Semangat Menempa Pendidikan Walau Kurang Pendengaran
Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Metta WulandariHidup dengan kekurangan memang tak mudah. Seperti yang dijalani oleh Liani sekeluarga. Liani adalah seorang tunarungu yang menikah dengan suaminya yang juga tunarungu. Dari pasangan ini, lahirlah tiga orang anak yang dua di antaranya menderita kekurangan yang sama, dan hanya satu yang pendengarannya normal. Walaupun dengan keadaan yang tidak sempurna, Liani tetap menjalani kesehariannya dengan maksimal, meski harus berjuang dua kali lebih keras daripada orang lainnya.
Dalam dunianya yang sunyi, sehari-hari Liani masih beraktivitas layaknya orang lain. Ia secara berkala membantu temannya berjualan baju dan berbagai keperluan harian lainnya, secara online. Tak hanya itu, Liani juga aktif di komunitas difabel dan mengumpulkan barang-barang bekas di sana (kardus maupun botol bekas) untuk dijual. Itu adalah pemasukan tambahannya. Pendapatannya pun tak bisa pasti, padahal ia juga menjadi kepala keluarga karena sang suami tak mampu bekerja akibat penyakit vertigo yang dideritanya.
Relawan Tzu Chi komunitas He Qi Pusat mengunjungi kontrakkan Liani di daerah Senen, Jakarta Pusat dan memberikan satu paket sembako untuk keluarganya.
Namun begitu, ada saja keberuntungan yang dirasakan dalam setiap kehidupan. “Beruntung ada Tzu Chi,” itu kata Liani. Ibu tiga anak ini merasa Tzu Chi mempunyai peran yang penting di kehidupan keluarganya, karena anak keduanya, Rachell menjadi anak asuh Tzu Chi. Sejak kelas 4 SD hingga saat ini kelas 7 (satu) SMP, seluruh biaya sekolah Rachell dan uang penunjang sekolahnya dibantu oleh Tzu Chi selain juga mendapatkan keringanan dari sekolah.
“Terima kasih kepada seluruh relawan karena sudah terus mendampingi kami,” tutur Liani dengan ucapan terbata dilengkapi dengan isyarat tangan.
Denasari (seragam biru putih) dan Liefa (seragam abu putih) berbincang dengan Liani dan suaminya. Karena tunarungu, Liani dan relawan berbincang dengan masker terbuka agar memudahkan Liani mengerti ucapan dengan membaca gerak bibir relawan.
Detty Marbun, Kepala Sekolah SMP Advent 1 Jakarta menyambut relawan Tzu Chi dengan hangat. Mereka berbincang banyak tentang misi kemanusiaan.
Mendukung Pendidikan untuk Masa Depan
Rachell saat ini tidak bisa bersekolah di beberapa sekolah karena kondisinya yang tunarungu. Dulu Liani sempat mendaftarkan Rachell untuk masuk beberapa sekolah namun tidak ada yang menyanggupi untuk memberikan pengajaran baginya. Hingga akhirnya Liani menemukan Sekolah Advent 1 Jakarta yang bersedia mengajar siswa berkebutuhan khusus.
Kepala Sekolah SMP Advent 1 Jakarta, Detty Marbun menuturkan bahwa sekolahnya mempunyai prinsip bahwa setiap anak berharga, walaupun ada kelemahan, kekurangan tapi pasti ada kelebihannya. “Tuhan menciptakan setiap individu ya begitu, jadi kalaupun anak ini sulit untuk mendengar, mereka pasti ada kelebihan dan kami sebagai sekolah tidak mau menolak murid. Siapa pun akan kami terima dalam kondisi apapun dan sedapat mungkin kami berikan pendidikan selayaknya,” ungkap Detty Marbun.
Liefa, relawan Tzu Chi yang mendampingi keluarga Liani pun salut dengan pihak sekolah. Ia juga terkesan dengan Liani dan keluarganya yang tidak menyerah pada kekurangan. “Saya bersyukur bisa bertemu anak asuh yang spesial jadi saya pun bisa lebih banyak belajar dari mereka. Saya belajar semangat dari mamanya,” tutur Liefa. “Harusnya kan kita bisa lebih bersyukur, mereka saja dengan keterbatasan bisa lebih semangat. Gimana kita yang lebih sempurna,” lanjutnya.
Liani menjemput Rachell di sekolahnya setiap hari. Ia khawatir kondisi pendengaran yang kurang bisa membahayakan Rachell di jalan.
Liani mengajari Denasari bahasa insyarat tangan ‘terima kasih’ di akhir pertemuan mereka.
Dalam perjalanan ini, relawan ingin sekali memberikan dukungan dan pendampingan kepada Liani dan keluarganya yang sejalan pula dengan keinginan Liani yang ingin terus memberikan semangat pada Rachell. “Kami pasti men-support, mendukung, anak-anak ini agar mereka punya kekurangan tapi tetap bersemangat untuk mencapai cita-cita agar kehidupan mereka dan orang tuanya agar bisa lebih baik lagi dalam kehidupan dan mereka tidak putus harapan di tengah jalan,” kata Liefa.
Editor: Arimami Suryo A
Artikel Terkait
Menyemangati Nurul, Korban Gempa Palu
25 Februari 2019Bencana gempa dan
tsunami di Sulawesi Tengah, 28 September 2018 lalu menyisahkan duka bagi Nurul
Istikhara. Tak hanya kehilangan ibu dan adik, siswa kelas 1 SMA ini juga harus kehilangan
bagian tubuhnya. Relawan terus hadir untuk memberinya kekuatan.
Dengan Semangat Juara Ikut Kunjungan Kasih
05 Juli 2016Sabtu 25 Juni 2016, sejumlah relawan Tzu Chi dari komunitas He Qi Timur sudah berkumpul di pelataran gerbang depan Klub Kelapa Gading untuk memulai kegiatan kunjungan kasih dan survei kasus ke pasien penerima bantuan Tzu Chi. Diantaranya ada Sintawati, salah seorang yang pernah dibantu Tzu Chi.
Merawat Optimisme untuk Bisa Sembuh dan Melanjutkan Cita-cita
06 Mei 2021Tuberkulosis (TB) tulang menyerang Handreas yang masih berusia 21 tahun. Ia kini lumpuh, kedua kakinya tertekuk kaku, tulang pahanya mengecil karena keropos. Handreas yang dulu gemuk kini kurus kering dan hanya terbaring di kasur.