Semua Karena Cinta

Jurnalis : Khusnul Khotimah, Fotografer : Khusnul Khotimah, Videografer: Clarissa R.

Cerita tentang seorang anak yang akhirnya bisa mendengar berkat bantuan implant koklea tak lepas dari gigihnya perjuangan orang tua mereka. Cerita kali ini datang dari Zhafran (7), si anak tampan dengan gangguan pendengaran berat 100 desibel, kiri maupun kanan. Dwi, ibunya, serta Rizqi, ayahnya, berjuang sepenuh jiwa agar Zhafran bisa dioperasi implant koklea. Kabar baiknya, Zhafran sudah mengalami kemajuan.

Alhamdulillah Zafran bisa dengar tapi sampai sekarang belum konsisten untuk responnya. Kadang dipanggil nengok, kadang belum. Suara kalau sekali bunyi, dia langsung nengok, kalau diulang-ulang kadang dia enggak mau tengok. Itu bukan karena dia tidak dengar, tapi karena anak congenital rubella syndrom punya perilaku yang cuek,” tutur Dwi (33), Ibu dari Zafran.


Kabar menggembirakan datang dari Zhafran (7). Implant koklea di kedua telinganya memberikan banyak kemajuan, tak hanya dari sisi pendengaran saja.

Zhafran memang terlahir dengan congenital rubella syndrome. Sindrom yang merupakan kumpulan gejala akibat inveksi virus rubella saat dalam kandungan. Ketika infeksi rubella terjadi di masa kehamilan, virus rubella menembus sawar placenta dan menginfeksi janin.

Dalam hal ini, Dwi terserang rubella atau campak saat hamil dua pekan. Benar saja, Zhafran lahir dengan masalah kesehatan yang kompleks; gangguan pendengaran berat, pengapuran otak, katarak, jantung bocor, hernia, dan penyumbatan di saluran pernapasan.

“Zafran bisa separah ini kenanya semuanya karena saya dari trimester pertama terinfeksinya,” tutur Dwi dengan suara parau. 


Lengkap sudah pemasangan implant koklea di kedua telinga Zhafran (6). Kini, Zafran tinggal menjalani serangkaian terapi, termasuk dengan bermain puzzle.

Tujuh operasi sudah dijalani Zhafran. Tiga operasi terkait katarak, lalu operasi jantung bocor, kemudian operasi hernia. Yang terakhir operasi implant koklea dua kali, yang merupakan bantuan dari Tzu Chi.

Implant koklea di telinga kanan Zhafran berlangsung pada Maret 2020 di RSCM Jakarta. Sementara telinga kiri dilakukan enam bulan setelahnya, pada September 2020 di RS Premier Jatinegara. Implant koklea di kedua telinga Zhafran membawa banyak kemajuan, tak cuma dari sisi pendengaran saja.

Dari sisi motoriknya pun ikut membaik. Tadinya berjalan saja Zhafran masih takut-takut, terutama di jalanan bergelombang.

“Sekarang enggak, dia pelan-pelan, mau menunduk, karena dia kan lebih sering melihat ke atas, karena melihat cahaya. Trus lari, tadinya cuma mau lari di lantai keramik, sekarang di jalanan dia mau,” tambah Dwi. 

Demikian juga dari sisi penglihatan, Zhafran sekarang bisa lebih fokus. Dulu kalau ada seseorang lewat, ia cenderung cuek, sekarang tidak lagi. 

Sedari Dulu Ingin Zhafran Bisa Implant Koklea


Dwi memakaikan alat implan di kedua telinga Zhafran.

Sedari Zhafran bayi, sebenarnya dokter telah memberitahu bahwa gangguan pendengaran Zhafran tergolong sangat berat. Ditambah lagi bilateral, yakni kiri dan kanan. Ditambah lagi Zhafran punya banyak kelainan, yang artinya meski Zhafran nanti bisa dengar, tapi tak kan bisa langsung menunjukkan respon yang baik karena tertutup oleh kelainan-kelainan lainnya. Maka itu Zafran harus implant koklea.

“Kenapa dokter? saya tanya begitu, ‘karena implan koklea itu dia menyambung langsung ke syaraf. Otak tempatnya memerintah, sedang alat bantu dengar hanya mengeraskan suara. Makanya implan dibutuhkan untuk Zafran. Kalau alat bantu dengar, saya yakin tidak banyak membantu,” kata Dwi menirukan penjelasan dokter THT di Rumah Sakit Harapan Kita, yang ia temui saat itu.

Namun biaya implant koklea bisa mencapai ratusan juta rupiah. Tentu berat bagi orang tua Zhafran, rumah pun mereka belum punya. Keluarga Zhafran tinggal di rumah toko, toko elektronik milik bos dari Rizqi.

Orang tua Zhafran pun berikhtiar dengan membelikan Zhafran alat bantu dengar (ABD) dan berharap ada keajaiban sehingga tak harus implant koklea. Saat itu Zhafran berusia tiga tahun. Sampai dua kali Zhafran dibelikan alat bantu dengar dengan merek berbeda. Betul kata dokter bahwa alat bantu dengar sama sekali tak menolong Zhafran.

“Waktu itu saya ke dokter THT (di RSCM) saat akan ganti alat bantu dengar. Kata dokter, ‘Bu untuk Zhafran ini dengan gangguan pendengaran 100 desibel, kiri kanan, ini membutuhkan implan koklea’,” kenang Dwi.

Seketika Dwi berlinangan air mata mendengar penjelasan yang sama seperti penjelasan dokter sebelumnya di Rumah Sakit Harapan Kita. Ia pun menyadari bahwa yang dibutuhkan Zhafran memang implant koklea, bukan alat bantu dengar.

Bertekad Agar Zhafran Bisa Implant Koklea


Beti senang melihat Zhafran yang lahap makannya.

Orang tua Zhafran mengetahui bahwasanya Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia bisa memberikan bantuan berupa biaya implant koklea dari komunitas yang diikutinya, Komunitas Rumah Ramah Rubella. Komunitas ini berisi para orang tua yang memiliki anak-anak seperti Zhafran. Dan kebetulan beberapa dari mereka ada yang sudah dibantu oleh Tzu Chi.

“Saya browsing di internet, bagaima caranya trus siapa saja yang sudah dibantu dan pasiennya seperti apa yang dibantu. Baik dari sisi kesehatan pasiennya, sisi ekonominya, saya itu termasuk nggak sih? Saya browsing di internet trus ketemu. Saya juga tanya sama teman, trus dia cerita tentang Ubay yang ternyata dibantu oleh Buddha Tzu Chi,” kata Dwi.

Kebetulan lagi, ternyata nenek tiri Dwi pernah aktif sebagai relawan Tzu Chi.

“Waktu cerita sama nenek, kalau saya ingin Zhafran bisa implant koklea dan mau minta bantuan Tzu Chi, nenek langsung bilang, ‘Tzu Chi? nenek juga pernah ikut kegiatan Tzu Chi.’ Alhamdulillah, berarti memang jodohnya ada, istilahnya jembatannya gitu,” ujar Dwi.

Sang nenek, Asmani pun memberitahu cara mengajukan bantuan ke Tzu Chi, yakni menyerahkan berkas ke kantor Tzu Chi terdekat. Dwi yang tinggal di Jatisampurna, Bekasi pun mengajukan bantuan ke Komunitas Tzu Chi di Xie Li PGC (Pasar Grosir Cililitan) di Jakarta Timur, pada Juli 2019. Dua pekan kemudian, relawan Tzu Chi datang, melihat keadaan Zhafran dan menyurvei kondisi ekonomi keluarga Zhafran.

Sembari menunggu jawaban dari Tzu Chi, Dwi menyiapkan hasil MRI dan CT Scan Zhafran, jenis pemeriksaan medis untuk membantu dokter mendiagnosis penyakit. Mengingat kondisi Zhafran yang komplikasi maka banyak dokter yang harus didatangi. Hasil MRI dan CT Scan Zhafran pun kemudian diserahkan ke Kristin dari tim Bakti Amal, di Tzu Chi Center, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara.

Selama menunggu jawaban dari tim Bakti Amal, orang tua Zhafran juga mencari bantuan ke institusi lain. Ayah Zhafran juga terus menabung.

“Dari sisi materi, saya tetap cari bantuan lain. Karena saya kan nggak tahu ya yayasan nanti bisa bantu apa enggak. Saya buka kitabisa.com trus teman-teman melihat, jadi mereka donasi ke situ,” katanya.

Tak jemu-jemu Dwi menelpon tim Bakti Amal, yang memang saat itu kasus Zhafran masih dalam pembahasan. Selain menghubungi Bakti Amal, Dwi juga menghubungi tim relawan yang kala itu datang mensurvei, seperti Beti.

“Akhirnya Bu Kristin ngabarin ‘yayasan bisa bantu Zafran nih..’ Alhamdulillah, saya bilang. Tapi kami cuma bisa bantu 100 juta, Alhamdulillah bu tidak apa-apa. Cuma memang agak bingung harus cari kekurangannya ke mana,” kata Dwi.

Dari donasi melalui kitabisa.com, dari saudara yang membantu, juga tabungan orang tua Zhafran selama ini, terkumpullah 135 juta rupiah. Artinya masih kurang 35 juta rupiah, karena biaya  alat implan koklea tersebut sebesar 270 juta rupiah untuk dua telinga.

Ayah Zhafran mecoba meminjam ke atasannya dan terkumpullah sedikit-sedikit. Beruntung pihak Kasum Hearing Center yang menyiapkan alat implant koklea Zhafran bersedia menerima pembayaran secara tempo, yang penting Zafran bisa operasi dulu. Singkat cerita Zhafran pun akhirnya dioperasi.

Salut dengan Kesabaran Orang Tua Zhafran


Beti turut mendoakan agar Zhafran makin baik dalam mendengar dan kemudian bisa berbicara, bisa jadi anak yang ceria seperti anak-anak seusia dia.

Beti Susanti, yang sejak awal menyurvei kondisi Zhafran berkesempatan kembali menjenguk Zafran pada Kamis, 19 November 2020. Ia mengajak serta relawan lainnya, Mindarti. Saat tiba di tempat tinggal Zhafran, Zhafran tengah dimandikan sang ibu. Beti dan Mindarti bergantian menyuapi Zhafran yang lahap makannya.

Selesai makan, Dwi memasangkan alat implant di kedua telinga Zhafran. Beti dihinggapi rasa bahagia melihat dua alat implan menempel dekat telinga Zhafran.

“Senang melihat Zhafran sudah lebih baik, sekarang sudah mulai belajar mendengar, trus sudah mulai belajar berbicara. Saya yakin Zhafran bisa, karena sudah terlihat dia lebih baik setelah dia pasang implant ini dibandingkan saya pertama datang untuk survei yang masih belum begitu respon,” tutur Beti.

Saat Dwi melatih Zhafran bermain puzzle, Zhafran sangat rewel karena mengantuk. Tapi Dwi dengan telaten mengajak Zhafran belajar sambil bermain sebagai bagian dari terapi. Beti salut dengan kesabaran Dwi. Ia pun menyemangati Dwi.

“Semangat itu memang turun naik, kalau dia belajar trus nggak mood, marah, saya sampai menangis. Jadi kalau saya lagi marah sama dia, saya lebih baik pergi dari pada saya harus marah sama dia. Nanti kalau saya sudah tenang, saya dekati dia,” ujar Dwi.

Saat ini, Zhafran menjalani beberapa terapi. Seperti terapi pendengaran yang menstimulasi Zhafran supaya ia paham dirinya sudah bisa mendengar. Lalu ada terapi wicara, yang saat ini masih fokus ke oral karena Zafran belum bisa mengunyah makanan.

Ada juga terapi sensory integritas, yakni terapi untuk kemandirian, seperti belajar berjalan. Cara Zhafran berjalan diperbaiki, yang tadinya belok-belok, kini sudah mulai bisa jalan lurus. Kepala Zhafran yang sebelumnya lebih banyak mendongak, kini ketika jalan sudah mulai melihat ke bawah. Zhafran juga terus diterapi dengan bermain puzzle.


Dalam kunjungan ini, relawan Tzu Chi juga membawakan paket sembako bagi Dwi.

Dengan kemajuan yang sedikit demi sedikit terlihat dari Zhafran, orang tua Zhafran sangat bahagia. Ia pun bersyukur dapat mengenal Tzu Chi sampai anaknya bisa dibantu.

“Terima kasihnya banyak banget, karena tahu ada yayasan yang bisa membantu saja itu sudah menumbuhkan harapan. Alhamdulillah-nya tak terkira, terima kasihnya tidak terkira, makanya sama Bu Kristin, sama Bu Beti, sama relawan-relawan semuanya tuh, terima kasih banget,” katanya.

Orang tua Zhafran bertekad untuk terus berjuang, berusaha segenap jiwa dan raga mendampingi, melatih Zhafran bisa mendengar, berbicara hingga menjadi anak yang mandiri.

“Zafran (anak) itu titipan dari Tuhan, kami berkewajiban menjaganya sampai dia kembali kepada Tuhan dalam keadaan sebaik mungkin. Seperti implant koklea ini, bisa saja saya tidak mengupayakan dia implant, toh dia tetap hidup. Cuma saya dan suami di akhirat nanti akan ditanya pertanggungjawabannya, semaksimal apa upaya kami menjadikan anak lebih baik,” pungkas Dwi tersenyum.

Editor:  Arimami Suryo A


Artikel Terkait

Menjalani Ujian Hidup dengan Sabar dan Ikhlas

Menjalani Ujian Hidup dengan Sabar dan Ikhlas

21 Februari 2020
Hari-hari yang berat tengah dijalani Mega Apriani (31) selama sembilan bulan ini. Mega mengidap penyakit autoimun yang menyerang saraf otot lalu menjalar ke jantung. Kondisi ini memaksa Mega meninggalkan kampung halamannya di Jambi guna mencari kesembuhan di Jakarta.   
Kisah Tegar Masnita Merawat Suami dan Keluarganya

Kisah Tegar Masnita Merawat Suami dan Keluarganya

30 Juli 2020

Relawan Tzu Chi dari komunitas He Qi Barat 2 mengunjungi rumah Khetima yang menderita stroke berat dengan membawa paket sembako. 

Membantu Kurnia yang Tak Bisa Melihat Kembali

Membantu Kurnia yang Tak Bisa Melihat Kembali

20 Januari 2021

Kurnia Winata (53) yang kehilangan pengelihatannya akibat penyakit gula yang tinggi mendapatkan bantuan dari Tzu Chi. Bantuan biaya hidup yang diberikan Tzu Chi dipergunakan untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarganya. 

Hakikat terpenting dari pendidikan adalah mewariskan cinta kasih dan hati yang penuh rasa syukur dari satu generasi ke generasi berikutnya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -