Semangat Juara untuk Keluarga

Jurnalis : Arimami Suryo A, Fotografer : Arimami Suryo A
Kartini (dua dari kiri) dan beberapa relawan Tzu Chi He Qi Timur saat melakukan kunjungan kasih di kediaman Sintawati, Jl. Cipinang Latihan, No. 4, RT 10/013, Cipinang Besar Utara, Jakarta Timur.

Musibah kecelakaan yang terjadi pada dua tahun silam membuat Sintawati (45) semakin menghargai dan mensyukuri hidup. Sintawati, seorang pedagang kue telur gabus yang juga pelatih bela diri (taekwondo) di salah satu sekolah swasta di Jakarta ini tidak menduga akan mengalami peristiwa yang akan mengubah hidupnya. Tepatnya tanggal 20 Oktober 2014, ibu dua anak ini mengalami kecelakaan motor yang hampir membuat kaki kirinya diamputasi.

Kejadian tersebut berawal saat Sintawati ingin pulang menjenguk orangtuanya di daerah Karawang, Jawa Barat. Di tengah perjalanan, sepeda motor yang dikendarainya menghantam sebuah lubang di salah satu ruas jalan di wilayah Bekasi, Jawa Barat. “Sesaat setelah kejadian saya pun masih sadar, kemudian saya bangun, tapi dengan kondisi kaki kiri sudah tidak bisa menapak,” ungkapnya. Sintawati pun mendapatkan pertolongan pertama di salah satu rumah sakit di Bekasi.

Satu hari kemudian, kondisi kakinya ternyata semakin memburuk sehingga dibawa oleh pihak keluarga ke RS Carolus, Jakarta Pusat pada tanggal 21 Oktober 2014. Menurut diagnosa dokter, kondisi luka di kakinya sudah 80 % infeksi dan disarankan untuk diamputasi karena sudah masuk dalam kategori luka Grade III C (terdapat kerusakan yang hebat pada jaringan lunak termasuk otot, kulit dan struktur neovaskuler dengan kontaminasi yang hebat). 

Sintawati menunjukan hasil rontgen kaki kirinya sebelum menjalani operasi pemasangan pen.

Akhirnya Sintawati memutuskan untuk rontgen terlebih dahulu supaya bisa mengambil keputusan dengan baik.  Setelah melihat hasilnya, ternyata cukup bagus dan kakinya masih bisa disembuhkan dengan operasi pemasangan pen. Pada tanggal 28 Oktober 2014, seusai menjalani pemeriksaan di rumah sakit, banyak teman-temannya dari Wihara Silaparamita, Cipinang, Jakarta Timur yang menjenguk kerumahnya. Dari sini Sintawati mulai mengenal Tzu Chi. Salah seorang temannya yang ikut menjenguk menyarankannya untuk meminta bantuan ke Tzu Chi. Kebetulan komunitas relawan Tzu Chi yang terdekat dengan tempat tinggalnya adalah di  Hu Ai PGC (Pusat Grosir Cililitan) yang saat itu masih tergabung dengan Tzu Chi, He Qi Timur (kini Hu Ai PGC masuk ke wilayah komunitas He Qi Pusat -red).

Sintawati kemudian mendatangi Kantor Sekretariat Hu Ai PGC untuk mengajukan permohonan bantuan. Sesampainya di sana, ia bertemu dengan Maria, relawan Tzu Chi, dan berdiskusi mengenai kondisi yang dialaminya. Berbekal hasil rontgen, Sintawati dirujuk ke Rumah Sakit Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur untuk dioperasi. Pada tanggal 30 Oktober 2014, Sintawati melakukan operasi pemasangan pen. Dalam operasi  tersebut juga diambil sedikit bagian dari tulang panggulnya untuk  mempercepat pemulihan sel tulang di kakinya. Biayanya sendiri ditanggung jaminan sosial kesehatan dari pemerintah. Saat operasi, Maria  terus mendampingi Sintawati. 

Belajar Disiplin Tzu Chi

Bantuan biaya hidup yang diajukan ke Tzu Chi ternyata kemudian disetujui. “Bantuan yang diberikan Tzu Chi sangat membantu selama masa penyembuhan,” ungkapnya. Selama kurun waktu bulan Desember 2014 – Februari 2016, Sintawati mendapatkan bantuan biaya hidup dari Tzu Chi di masa pemulihan. Setiap bulan di minggu pertama, ia bersama penerima bantuan Tzu Chi lainnya di wilayah He Qi Timur melakukan gathering  dan mengambil bantuan dari Tzu Chi di Depo Pelestarian Lingkungan Tzu Chi, Kelapa Gading, Jakarta Timur. 

Keseharian Sintawati dalam membuat kue telur gabus.

Selama menerima bantuan, banyak hal yang dipelajari Sintawati dari Tzu Chi. “Saya belajar disiplin dari relawan, karena setiap kunjungan ke depo selalu diajarkan kerapian dan tepat waktu,” pungkasnya. Pelajaran yang didapatkan saat kunjungan ke depo pelestarian lingkungan ini tidak ia sia-siakan begitu saja, tetapi ia terapkan dalam kesehariannya. Semangatnya untuk menghidupi keluarga begitu besar, walaupun keadaannya belum pulih seperti sedia kala. Sintawati terkadang membawa kue telur gabus yang ia buat sesekali dalam masa pemulihannya untuk dijajakan pada saat gathering bersama penerima bantuan lainnya di Depo Pelestarian Lingkungan Tzu Chi Kelapa Gading. Seperti diungkapkan Kartini, salah satu relawan He Qi Timur saat melakukan kunjungan kasih ke rumah Sintawati. “Awalnya ia berjualan kue telur gabus sebelum kecelakaan, jadi Tzu Chi memberi bantuan biaya hidup karena ia belum bisa berjualan hingga proses penyembuhan,” ungkapnya.

Perjuangan Menghidupi Keluarga

Sebagai seorang single parent (orang tua tunggal) dan harus menghidupi dua anak yang masih bersekolah,  perjuangan Sintawati sangatlah berat. Musibah kecelakaan motor membuat Sintawati harus berhenti mengajar taekwondo karena kondisi kakinya sudah tidak normal. Pascakecelakaan, penghasilannya hanya bersumber dari penjualan kue telur gabus.

Dengan kondisi masih menggunakan tongkat penyangga, Sintawati tetap membuat kue tersebut walapun harus sampai merangkak di lantai untuk mencampur bahan-bahan serta menggoreng kue gabus tersebut. “Mungkin orang melihatnya gila, mengerjakan pembuatan kue harus merangkak-merangkak, tapi hanya itu yang bisa saya perbuat untuk menghidupi keluarga,” ungkapnya.

Medali juara pra PON ke-13 pada tahun 1993 menjadi kenang-kenangan Sintawati karena tidak bisa terjun dalam olahraga Taekwondo lagi.

Saat ini kondisi Sintawati sudah kembali stabil, walapun tidak bisa lagi menggeluti olahraga taekwondo. Kehidupan keluarganya pun sudah menunjukan peningkatan. Usaha penjualan kue telur gabusnya sudah semakin maju dan bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. Dengan kegigihannya, waktu luang saat tidak membuat kue ia jadikan sebagai peluang mencari rezeki lain untuk menambah pendapatan keluarga dengan menjadi pengantar jemput anak-anak sekolah.

Semangat yang begitu besar dalam diri Sintawati memang sudah terlihat semenjak muda, terbukti dengan prestasinya sebagai juara pra Pekan Olahraga Nasional ke-13 dalam cabang olahraga taekwondo pada tahun 1993 untuk wilayah Jakarta Utara dan Bekasi. Kecelakaan yang pada akhirnya mengubur dunianya dalam olahraga Taekwondo tidak membuatnya kalah dalam menghadapi tantangan kehidupan. 


Artikel Terkait

Mencintai Sesama Melalui Donor Darah

Mencintai Sesama Melalui Donor Darah

27 Februari 2019 Minggu, 24 Februari 2019, Tzu Chi Medan mengadakan kegiatan donor darah. Dalam kegiatan ini berhasil mengumpulkan 129 kantong darah.
Semarak Cinta Kasih di Rumah Sakit Baru

Semarak Cinta Kasih di Rumah Sakit Baru

03 November 2014 Antusiasme pengunjung  cukup  tinggi, sebab bazar ini  bukan bazar vegetarian biasa yang rutin diadakan setiap tahunnya. Bazar tahun ini sebuah upaya untuk menggalang dana bagi pembangunan Rumah Sakit Tzu Chi Indonesia.
Langkah Pertama Sebagai Bodhisatwa Dunia

Langkah Pertama Sebagai Bodhisatwa Dunia

28 Maret 2019
Untuk membantu para dermawan menapaki langkah pertama sebagai Bodhisatwa dunia, Tzu Chi Batam mengadakan Pelatihan Misi Amal Tzu Chi pada 24 Maret 2018 di Ruang Isyarat Tangan, Aula Jing Si Batam.
Hanya dengan mengenal puas dan tahu bersyukur, kehidupan manusia akan bisa berbahagia.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -