Semangat Juang Bapak Tujuh Orang Anak
Jurnalis : Veronika Usha, Fotografer : Veronika Usha * Bagi Wati, para relawan Tzu Chi adalah tempat untuk berbagi. "Seperti memiliki keluarga baru," tegas Wati tentang arti kehadiran relawan bagi dirinya. | Allahuakbar..... Allahuakbar..... Suara azan Subuh kian berkumandang. Mendengar "panggilan" tersebut, Amir segera membuka mata, dan mengakhiri mimpinya. Setelah menyelesaikan salah satu rukun Islam (salat Subuh), Amir yang sudah terbiasa bangun pukul 04.00 ini, mulai menuruni anak tangga Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Muara Angke, menuju kebun mungil milik warga blok Kelapa. "Habis shalat, biasanya Bapak langsung turun dan menyiram tanaman," ucap Salbiah (44), istrinya. |
Tanaman yang ditanam dan dirawat oleh Amir diperoleh dari tempatnya bekerja. Salbiah menjelaskan, "Sejak dulu Bapak memang suka sama tanaman. Tanaman-tanaman yang ditanam Bapak di kebun bawah itu, Bapak dapat dari Komplek Blok 10, Muara Angke, Jakarta Utara. Karena di sana bapak juga bertugas bersihin taman, jadi bapak sering membawa tanaman yang berlebih atau tidak terpakai ke rumah." Sudah hampir 8 tahun, Amir dan keluarganya menempati rumah No 3C, blok Kelapa A2, Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Muara Angke, Jakarta Utara. Jauh berbeda dengan tempat tinggalnya dulu, Salbiah bersyukur bisa meninggalkan rumah kumuhnya di bantaran Kali Adem, dan menempati sebuah rumah sederhana layak huni. "Dulu kami tinggal di atas bantaran kali. Untuk mandi dan mencuci kami pakai air sungai yang kotor itu. Biar bening, biasanya kami campurkan kaporit ke dalamnya," ungkap Salbiah. Salbiah mengaku, sekarang kesehatan keluarganya jauh lebih baik, meskipun kemiskinan yang dulu memaksa ia dan keluarganya tinggal dibantaran kali, masih terus membayangi kehidupan mereka hingga sekarang. "Gali lobang tutup lobang Mbak, yang penting sekarang anak-anak bisa makan dan sekolah itu sudah cukup," ucap Salbiah, menjelaskan kondisi perekonomian keluarganya. Ket : - Tidak hanya bantuan pengobatan, para relawan Tzu Chi juga melakukan pendampingan terhadap Amir dan Bantuan Pengobatan Kondisi kaki Harwati yang tidak sekuat dulu, membuat Amir dan istrinya meminta Harwati mencari pekerjaan yang tidak terlalu berat. "Alhamdullilah, dia sekarang bekerja di toko es cream dari Korea. Pekerjaannya pun tidak terlalu berat, hanya menjaga stan di mal," ungkap Amir senang. Kecelakaan tabrak lari itu terjadi pada bulan September 2007. Tulang paha sebelah kanan gadis berumur 23 tahun ini patah, dan dengan uang tabungan seadanya, Amir membawa Harwati ke pengobatan alternatif di daerah Pasar Rumput, Manggarai, Jakarta Selatan. Setelah dua bulan berjalan, Harwati pun akhirnya mulai bisa berjalan dengan menggunakan tongkat. "Waktu itu Yayasan Buddha Tzu Chi melakukan kontrol kepada seluruh penghuni Perumahan Cinta Kasih. Setelah melihat tongkat Wati dan mendengarkan kesulitan keluarga Amir, akhirnya para relawan menawarkan bantuan pengobatan kepada Wati ," jelas Menny Thalib, salah satu relawan yang menuturkan awal jalinan jodoh Tzu Chi dengan keluarga Amir. Setelah melakukan survei dan meeting, akhirnya pihak Tzu Chi memutuskan untuk memberikan bantuan kesehatan kepada Wati dan Amir, yang saat itu juga tengah sakit. "Saat itu prioritas utamanya adalah pengobatan Wati. Setelah beberapa kali pemeriksaan, dokter yang menangani Wati menawarkan untuk melakukan operasi pemasangan pen (alat bantu untuk menyambung tulang yang patah-red)," jelas Menny Awalnya Wati menyetujui operasi pemasangan pen tersebut, namun dengan pertimbangan waktu pemulihan yang mencapai sekitar satu tahun, membuat gadis manis ini mengurungkan niatnya. "Kalau satu tahun saya harus istirahat, lalu yang akan bantu Bapak siapa?" ucap Wati lirih. Akhirnya Wati pun tidak jadi dioperasi, namun ia hanya melakukan pengobatan jalan dan terapi. "Saat itu, dokter Lutfi, yang menangani Wati memang tidak memaksakan untuk melakukan operasi, itu hanya sebuah pilihan saja, dan akhirnya pilihan membantu orangtua yang dipilih Wati," tambah Tan Soei Tjoe, salah satu relawan yang juga aktif mendampingi keluarga Amir bangga. Tidak lama setelah Wati kembali ke rumah, giliran Amir yang medapatkan bantuan pengobatan. Dengan ditemani beberapa relawan Tzu Chi, Amir diajak ke Rumah Sakit Khusus Bedah (RSKB) Cinta Kasih Tzu Chi, Cengkareng, Jakarta Barat untuk memeriksakan penyakit batuk dan sesak nafas yang sudah lama dideritanya. Setelah menjalani beberapa pemeriksaan, akhirnya Amir dinyatakan mengidap Tuberculosis (TBC). Setelah tahu Amir terkena TBC, para relawan langsung menyarankan untuk menjalani pengobatan secara rutin di RSKB Cinta Kasih. Ket : - Bersama rekannya, setiap hari Amir harus mengambil sampah seberat lebih kurang 50 kilogram di komplek Semangat itu Harus Ada Untuk menuju tempatnya bekerja, setiap hari Amir berangkat dari rumah pukul 06.30 WIB dengan menggunakan sepeda. Sesampainya di sana, ditemani seorang teman, Amir mulai mengambil sampah. "Setiap hari sekitar 50 kilogram sampah yang harus saya ambil," ucap Amir. Tidak hanya itu, setelah sejenak beristirahat, Amir harus meneruskan tugasnya, mengurus taman, dan menyapu jalan. "Kalau tidak begini, bagaimana anak-anak saya bisa makan dan sekolah. Saya juga mau bilang terima kasih kepada Tzu Chi, karena tidak hanya pengobatan penyakit saya, setiap bulannya Tzu Chi juga memberi bantuan sembako seperti beras, minyak goreng, gula, dan mi instan," jelas Amir. Saking semangat memenuhi kebutuhan rumah tangganya, Amir terkadang tidak peduli dengan kondisi tubuhnya sendiri. "Bulan Agustus kemarin, saya sempat masuk rumah sakit selama 5 hari karena terlalu lelah bekerja," jelas Amir yang mengaku tidak rutin memeriksakan penyakitnya karena pekerjaan yang tidak mungkin ditinggalkannya. "Kalau Bapak check up, dan tidak masuk bekerja gaji Bapak yang hanya 500.000 per bulan harus dipotong 50.000. Makanya Bapak milih tidak berobat, daripada harus dipotong gajinya," jelas Wati terbata. Semangat berjuang tidak hanya diperlihatkan oleh Amir, sang istri Salbiah dan Wati, anaknya, juga turut membantu pria kelahiran Makasar, Sulawesi Selatan ini mencari nafkah. "Dari gaji saya (Rp 700.000-Red), gaji bapak, dan penghasilan ibu mencuci baju, bisa memenuhi kebutuhan kami. Alhamdulilah, tidak pernah kami tidak makan," tutur Wati sambil menahan air matanya. Wati juga mengaku menunda berumah tangga karena prihatin dengan keadaan orangtuanya. "Tidak mungkin saya menikah, siapa lagi yang membantu Bapak? Sekarang saja rasanya saya ingin sekali menyuruh Bapak berhenti bekerja. Kalau sudah liat Bapak kambuh, rasanya sedih sekali." Ket : - Semangat berjuang sudah ditanamkan Amir kepada anak-anaknya sejak kecil. Tidak hanya belajar, Amir Menghadapi beratnya kesulitan hidup, Amir dan keluarga tidak pernah menyerah. Mereka yakin untuk tetap bertahan. "Saya sempat takut untuk mati. Bukan karena tidak bisa melihat dunia lagi, tapi takut meninggalkan istri dan anak-anak saya dalam kesusahan," tegasnya. Oleh sebab itu, setiap hari Amir selalu membakar semangat berjuang, dengan menjadi teladan yang baik dalam keluarganya. Begitu pula dengan Wati, meskipun ia tidak bisa meneruskan pendidikannya, Wati selalu memberikan dukungan kepada adik-adiknya untuk terus bersekolah. "Adik-adik saya harus terus sekolah," tekad Wati. Di antara empat anak Amir yang bersekolah, Ernawati kini bersekolah di SMK Cinta Kasih Tzu Chi. Wati menjelaskan, "Semenjak sekolah di sana, Erna berubah. Dia menjadi lebih rajin dan bersemangat untuk belajar, karena selalu memperoleh dukungan dari guru-guru di sana." Sehabis pulang sekolah pun, Erna juga meluangkan waktunya untuk mengajar di Sekolah Minggu, yang merupakan sekolah terbuka gratis untuk anak-anak di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi. Bibit cinta kasih keluarga Amir telah tumbuh dan bersemi. Ini terlihat dari kepedulian anak-anak Amir terhadap pendidikan. Tidak hanya itu, sebuah celengan bambu yang diberikan keluarga Amir di dalam kegiatan Buka Puasa Bersama kepada Tzu Chi juga menjadi saksi nyata, indahnya kebersamaan. "Semoga dengan uang ini, bisa membantu saudara kita yang lain," ucap Wati, penuh harap. | |
Artikel Terkait
Bekal Pelatihan Diri
02 September 2015 Menjelang pelantikan, insan Tzu Chi Indonesia Perwakilan Sinar Mas semakin giat mendalami budaya humanis Tzu Chi. Salah satunya dengan mengikuti Pelatihan Abu Putih Ketiga yang digelar pada Sabtu, 29 Agustus 2015 di Sungai Rokan Training Center.Sebuah Dunia yang Bersih
13 Oktober 2011 Suriadi Shixiong, selaku perwakilan dari Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia yang berkesempatan menjadi pembicara dalam menanggapi masalah pemanasan global mengajak semua peserta yang hadir untuk dapat terus menjaga, mencintai dan melestarikan lingkungan.Kepedulian Bagi Warga Korban Kebakaran di Medan Maimun
16 Agustus 2023Relawan Tzu Chi Medan komunitas Hu Ai Titi Kuning Medan memberikan 19 paket bantuan kepada warga korban kebakaran di jl. Badur, Kelurahan Hamdan, Kecamatan Medan Maimun pada 11 Agustus 2023.