Seniman Bangunan

Jurnalis : Sutar Soemithra, Fotografer : Sutar Soemithra
 

fotoMenyambut datangnya Ramadan, para pekerja pembangunan Aula Jing Si mendapatkan siraman rohani dari Habib Saggaf, pimpinan Pondok Pesantren Al Ashriyyah Parung, Bogor.

 

“Hari ini kita kedatangan tamu yang spesial. Bukan tamu sih sebenarnya karena beliau juga anggota keluarga besar Tzu Chi. Beliau adalah Habib Saggaf, pimpinan Pondok Pesantren Al Ashriyyah Nurul Iman Parung,” Suriadi, relawan Tzu Chi mempersilahkan Habib Saggaf untuk memberikan wejangan kepada sekitar 150 pekerja pembangunan Aula Jing Si, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Tidak seperti biasanya yang diisi dengan pengenalan budaya humanis Tzu Chi, Jumat malam, 21 Agustus 2009 itu acara ramah tamah Tzu Chi dengan pekerja pembangunan Aula Jing Si diisi dengan siraman rohani. Maklum, keesokan harinya adalah hari pertama puasa.

Seni dalam Bangunan
Hampir semua orang sepakat bahwa pekerja bangunan adalah pekerjaan kasar yang sering dianggap sebagai profesi rendahan. Nama yang disematkan padanya bisa menggambarkan itu: pekerja bangunan, tukang bangunan, atau malah kuli bangunan. Gaji yang diperoleh pekerjanya pun sangat minim, tidak sebanding dengan tenaga yang terkuras untuk menjalani profesi tersebut. Bahkan kadang mereka harus mempertaruhkan keselamatannya, misalnya saja jika mengerjakan bangunan gedung tinggi. Sewaktu-waktu mereka bisa saja mengalami kecelakaan kerja.

Habib Saggaf menganggap pekerjaan mereka sebagai sebuah ibadah yang tidak kecil. “Kita memindahkan batu saja adalah sebuah ibadah, apalagi menata batu menjadi rumah, menata bata menjadi rumah, tempat untuk berlindung,” jelas Habib yang membuat para pekerja mengangguk-angguk. Ia kemudian membandingkan bekerja sebagai tukang bangunan dengan jihad. Menurutnya, bekerja keras mencari nafkah merupakan jihad, bukan malah membunuh orang dengan menggunakan bom.

Di mata Habib Saggaf, pekerjaan membuat rumah bukan pekerjaan yang mudah karena harus memiliki jiwa seni. “Anda semua seniman. Semua yang membangun bangunan dengan indah adalah seniman,” puji Habib, “(Seniman) bukan hanya penyanyi (atau) pelukis.” Para pekerja bangunan itu seperti baru saja tersadar akan sesuatu mendengar ucapan Habib. Belum sempat rasa terkejut mereka hilang, Habib telah melontarkan ucapan yang makin membuat mereka terkejut. “Nama Anda tukang batu, tukang batu. Itu salah! Hari ini kita beri pangkat tukang batu, tukang bangunan dengan nama ‘seniman bangunan’!” seru Habib yang segera disambut tepuk tangan meriah pertanda setuju.

foto  foto

Ket : -Setiap Jumat malam, relawan Tzu Chi berkumpul di lokasi pembangunan Aula Jing Si untuk menularkan           cinta kasih dan budaya humanis kepada para pekerja pembangunan. (kiri)
       - Di mata Habib Saggaf, para pekerja bangunan bukan sekadar pekerja, melainkan juga seorang seniman           karena menghasilkan karya yang bernilai seni. Karenanya ia menjuluki mereka dengan sebutan         "seniman bangunan". (kanan)

Ada tiga manfaat yang diberikan “seniman bangunan”, menurut Habib, yang diberikan kepada kita. “Kenapa dinamakan seniman bangunan? Karena Anda memberikan keamanan, kenyamanan, dan keindahan,” tandas Habib. Ia mengakui tidak mungkin bisa menghasilkan sebuah rumah yang bernilai seni seperti yang dilakukan oleh “seniman bangunan”. Membuat bangunan harus ada ukuran yang akurat namun juga memiliki keindahan. Rumah saat ini bukan hanya sekadar tempat tinggal, namun juga sebuah karya seni.

Usai memberikan wejangan, kepada relawan Tzu Chi seraya menunjuk tembok yang ditempeli kata renungan, Habib memberikan sebuah bocoran. Ternyata kata-kata Habib yang membakar semangat “seniman bangunan” itu terinspirasi oleh sebuah kata renungan Master Cheng Yen yang berbunyi, “Memiliki rasa terima kasih kepada orang lain dan puas kepada diri sendiri adalah kebahagiaan dalam hidup.” Habib melanjutkan, “Kita sering melupakan mereka. Kita berterima kasih kepada mereka, (maka) kita (balas dengan) pikirkan (sebuah) nama untuk dia.” Maka terpikirlah nama “seniman bangunan”. Walaupun hanya sebuah nama, tapi Habib yakin itu adalah sebuah bentuk terima kasih yang tak ternilai. “Seumur hidup dia nggak bakal lupa,” tandas Habib yakin. “Saya merasa bangga disebut sebagai seniman bangunan,” aku Mustaghirin usai mendengar wejangan Habib sambil tersenyum puas yang membuktikan keyakinan Habib. “Mulai besok jangan panggil ‘Hai tukang!’, tapi ‘Hai seniman!’,” ajak Habib pada relawan dan pengawas proyek pembangunan Aula Jing Si.

foto  foto

Ket : - Baru kali ini Mustaghirin tetap bekerja sebagai pekerja bangunan saat bulan puasa, karena sedang           mengumpulkan uang untuk anaknya yang akan masuk kuliah. Biasanya ia pulang ke kampung halamannya           saat bulan puasa.(kiri)
          - Di akhir siraman rohani, para pekerja pembangunan berdoa bersama untuk para korban topan Morakot di           Taiwan dan juga orang-orang lain yang sedang dirundung bencana. (kanan)

Bersiap Puasa
Malam itu beberapa “seniman bangunan” mengenakan sarung dan peci ketika mendengarkan siraman rohani Habib. Mereka tak mau kalah dengan umat Islam lain yang sedang bersiap menyambut hadirnya bulan puasa. Menurut Mustaghirin, para “seniman bangunan” malam itu akan mengadakan tarawih pertama bersama-sama di bedeng sementara tempat mereka tinggal. Masjid terdekat letaknya cukup jauh, sekitar 2 km.

Laki-laki asal Kendal, Jawa Tengah yang telah 20 tahun bekerja di bidang bangunan ini biasanya berhenti menjadi “seniman bangunan” saat memasuki bulan puasa. Namun kali ini ia tetap bekerja. “Karena lagi ada hajat jadi walaupun puasa tetap kerja. Anak mau kuliah,” Mustaghirin memberikan alasan. Bekerja pada proyek pembangunan Aula Jing Si menurutnya berbeda dibandingkan dengan bekerja di proyek lain. “Tiap Jumat ada pelajaran, tuker pengalaman buat kita,” ujarnya. Ia juga bersyukur walaupun bekerja untuk proyek sebuah organisasi Buddha, namun ibadahnya tidak pernah terganggu. “Alhamdulillah selama bekerja di sini tak pernah melalaikan ibadah salat Jumat,” kata Mustaghirin. Ia biasanya beramai-ramai jalan kaki untuk menuju masjid. Untuk bulan puasa kali ini pun, ia berharap bisa tetap menjalani sepenuhnya meski sambil bekerja.

 
 

Artikel Terkait

Pekan Amal Tzu Chi 2019

Pekan Amal Tzu Chi 2019

21 Oktober 2019

Dengan wajah yang berseri-seri, Ketua Tzu Chi Indonesia Liu Su Mei membuka Pekan Amal Tzu Chi 2019 dengan memukul gong bazar sebanyak tiga kali. Pekan Amal Tzu Chi 2019 ini berlangsung meriah, namun sangat rapi dan tertib. Pekan Amal Tzu Chi 2019 didukung banyak pihak. Tercatat ada 207 stan dengan berbagai macam produk, seperti makanan, minuman, sembako, ATK, pakaian, elektronik, hingga kendaraan roda 2 dan 4. 

 

Tim Relawan ke-8 Berangkat ke Padang

Tim Relawan ke-8 Berangkat ke Padang

07 Oktober 2009
Kedatangan sejumlah besar relawan dari Jakarta selain untuk meningkatkan kesiagaan relawan dan pelayanan juga untuk bertukar giliran dengan relawan yang sebelumnya sudah terlebih dahulu bertugas ke Padang begitu bencana melanda.  
Belajar Merawat Bumi Sejak Dini

Belajar Merawat Bumi Sejak Dini

25 Maret 2015
Untuk menanamkan sikap peduli pada lingkungan, maka harus kita mulai sejak dini. Dari sinilah kita dapat belajar bagaimana cara merawat, menjaganya agar bumi dapat memberikan pengaruh yang baik bagi kehidupan manusia. Untuk menanmkan sikap peduli terhadap lingkungan, Yayasan Buddha Tzu Chi Tanjung Balai Karimun mengajak orang untuk menjaga bumi kepada anak-anak Kelas Budi Pekerti yang dilaksankan pada hari Minggu, 15 Maret 2015.
Berbicaralah secukupnya sesuai dengan apa yang perlu disampaikan. Bila ditambah atau dikurangi, semuanya tidak bermanfaat.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -