi untuk mengapai cita-cita kita untuk membahagiakan orang tua kita. Kita harus memiliki ikatan persaudaraan yang kuat supaya nanti kalau disana ada teman yang kesusahan kita dapat saling membantu,” ujarnya. Ia merasa walaupun baru satu malam bersama dengan anak-anak lainnya, relawan, dan mama asuh, ia sudah merasa nyaman dan dekat seperti satu keluarga. Ia juga bercerita bahwa hari ini ia mendapatkan pesan singkat yang dikirimkan oleh Mamanya. “Tadi saya juga dapat SMS dari mama, katanya berbuat baik kepada sesama, ucapkan terima kasih pada Yayasan Buddha Tzu Chi,” ucap Appolonaris.

Appollonaris berpesan kepada teman-temannya untuk tidak lagi bersedih karena berpisah dengan orang tua.

Rasa syukur juga diungkapkan oleh Gabriela Nahego Wadu yang berasal dari Kabupaten Lembata. “Saya sangat bersyukur kepada Tuhan karena kemauan-Nya kami bisa bertemu dengan Yayasan Buddha Tzu Chi yang membantu kami sehingga kami bisa bersekolah di tempat yang luar biasa dan menjadi orang yang berguna bagi bangsa.  Sebentar lagi kita akan berangkat ke Jakarta, “deg-deg”an sangat, karena kita akan memasuki hidup baru, bertemu dengan orang-orang baru lagi. Saya berharap kita semua yang ada disini tetap menjadi keluarga dan bisa saling membantu. Dan untuk mama-mama (relawan Tzu Chi) terima kasih, pastinya sampai di sana kami tidak akan ada kesulitan karena ada kalian semua yang siap membantu kami dalam keadaan apapun,” ucap Gabriela.

Tiga puluh tujuh anak-anak ini nantinya akan menempuh pendidikan yang berkaitan dengan medis, yaitu perawat dan bidan. Menjadi perawat dan bidan adalah satu panggilan yang mulia karena untuk menyelamatkan orang lain. Dengan adanya semangat dari anak-anak untuk belajar, doa dari orang tua yang terpisah jauh, serta dukungan dari relawan yang siap menjadi orang tua mereka nanti di sana, kelak anak-anak ini pasti dapat mencapai impiannya untuk merubah kehidupan dan membahagiakan orang tuanya masing-masing.

Ye Jiao yang juga menjadi mama mereka nanti di Jakarta memberikan pesan kepada anak-anak.


Artikel Terkait

Semangat, Doa, dan Dukungan

Semangat, Doa, dan Dukungan

06 Agustus 2014 Selasa pagi (5/8), suasana haru terlihat antara orang tua dan anak. Sebanyak 21 anak-anak penerima beasiswa berkumpul di Bandara Lewoleba, Lembata, NTT. Hari itu adalah hari “perpisahan”, hari dimana orang tua melepas anak-anaknya untuk terbang menggapai harapan dan masa depan yang lebih baik.
Hakikat terpenting dari pendidikan adalah mewariskan cinta kasih dan hati yang penuh rasa syukur dari satu generasi ke generasi berikutnya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -