Seminar Penanggulangan Stunting & Tuberkulosis, Mendukung Pemerintah Menuju Indonesia Emas 2045

Jurnalis : Clarissa Ruth, Fotografer : Clarissa Ruth

Sebanyak 327 peserta mengikuti seminar yang diadakan TIMA tentang Stunting & Tuberkolosis. Peserta yang hadir bukannya hanya dari anggota TIMA tapi ada juga dari relawan Tzu Chi, tim medis dari berbagai rumah sakit dan juga masyarakat umum.

Minggu, 27 Oktober 2024 TIMA mengadakan seminar Stunting dan Tuberkolosis (TBC) kegiatan ini diadakan demi mendukung pemerintah dalam penanggulangan Stunting & TBC. Sebanyak 327 peserta yang ikut dalam seminar ini di antaranya ada dari anggota TIMA (Tzu Chi International Medical Association), tim medis dari berbagai rumah sakit, relawan Tzu Chi dan juga masyarakat umum. Stunting sendiri di Indonesia cukup tinggi, pada tahun 2022-2023 sempat terjadi penurunan tetapi hanya 0,1% sedangkan kasus TBC di Indonesia menempati urutan nomor 2 terbanyak di dunia setelah India.

Sebagai insan Tzu Chi yang fokus dalam misi kesehatan, TIMA tentunya sangat khawatir dengan penyakit yang semakin menyebar luas di Indonesia, terutama stunting dan TBC. Maka dari itu, ini saat yang tepat untuk bersama-sama belajar dan lebih peduli terhadap penyakit yang banyak menyerang anak-anak.

Bukan hanya dokter dari Tzu Chi Hospital dan RSCK, pembicara materi juga didatangkan dari rumah sakit lain di Jakarta yang memang ahli di bidangnya. Seperti Dr. dr. Verawati Sudarma, M.Gizi, Sp. GK, yang sedang memberi materi kepada relawan dan masyarakat umum tentang cara mencegah stunting dengan mengenali malnutrisi pada ibu hamil.

Ketua Harian TIMA, Dokter Ruth O Anggraeni, mengatakan bahwa seminar ini adalah langkah awal agar TIMA dan relawan bisa beraksi untuk menangani masalah ini. Seminar ini juga bertujuan membantu relawan dan masyarakat umum yang hadir untuk lebih memahami apa itu stunting dan TBC serta cara pencegahannya.

“Seminar hari ini kita bagi dua kelas, satu khusus para medis dan anggota TIMA, satu lagi kita khususkan untuk para relawan dan masyarakat umum. Di sesi relawan sendiri dibuat agar mereka benar-benar bisa mengerti jadi harus dikasih penjelasan dari basicnya. Pasti hatinya ingin turun membantu bila ada kasus Gan En Hu yang seperti ini tetapi mereka juga harus mengerti, itulah tujuan seminar ini dilakukan,” jelas Dokter Ruth.

Pembicara yang mengisi materi adalah mereka yang ahli dan paham tentang Stunting juga Tuberkolosis. Salah satunya dr. Amelia, Sp.A seorang dokter anggota TIMA yang juga bertugas sebagai Dokter Anak di Rumah Sakit Cinta Kasih, Cengkareng. Dokter Amelia menjelaskan apa itu stunting, juga menjelaskan cara pengukuran antropometri (berat dan tinggi badan) yang baik. Pengertian dari Stunting ialah anak-anak dengan tinggi badan lebih rendah dari pada anak-anak seumurnya, hal ini biasanya disebabkan karena kurangnya gizi yang bersifat kronis pada tubuh anak.

“Biasanya anak yang terkena stunting juga ada gangguan perkembangan lainnya seperti susah berjalan, susah berbicara. Pada anak yang stunting sebaiknya memang dilakukan atta laksanan (tindakan) berbentuk pengobatan oleh dokter spesialis anak,” ungkap Dokter Amelia.

Dokter Amelia, Sp.A, anggota TIMA sekaligus dokter spesialis anak yang bertugas di RS Cinta Kasih Tzu Chi memberi penjelasan tentang stunting yang mudah dimengerti oleh relawan dan masyarakat umum.

Dokter Amelia juga menjelaskan bahwa anak yang mengalami kekurangan gizi sebaiknya diberikan makanan dengan kandungan yang seimbang antara karbohidrat, protein, lemak, dan serat. Namun, bagi anak yang sudah mengalami stunting, memang harus ada tindakan lanjutan ke dokter spesialis anak agar tidak salah dalam pengobatan. “Anak yang mengalami stunting sudah menunjukkan gangguan perkembangan, sehingga penting ditangani dokter spesialis anak,” tambah Dokter Amelia.

Tidak hanya menambah ilmu, peserta juga dapat berdiskusi langsung dengan pembicara yang sudah ahli di bidangnya. Hal ini dirasakan oleh Setiawan, relawan He Qi Barat 2, yang berkesempatan bertanya tentang kasus Gan En Hu yang sedang ia tangani, di mana anak tersebut mengalami stunting dan belum bisa berjalan meskipun sudah berusia lebih dari 2 tahun.

“Memang makanan perlu diperhatikan, tetapi harus ada pemeriksaan kesehatan juga. Mengapa anak ini stunting? Apakah ada masalah lain? Memberikan makanan saja tidak cukup. Makanan harus benar-benar dikonsumsi oleh anaknya, dan cara pemberiannya juga harus benar,” jelas Dokter Amelia.

Ada beberapa kasus Gan En Hu yang terkena stunting membuat Setiawan relawan Tzu Chi dari He Qi Barat 2 ini tidak ingin ketinggalan momen untuk bisa menambah ilmu yang nantinya akan ia terapkan saat membantu dan mendampingi Gan En Hu.

Setiawan pun senang bisa mendapat pengetahuan baru. “Selama ini yang dijalani cuma dikasih nutrisi seperti susu, tapi hasil dari seminar hari ini saya dan para relawan lainnya mendapat pencerahan untuk nantinya kami bisa mengusulkan kepada ibunya untuk diadakan terapi lanjutan, dan periksakan ke dokter spesialis anak, apakah perlu ada latihan berjalan, latihan berbicara dan lainnya,” ungkap Setiawan. “Banyak yang bisa kita ambil ilmunya di seminar ini, selama ini kita mengira stunting itu hanya karena masalah gizi atau karena infeksi berulang. Ternyata stunting ini juga bisa dari saat ibu sedang mengandung, ada pengaruhnya juga ke janin. Jadi gizi ibu hamil juga harus diperhatikan,” lanjut Setiawan.

Indonesia, Kasus TBC Tertinggi Kedua setelah India
Selain pembahasan stunting, seminar ini juga membahas tentang bahayanya Tuberkulosis dan cara pengobatannya. Dalam pembahasan ini juga mengundang perwakilan dari kemenkes dr. Yudhi Pramono. MARS, Plt Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. Beliau menyampaikan bahwa di Indonesia ini kasus Tuberkolosisi masih sangat tinggi. Estimasi dari WHO tahun 2024 ini kasus TBC mencapai 1.060 ribu kasus dan angka kematian mencapai 134 ribu per tahunnya. Yudhi juga menyampaikan bahwa butuh upaya yang cukup besar dari pemerintah untuk menanggulangi kasus TBC, oleh karena itu butuh juga bantuan dari masyarakat dan yayasan seperti Tzu Chi yang peduli akan kesehatan masyarakat Indonesia.

Seminar ini juga mengundang pembicara dari Kemenkes yaitu dr. Yudhi Pramono, MARS. Beliau menyampaikan bahwa Indonesia saat ini menduduki peringkat kedua terbanyak yang memiliki kasus Tuberkolosis.

“Dalam upaya penanggulangan Tuberkolosis ini kita tidak bisa sendiri, kita harus melibatkan juga masyarakat karena kasus TBC ini cukup tinggi. Itu kenapa kita membutuhkan bantuan dari banyak pihak untuk lebih aware lagi tentang kasus ini,” ungkap Yudhi. “Jadi kami mengapresiasi tindakan yang sudah dilakukan Yayasan Buddha Tzu Chi ini, sudah banyak inovasi-inovasi yang dilakukan terutama dalam misi kesehatannya dan seminar ini juga sangat positif dalam upaya penanggulangan Tuberkolosis di Indonesia,” lanjut Yudhi mengapresiasi usaha Tzu Chi dalam mendukung pemerintah.

Pembahasan di kelas khusus medis terkait dengan materi tentang Tuberkolosis di Era Pasca Covid-19: Pendekatan Diagnostik terbaru pada Tuberkolosis, lalu dilanjutkan dengan Tantangan Pengobatan Tuberkolosis 2024: Peningkatan kasus resistensi obat.

Dr. Rita Khairani, Sp.P. menyampaikan bahwa banyak hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi TBC bila semua masyarakat bersatu hati dan mengerti cara penanggulangannya, salah satunya dengan mengerti pengobatan TBC.

Dari dua pembahasan ini ada satu peserta yang sangat aktif bertanya dan benar-benar ingin mendapatkan pengetahuan yang lebih banyak lagi melalui seminar ini. Peserta tersebut adalah Dahliah, seorang perawat dari RSCM yang baru dipindahkan di ruang prosedural respiro atau phenomenologist.

“Terutama tentang alur penata laksanaan untuk kasus Tuberkolosis, mulai dari pemeriksaan sampai penanganan akhirnya. Kedua juga sesuai tugas saya sebagai perawat, tidak hanya memahami kasus pasien tetapi juga dibekali dengan ilmu pengetahuan yang banyak, di seminar ini saya mendapatkan banyak ilmu,” kata Dahliah.

Mengikuti seminar ini, Dahliah juga mengenal Tzu Chi dan TIMA lebih dalam lagi, ia pun mengungkapkan keinginannya untuk bisa bergabung bersama tim medis Tzu Chi.

“Ini pertama kalinya ke Tzu Chi dan saya sangat terkagum melihat perhatiannya, kepeduliannya, kekompakan, kerapihan, dan juga sangat bertoleransi. Saya berharap sih kalau ada kesempatan ke depannya bisa gabung ke  dalam tim medisnya Tzu Chi (TIMA),” harap Dahliah.

Selama seminar berlangsung, Dahliah seorang perawat dari RSCM, selalu menyimak isi yang disampaikan setiap pembicara, ia juga aktif bertanya. Dahliah pun mengaku mendapatkan banyak pengetahuan baru setelah mengikuti seminar ini.

Seminar yang diadakan TIMA ini bertujuan untuk memberi pengetahuan serta menjalin silaturahmi antara Tzu Chi, pemerintah, dan tim medis dari berbagai rumah sakit agar dapat bersatu menangani masalah stunting dan tuberkulosis.

“Semoga setelah seminar ini TIMA bersama relawan lainnya bisa bergandengan tangan dengan pemerintah bersama tuntaskan kasus stunting dan TBC. Untuk masyarakat umum harapannya mereka harus mengenal dulu terutama dalam keluarga, satu negara akan maju tanpa keluarga yang sehat itu tidak mungkin, jadi mereka harus masuk dulu dalam keluarganya, kalau keluarganya sehat mereka bisa menularkan kepada orang-orang sekitarnya,” harap dokter Ruth.

Editor: Erli Tan

Artikel Terkait

Hidup Itu Bermakna, Ikhlas dan Berjuang

Hidup Itu Bermakna, Ikhlas dan Berjuang

31 Maret 2015 Materi dalam seminar ini tergolong lengkap mulai dari penjelasan mengenai apa itu kanker, sifat sel kanker, perbedaan kanker dengan tumor, cara pendeteksian dini, hingga penyebab kanker dan diet yang tepat bagi penderita kanker.
TIMA Pekanbaru Bersama IDI Pekanbaru Adakan Seminar Kesehatan

TIMA Pekanbaru Bersama IDI Pekanbaru Adakan Seminar Kesehatan

25 Mei 2022

TIMA (Tzu Chi International Medical Association) Kota Pekanbaru beserta IDI (Ikatan Dokter Indonesia) Pekanbaru mengadakan Seminar Kesehatan, Jumat 20 Mei 2022.

Menyadari Kebutuhan Pasien Geriatri

Menyadari Kebutuhan Pasien Geriatri

18 Agustus 2015

Pada Sabtu, 8 Agustus, diadakan Seminar Farmasi dan Workshop bertajuk “Asuhan Kefarmasian Pasien Geriatri” di Tzu Chi Center, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara.

Lebih mudah sadar dari kesalahan yang besar; sangat sulit menghilangkan kebiasaan kecil yang buruk.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -