Tak pernah terbayang bagi Tias Bekti Cahyaningsih (18) harus menjalani operasi lebih dari 20 kali di tubuhnya sejak usianya menginjak 4 tahun. Bahkan kedua kakinya harus diamputasi sebagai efek dari tumor yang bersarang di tulang belakangnya. Di tengah berbagai cobaan yang ia hadapi, relawan Tzu Chi dan keluarganya sangat mendukung, menyemangati, serta menguatkan anak pertama dari 3 bersaudara tersebut.
Apa yang dialami oleh Tias ini memang terjadi secara bertahap. Nurkhayati (39) ibu dari Tias menceritakan awal mula cobaan yang dialami oleh putrinya tersebut. “Awalnya umur 4 tahun lebih, bangun tidur biasanya Tias pipis langsung jalan. Tetapi pagi itu berbeda,” cerita Nurkhayati saat dikunjungi relawan Tzu Chi di rumahnya di Kelurahan Kedoya Utara, Jakarta Barat (5/5/2021).
“Ma, Tias mau pipis.” “Ya udah sana jalan, kan biasanya jalan,” kata Nurkhayati mengingat kembali peristiwa yang menimpa Tias.
“Ma, kok Tias nggak bisa jalan?” ungkap Tias. Kemudian Nurkhayati bertanya, “Lho kenapa?” langsung dijawab oleh anaknya. “Nggak tau, kaki Tias lemes.”
Kemudian Nurkhayati mengangkat anaknya tersebut ke kamar mandi. “Ya udah, pipis,” kata Nurkhayati.
Tias pun bingung karena kondisi badannya berbeda dari biasanya. “Ma, kok nggak bisa?” Nurkhayati pun semakin bingung, “lah kenapa lagi?” “nggak tau,” jawab Tias.
Relawan Tzu Chi komunitas He Qi Barat 2 menyerahkan bingkisan cinta kasih kepada Nurkhayati (ibu dari Tias) saat berkunjung ke rumahnya di wilayah Kelurahan Kedoya Utara, Jakarta barat.
Sejak hari itu, Tias tidak bisa berjalan dan bagian tubuh dari perut ke bawah terasa lemas. Pertolongan pertama yang diberikan Nurkhayati adalah memberikan obat panas dalam dan buah-buahan karena menduga anaknya tersebut panas dalam. Ternyata sia-sia, Tias tetap saja tidak bisa berjalan, tidak bisa BAB dan BAK.
Beberapa hari kemudian, Nurkhayati juga sempat membawa Tias ke puskesmas dan dokter spesialis anak namun hasilnya tetap sama. Setelah 12 hari lebih, kondisi Tias yang semakin parah karena perutnya semakin membesar dan badannya membiru karena tidak bisa mengeluarkan kotoran dari tubuhnya.
Nurkhayati pun berinisiatif membawanya ke RS Sumber Waras. “Di sana dilakukanlah semua pengecekan dan dipasang kateter serta perawatan supaya bisa buang kotoran. Dari situ awal mulainya proses sakitnya dia dicari, dari mana asal kelumpuhannya itu,” cerita Nurkhayati.
Akhirnya dirawat selama 7 hari di rumah sakit, Tias diperbolehkan pulang. Setelah pulang, kondisi Tias kembali lagi seperti di awal. Akhirnya balik lagi ke RS Sumber Waras dan salah satu dokter yang menangani Tias berkata kepada Nurkhayati. “Bu, di sini alatnya tidak selengkap di RSCM. Lebih baik ibu datang ke sana untuk mengetahui lebih lanjut dari mana kelumpuhan kakinya dan kenapa tidak bisa BAB dan BAK,” kenang Nurkhayati.
Setelah mengikuti saran dokter, Nurkhayati kemudian datang ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) di Jakarta Pusat. Setelah dilakukan observasi dan di scan MRI, diketahui ternyata ada tumor di Medula Spinalis (sumsum tulang belakang). Penanganan medis yang disarankan untuk Tias adalah operasi pengangatan tumor dengan tujuan untuk pemulihan saraf yang terhubung ke tungkai kaki.
“Ya sudah dioperasi, kalau menurut dokter itu yang terbaik. Tapi dokter juga menjelaskan risiko-risikonya,” kata Nurkhayati.
Relawan Tzu Chi, Linna Burhan memeriksa kondisi tangan kiri Tias yang sudah mulai kebas dan terkadang mati rasa.
Setelah menjalani operasi pengangkatan tumor pada tahun 2010, dokter menjelaskan hanya 40 % pengangkatan tumornya yang berada di ruas-ruas tulang belakang karena terlalu berisiko untuk saraf-saraf lainnya. Dan yang paling mengejutkan dari diagnosa dokter, Nurkhayati harus menerima kenyataan bahwa kelumpuhan putrinya tersebut permanen.
“Kata dokter, tumornya ini tidak jinak juga tidak ganas. Akan tetapi dapat terjadi kelumpuhan di semua bagian tubuh secara perlahan,” cerita Nurkhayati.
Wanita yang setiap hari berjualan gorengan dan buruh kuli cuci itu pun seperti tersambar petir di siang hari. “Saat itu benar-benar hancur hati saya. Di situ saya mulai nge-down. Tetapi saya juga berpikir kalau saya nge-down nanti anak saya siapa yang merawat. Akhirnya saya kuatin hati saya, saya kuatin dia (Tias) juga. Dan saya memberi harapan ke dia walaupun sedikit berbohong, semoga nanti ke depannya Tias bisa jalan lagi,” kata Nurkhayati.
Cobaan yang Betubi-tubi
Tidak berhenti di sini, seiring berjalannya waktu kondisi kaki Tias yang sudah lumpuh semakin memburuk. Tias perlahan mengalami mati rasa dari bagian pusar ke bawah karena sehari-hari hanya bisa duduk saja. Kemudian terdapat luka di kaki Tias yang semakin hari semakin membusuk. Setelah diperiksa dokter orthopedi, ternyata tulang sambungan pinggulnya lepas kemudian dioperasi.
Pascaoperasi, kadar Albumin dalam tubuh Tias menurun hingga setengah dari batas normal. Badannya pun menjadi bengkak-bengkak dan dokter pun memvonis hidup Tias diperkirakan tinggal 8 bulan saja. “Waktu itu Tias tahu divonis usianya tinggal 8 bulan lagi. Sedih kenapa hidup Tias kok bisa sesingkat itu. Cuma mukjizatnya Tias bisa bertahan sampai sekarang,” kata Tias.
Kedua kaki Tias lama-lama juga mengeluarkan cairan dan menjadi busuk, sering demam dan berkali-kali keluar masuk RS. Dokter pun menyarankan untuk operasi amputasi kakinya satu persatu supaya tidak menjalar ke bagian tubuh lainnya.
“Waktu itu kakinya kan luka, dokter nyaranin buat diamputasi. Cuma nggak mau, karena Tias mikirnya ya mungkin ada mukjizat, trus bisa jalan. Cuma lama-kelamaan lukanya makin membusuk akhirnya Tias terima saran dari dokter untuk operasi amputasi karena mama yang meyakinkan bahwa Tias bisa sembuh walaupun kakinya nggak ada. ‘Ya nggak papa, Yas, yang penting kan sehat daripada keluar masuk rumah sakit terus’ begitu kata mama,” cerita Tias. Setelah kedua kaki Tias diamputasi demamnya pun sudah tidak sesering dulu.
Tahun 2019, Tias kembali harus menghadapi cobaan. Tiba-tiba tubuhnya sering kejang dan sehari bisa 6 kali kejang. Setelah diperiksa dan dilakukan MRI, hasilnya terdapat 2 tumor yang menekan syaraf di kepalanya sehingga mengakibatkan kejang-kejang. “Operasi terakhir itu tahun 2019, pengangkatan tumor di kepala Tias,” kata Tias.
Tetap Optimis di Tengah Keterbatasan
Nurkhayati dan Tias sangat bersyukur mendapatkan bantuan, perhatian, dan bingkisan dari Tzu Chi.
Nurkhayati sendiri saat ini hidup bersama anak-anak perempuannya. Suaminya telah meninggal dunia karena sakit. Setiap hari Nurkhayati bekerja menjajakan gorengan dan menjadi kuli cuci baju untuk menafkahi keluarga. “Memang berat sekali menjadi orang tua tunggal dengan pekerjaan hanya menjadi penjual gorengan dan kuli cuci,” kata Nurkhayati. Tetapi hal itu tidak menyurutkan semangatnya untuk terus bekerja demi anak-anaknya yang masih kecil dan tentunya demi Tias.
“Saya berharap operasi kemarin itu yang terakhir, badan dia (Tias) sudah lebih dari 20 kali operasi. Walaupun saya pasrah tetapi saya tetap berjuang, saya yakin apa yang saya perjuangkan. Semoga ke depannya tidak seperti apa yang divonis oleh dokter,” ungkap Nurkhayati saat berbincang-bincang dengan para relawan Tzu Chi.
Begitu pula dengan Tias, ia pun sudah berbesar hati dengan keadaanya. Terlebih lagi keluarga sangat mendukung dirinya. “Mama dan adik-adik juga membantu terus. Tias senang keluarga menerima Tias apa adanya,” kata Tias sambil tersenyum.
Tias sendiri bisa berjodoh dengan Tzu Chi karena tetangganya yang iba melihat kondisinya. Nurkhayati pun setuju saat diajak oleh tetangganya untuk mengajukan bantuan ke Tzu Chi pada tahun 2020.
“Pada saat ibunya mengajukan bantuan kepada Tzu Chi, kita kemudian berkunjung ke rumah Tias dan kondisinya sangat memperihatinkan sekali. Kita ingin membantu agar Tias dapat diringankan bebannya dan Tzu Chi langsung memproses pengajuan bantuannya,” jelas Linna Burhan, relawan Tzu Chi komunitas He Qi Barat 2 yang menjadi pendamping Tias. Dari pengajuan bantuan tersebut, Tzu Chi pun membantu Tias dengan memberikan bantuan pengobatan diluar BPJS, bantuan kursi roda, dan popok.
Linna pun senang melihat Tias yang tetap bersemangat walau pun kondisinya kekurangan. Dalam kunjungan ini, relawan juga terus memberikan dukungan kepada Tias dan keluarga. “Semangat Tias sangat luar bisa, juga ibunya yang begitu berjuang untuk anaknya. Harapan para relawan Tzu Chi untuk Tias supaya terus bersemangat. Kita melihat semangat Tias, kita juga menjadi terus bersemangat untuk membantunya,” kata Linna setelah menyerahkan bingkisan dari Tzu Chi.
Bahagia Bertemu Tzu Chi
Keluarga sangat mendukung Tias dengan kekurangannya. Terlebih lagi Nurkhayati yang sangat sayang kepada anak sulungnya tersebut.
Nurkhayati juga bersyukur bisa mengenal dan mendapat bantuan dari Tzu Chi. “Alhamdulillah, bersyukur banget dipertemukan dengan Buddha Tzu Chi. Relawan semuanya baik banget, terima kasih banyak atas segala bantuan dan terima kasih sudah mau menerima Tias dan saya,” kata Nurkhayati kepada relawan sambil memeluk Tias.
Setelah mendapatkan bantuan dari Tzu Chi, Tias pun berbahagia. Yang tadinya hanya bisa di tempat tidur saja, kini Tias dapat berjalan-jalan dengan kursi roda. “Sangat membantu, kalau kaya kursi roda dari Tzu Chi kan Tias bisa keluar sama adik keliling-keliling,” kata remaja yang hobi menggambar ini.
“Terima kasih untuk Yayasan Buddha Tzu Chi atas bantuannya untuk Tias. Tias harap ke depannya makin maju, makin banyak yang bisa dibantu. Semoga banyak orang juga yang bisa merasakan bantuannya kaya Tias,” ungkap Tias berbahagia.
Editor: Metta Wulandari