Semua Demi Mama

Jurnalis : Apriyanto, Fotografer : Apriyanto
 

foto
Yessa dan ibunya menerima celengan bambu yang diberikan oleh relawan Tzu Chi. menurut Hok Chun melalui celangan bambu inilah kasih yang kecil menjadi besar.

Di tengah hari yang hujan di awal Maret 2014, udara dingin menekan dinding-dinding dan jendela gedung rumah sakit bergaya kolonial Belanda di Pusat Jakarta. Suara mikrofon dari bilik apotek poli spesialis terus memanggil nama-nama pasien yang akan menerima obat. Kemudian terdengar suara staf apotek memanggil nama Popy. Wanita paruh baya yang merasa itu adalah namanya bergegas panik mencari putranya yang memegang struk tanda terima obat. “Kemana dia?” katanya.

Setelah menjalani operasi pencakokkan tempurung lutut sebulan yang lalu, Popy Handayani sudah bisa kembali berjalan dan memeriksakan kondisinya. Tapi hampir setahun yang lalu, Popy adalah pasien yang tak berdaya dan hampir lumpuh karena lutut sebelah kanannya mengalami peradangan yang menahun. Sepanjang ingatan Popy, selama nyeri pada lututnya kambuh ia selalu mengatasinya dengan obat penahan sakit atau pengobatan alternatif. Tapi memasuki tahun 2013, peradangan lututnya sudah tak mampu lagi ditolerir. Popy tak lagi bisa berdiri bahkan berjalan walau satu langkah. Popy harus segera menjalani operasi pencangkokan tempurung lutut. Tapi saat operasi hendak dilaksanakan Popy justru mengalami penyakit komplikasi, ginjalnya menjadi lemah bahkan hampir menjalani cuci darah. Ini adalah kondisi terburuk sepanjang derita yang ia alami. Namun di saat-saat seperti itulah putra tunggal Popy merawatnya dengan penuh kasih dan menganalogikan ibunya sebagai limpahan jasa yang sulit terbalas.

Sulit Membalas Jasa Mama
Namanya adalah Yessa. Ia lahir 29 tahun yang lalu di akhir Januari di kota Jakarta.  Karena proses persalinan yang tak lancar, Yessa lahir dalam keadaan yang tak sehat. Tubuhnya lemah dengan jemari yang terus menguncup bagai bunga tulip. Maka selama hampir sebulan lamanya, Yessa harus tinggal di rumah sakit dalam perawatan medis. Tapi Yessa adalah bayi yang lucu. Ia tampan dan lembut mewarisi raut wajah ibunya. Akhirnya sebulan setelah kelahirannya, Yessa baru bisa pulang ke rumah dan menghirup udara luar untuk pertama kalinya. Sebagai seorang ibu, Popy langsung mengasuh Yessa dengan sebaik-baiknya. Ia dibesarkan dengan penuh perhatian dan kecukupan kasih ibu. Dan saat usia Yessa  cukup memasuki jenjang pendidikan, Popy menyekolahkannya di Sekolah Damai, sebuah sekolah yang baik dan tak jauh dari tempat tinggalnya. Selagi kanak-kanak Yessa tidaklah seperti anak-anak yang lain. ia sudah memiliki kematangan berpikir meski ia baru duduk di bangku Taman Kanak-kanak.  Ia tumbuh menjadi anak yang patuh, tak banyak keinginan, dan rajin belajar tanpa diperintah. Semua dikarenakan Yessa yang masih kecil sudah mampu menerjemahkan ibunya sebagai seorang yang berjasa menyekolahkannya, maka sebagai balasannya ia harus bersekolah dengan sungguh-sungguh. “Sejak masih sekolah Taman Kanak-kanak saya sudah berpikir begitu,” kata Yessa.

Hari-hari pun dilalui dengan punuh kasih dan tanpa rintangan. Yessa terus berkembang menjadi pelajar yang baik, santun, dan pandai. Sejak memasuki Sekolah Dasar, Yessa sudah menggemari pelajaran matematika.  Baginya matematika adalah pelajaran yang menarik karena dibangun atas dasar logika. Dari kegemarannya pada matematika inilah membuat Yessa didekati oleh banyak teman. Banyak teman-temannya yang minta diajarkan tentang soal-soal yang sulit dan Yessa pun dengan senang hati membagikan ilmunya. Lama-kelamaan sepanjang ia bersekolah di Sekolah Damai sejak TK hingga SMA, Yessa menjadi siswa yang tak hanya disukai oleh para guru tapi juga dicintai oleh teman-temannya. Bahkan atas kepandaiannya, Yessa menjadi siswa yang mengharumkan nama sekolahnya karena berhasil diterima di perguruan tinggi negeri Universitas Indonesia jurusan matematika pada tahun 2004. Lalu setelah tamat dari Universitas Indonesia, Yessa melanjutkan pendidikannya ke strata 2 jurusan akuntansi di Universitas Trisakti.

foto   foto

Keterangan :

  • Yessa (kanan) begitu mencintai ibunya. Baginya ibu adalah segalanya yang telah memberinya kehidupan (kiri).
  • Yessa (kanan) saat diwisuda di Universitas Indonesia (kanan).

Sementara kuliahnya tak menyita banyak waktu, Yessa menggunakan waktu luangnya untuk mencari penghasilan tambahan dari mengajar matematika. Tapi selama yang ia kumpulkan, dana itu belum juga cukup untuk biayai operasi ibunya yang terbilang mahal. Hingga suatu ketika dari ribuan hari  yang menggelisahkan Yessa berkeluh kesah kepada teman-temannya sealumni SMA dulu. Dalam keluhnya Yessa berkata kalau ia harus berjuang mencari uang demi pengobatan ibunya. Perkataan Yessa langsung membuat teman-temanya terenyuh. Dan dalam sekejap seorang temannya langsung berkata, “Yessa kamu memang anak tunggal, tapi kamu tidak sendiri kamu masih ada kita-kita yang akan menemanimu berjuang,” katanya. Hati Yessa  pun sedikit terhibur. Tak beberapa lama kemudian teman-teman alumni SMA Damai dan teman-teman kuliah berhasil mengumpulkan cukup dana untuk biaya operasi ibunya.

Namun alih-alih mendapatkan dana untuk menjalani operasi ibunya, dana itu justru terpakai untuk mengobati penyakit komplikasi – ibu Yessa menderita sakit ginjal yang hampir menjalani cuci darah. Ketika itu adalah tahun 2013 dan seluruh gambaran yang suram terus berpendar bagai lampu putar di benak Yessa. Namun sebagai anak ia terus berusaha merawat ibunya dengan sangat baik. Dari mulai memberi makan, menghibur kegelisahan hati ibunya, sampai membawa ibunya ke tollet ia lakukan seorang diri. Dan semua itu tidak menjadi beban, karena Yessa melakukannya dengan rasa bakti. Melihat keuletan Yessa selama menjaga ibunya, banyak orang yang iba dan berusaha menunjukkan jalan keluar. Salah satunya adalah anak dari seorang teman ibunya yang menyarani Yessa untuk mengajukan bantuan ke Tzu Chi. Selain anak dari teman ibunya, seorang temannya pun menyarankan hal yang sama. Maka dengan sebuah kepercayaan, Yessa mengajukan berkas bantuan ke Kantor Tzu Chi di Pantai Indah Kapuk. Tak berapa lama kemudian permohonan bantuan Yessa pun mendapat tanggapan. Setelah disurvei dan dirapatkan, Tzu Chi bersedia membantu biaya operasi. Akhirnya pada Februari 2014, ibunya Yessa berhasil menjalani operasi penggantian tempurung lutut di Rumah Sakit Saint Carolus Jakarta. Sebulan kemudian setelah operasi berjalan dengan baik, ibunya Yessa sudah bisa berdiri tegap dan berjalan normal. Bukan main kegembiraan Yessa ketika itu. Setiap pagi jika cuaca baik Yessa selalu mengajak ibunya berjalan kaki mengelilingi komplek perumahan atau ke pasar terdekat sekadar untuk melatih otot-otot kaki ibunya. Selama berjalan kaki dan sepanjang jalan yang mereka lalui Yessa tak pernah merasa malu menuntun ibunya, karena Menurut Yessa, ibu adalah segalanya. Ibu telah mempertaruhkan nyawanya saat melahirkan dirinya, mengasuhnya, memberikan kasih sayang, mendidiknya, dan menyekolahkannya. Maka bagi Yessa apa yang ia lakukan kini belumlah sebanding dengan pengorbanan ibunya.

Hok Chun sebagai relawan Tzu Chi yang mendampingi kasus ini merasa tersentuh tatkala melihat perhatian Yessa kepada ibunya. Bahkan Hok Chun kagum menyaksikan keteguhan Yessa dalam menjaga ibunya. Maka di suatu hari Senin 10 Maret 2014, ketika Yessa mengantar ibunya kontrol ke Rumah Sakit Saint Carolus, Hok Chun menyempatkan diri untuk datang. Di hari itu Hok Chun menyerahkan dua buah celengan bambu untuk Yessa dan ibunya. Hok Chun juga menjelaskan lebih dalam tentang Tzu Chi dan filosofi Tzu Chi. ibunya Yessa yang berlatar belakang seorang guru Mandarin mengatakan kalau ia sangat tertarik pada Master Cheng Yen yang selalu berceramah dengan penuh kebijaksanaan. Bahkan ia pun memiliki keinginan untuk datang ke Kantor Yayasan Buddha Tzu Chi di Pantai Indah Kapuk untuk berkeliling melihat budaya humanis Tzu Chi. ketika Hok Chun bertanya apa keinginan Yessa di kemudian hari, pemuda berkaca mata itu berkata kalau ia hanya ingin bisa merawat ibunya dengan sebaik-baiknya, mencari nafkah untuk ibunya, dan selalu ada di saat ibunya membutuhkan perhatiannya. Yessa memang tidak memiliki banyak keinginan seperti kebanyakan anak-anak muda lainnya. Dan keinginan yang telah ia sebutkan telah membuat Hok Chun tersentuh. “Yessa memang anak yang berbakti,” kata Hok Chun.
  
 

Artikel Terkait

Seminar Pendidikan Tzu Chi University Taiwan di Medan

Seminar Pendidikan Tzu Chi University Taiwan di Medan

10 Oktober 2019

Tzu Chi University Taiwan ikut mengambil bagian dalam pameran Taiwan Higher Education Fair 2019 yang diadakan di Santika Premier Dyandra Hotel selama 2 hari, yakni 29 dan 30 September 2019. Di sana seluruhnya  ada 45 stand yang diisi berbagai universitas dari Taiwan.

Paket Lebaran 2019: Berbagi Paket Cinta Kasih di Bulan Ramadan

Paket Lebaran 2019: Berbagi Paket Cinta Kasih di Bulan Ramadan

23 Mei 2019

Momentum bulan Ramadan dimanfaatkan oleh insan Tzu Chi di komunitas Hu Ai Pluit Gan En untuk mempererat tali silaturahmi dan memberikan uluran cinta kasih bagi warga Penjaringan yang membutuhkan. Cuaca cerah berawan pada Minggu pagi, 19 Mei 2019 seakan menyambut 64 relawan yang hadir dengan semangat untuk siap bersumbangsih.

Lebih mudah sadar dari kesalahan yang besar; sangat sulit menghilangkan kebiasaan kecil yang buruk.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -