Sentuhan Pertama untuk Malalak Barat
Jurnalis : Anand Yahya, Fotografer : Anand Yahya
|
| |
Tanggal 1 Oktober 2009, tim relawan dan medis Tzu Chi langsung bergerak memberikan bantuan dengan berpusat di kota Padang, tepatnya di Rumah Sakit Tentara Padang. Pada hari keempat, tim medis beserta relawan Tzu Chi berangkat menuju Padang Pariaman, tepatnya di posko Kostrad Yonkes Divif I di Sicincin, Desa Bulu Kaso, Kecamatan Sungai Sariak, Kabupaten Pariaman. Di posko Kostrad ini berdiri 10 tenda yang terdiri dari tenda pemeriksaan pasien, tenda rawat inap, tenda operasi besar yang memiliki pendingin udara, tenda untuk prajurit Yonif Kesehatan Ciluwer Bogor yang terdiri dari 3 kompi, dan satu tenda untuk tim medis Tzu Chi. Perjalanan Menuju Malalak Barat
Ket: - Menuju kecamatan Malalak Barat, mobil tim medis Tzu Chi masuk ke dalam kubangan lumpur di jalan yang tertimbun tanah longsor. Lelah dan letih tak terasa karena keinginan untuk sampai ke Hulu Banda sudah kuat untuk membantu korban gempa yang selama ini belum tersentuh bantuan. (kiri). Setelah berembuk, tim medis Tzu Chi menyetujui untuk mengadakan baksos di Malalak Barat. Rombongan pun segera bergerak menuju Malalak Barat. Sepanjang perjalanan saya melihat reruntuhan rumah penduduk yang hancur rata dengan tanah dan kami juga disuguhi oleh pemandangan beberapa perbukitan yang longsor akibat gempa. Longsoran tersebut beberapa menimbun rumah penduduk. Malam sebelum saya berangkat, hujan lebat dan cukup lama mengguyur Pariaman, ini yang menyebabkan perjalanan pagi itu terhambat, karena beberapa kali mobil yang saya tumpangi terjerembab di kubangan tanah merah. Beruntung kami dibantu oleh tentara Yonif 131 Payakumbuh Padang. Mobil kami terpaksa ditarik truk tentara. Dengan semangat dan kerja sama, serta keinginan untuk membantu sesama, mobil yang saya tumpangi berhasil keluar dari kubangan lumpur, begitu pun mobil kedua dan ketiga. Ini berkat bantuan para TNI AD Yonif 131 Payakumbuh. Berselang satu jam, mobil kami tidak dapat melanjutkan perjalanan. Menurut tentara yang sedang bertugas yang kami temui, jalan di depan tertimbun longsoran tanah berlumpur sedalam satu meter. Terpaksa kami berjalan kaki menuju kantor kelurahan Malalak Barat. Relawan berjalan melewati perbukitan hutan kayu manis yang banyak dijumpai di daerah Malalak Barat. Menurut warga sekitar, kantor lurah Malalak Selatan jaraknya sekitar 6 km dari tempat berhenti kendaraan. Tim dokter menyanggupinya. Kami mulai berjalan menaiki perbukitan. Perbukitan yang lembab dan basah menyebabkan beberapa kali relawan Tzu Chi terpeleset namun tidak menyebabkan cedera yang serius. Setelah melewati perbukitan, saya turun kembali ke jalan aspal. Saya amati para relawan mulai kelelahan. Perjalanan tidak hanya mendatar tapi naik turun perbukitan. Untunglah para tentara berbaik hati mencarikan ojek motor untuk tim dokter dan relawan, dan warga pun ternyata menyambut baik kami karena mereka tahu tim yang datang adalah tim dokter untuk menolong warga desa Malalak Barat. Akhirnya warga setempat banyak yang berbaik hati untuk mengantar tim medis dan relawan Tzu Chi ke kantor lurah Malalak Barat satu per satu. Di kantor lurah Malalak Barat ini, tim dokter bertemu dengan Lurah Malalak Barat Darminto. Ia mengatakan baru ini kali tim medis dan aparat TNI datang ke desa Malalak Barat pascagempa. “Baru hari ini TNI dan tim kesehatan yang berhasil masuk ke desa kami,” ungkap Darminto. Setelah beberapa menit berkoordinasi, tim dibagi menjadi 2 tim. Tim pertama yang terdiri 1 dokter, 1 suster, 1 apoteker, dan 4 relawan Tzu Chi bertugas di Bantiang Tengah, sedangkan tim kedua terdiri dari 2 dokter, 1 relawan, dan 1 tentara menuju desa Hulu Banda.
Ket: - Salah satu jalan menuju korong Hulu Banda melewati perbukitan yang longsor. Tampak para warga sedang bergotong-royong membuka jalan agar bantuan dapat segera masuk. Di lokasi ini terdapat 3 orang korban jiwa dan belum ditemukan. (kiri). Tim Medis Tzu Chi Pertama Tiba di Hulu Banda “Saya periksa dulu ya, Nek,” ujar dr Kimmy sambil meletakkan stetoskop di dada Nenek Apik. “Nenek harus banyak istirahat, kalo tidur di luar pakai selimut ya, trus lehernya ini ditutup dengan kain supaya hangat. Ini saya kasih obat batuk sama pileknya ya, Nek,” ujar dr Kimmy. Lain lagi dengan Alkusairi (64), laki-laki 3 anak ini mengalami sakit kepala, batuk, dan gatal-gatal di sekitar tangannya. Kebanyakan warga Hulu Banda sejak kejadian gempa itu tinggal di tenda darurat di depan rumah masing-masing. Desa Hulu Banda ini berada di atas bukit yang suhu udaranya cukup dingin pada malam hari. Warga yang lain, Masri (56), mengalami batuk yang serius dan nafasnya sesak. Jika menjelang malam dan cuaca mulai dingin, Masri selalu sesak nafas dan batuk-batuk. Untuk itu ia berobat ke rumah bidan Lili untuk diperiksa oleh tim medis Tzu Chi. Hari mulai senja, waktu menunjukkan pukul 17.30, namun pasien yang datang masih berkerumun di depan rumah bidan Lili. Dr Kimmy dan dr Herry berdiskusi. ”Bagaimana ini, Dok? Pasiennya masih banyak sekitar 20 orang lagi, ruang periksa kita mulai gelap. Kita balik ke posko atau kita menginap di sini?” tanya dr Kimmy kepada dr Herry. “Kayaknya kita nginep aja ya. Bagaimana menurut Shixiong Yoppy,” tanya dr Harry kepada saya dan Yoppy Shixiong. Menurut tentara yang mengawal kami, sebaiknya kami menginap saja demi keselamatan kami, karena kondisi jalan dan cuaca saat itu hujan dan lagi lampu mati, sementara waktu tempuh perjalanan sekitar 3 sampai 4 jam lagi. Akhirnya tim medis yang bertugas di desa Hulu Banda ini memutuskan untuk menginap dan besok paginya segera dilanjutkan kembali pengobatannya. Sisa pasien yang masih menunggu antrian dipersilahkan pulang dulu, keesokan harinya dilanjutkan kembali. Warga sangat senang mendengar berita ini, ternyata mereka was-was jika pengobatan ini hanya sampai hari itu saja. Bidan Lili juga gembira saat dokter memutuskan untuk menginap di desanya, karena menurut bidan Lili baru hari ini sejak awal bencana ada tim medis yang masuk ke desa Hulu Banda. “Alhamdulillah saya senang dokter mau nginap di sini, biar tidur di rumah saya saja, tapi ya begini keadaannya,” ungkap bidan Lili.
Ket: - Dr Herry selain mengobati pasien warga Hulu Banda, juga menghibur, memberi semangat kepada setiap pasien agar keluar dari trauma gempa. (kiri). “Seingat saya selama 10 tahun saya tinggal di Hulu Banda, baru ini (ada) dokter yang datang ke Hulu Banda dan bermalam di sini,” ungkap Lili dengan raut wajah berbinar. “Yang datang ke sini cuma bidan dan mantri saja, kalau dokter belum pernah,” lanjutnya. Karena gembiranya, warga Hulu Banda banyak yang menawarkan tim medis Tzu Chi untuk menginap di rumahnya, ada juga yang menawarkan tidur di SD Negeri 06 Hulu Banda yang dijadikan posko gempa desa Hulu Banda. Kami putuskan untuk menginap di sekolah itu bergabung bersama warga yang mengungsi. Malamnya kami mengadakan rapat dari hasil baksos hari ini, Yoppy Shixiong melaporkan pasien yang berhasil diperiksa hari itu mencapai 172 pasien. Dr Harry mengatakan, “Rata-rata dari masyarakat, mereka mengalami infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) seperti batuk, pilek, kepala pusing, dan trauma pascagempa. Mereka sulit tidur,” jelas dr Herry. Dr Kimmy juga melaporkan keluhan pasien-pasien yang di periksanya. “Saya sama seperti yang dikatakan oleh dr Herry, mereka rata-rata mengalami ISPA, lalu trauma. Ada di antara mereka yang mengalami trauma yang cukup dalam, seperti nenek Itah (80) baru saya tanya sakit apa dia langsung menangis. Waktu saya tanya, ternyata adik kandungnya jadi korban tertimbun tanah langsor dan baru ditemukan keesokan hari. Jadi mereka perlu didampingi agar merasa nyaman.” Pada malam itu, saat saya dan tim medis makan bersama di sebuah warung makan, terjadi gempa lagi namun kecil dan tidak lama. Namun gempa ini membuat warga Hulu Banda menjadi cemas lagi, mereka keluar dari tenda-tenda darurat ke jalan raya dan sebagian warga bergegas nonton TV di halaman depan rumah warga. Desa Hulu Banda mempunyai 3 genset sebagai sumber listrik, namun yang terpakai hanya 2, yang satunya lagi tidak ada bahan bakar solarnya. Saat melihat TV di salah satu stasiun swasta, ternyata benar telah terjadi lagi gempa dengan kekuatan 5,2 SR yang terjadi di Jambi.
| ||
Artikel Terkait

Pelajaran dari Sebuah Kunjungan Kasih
14 Januari 2011 Minggu tanggal 9 Januari 2011, relawan Tzu Chi dari He Qi Utara mengadakan kegiatan kunjungan kasih pertama di awal tahun 2011. Sejak pukul 8 pagi relawan mulai berkumpul di Jing Si Books and Café Pluit, dan tepat pukul 9 perjalanan pun dimulai.Banjir 2020: Rasa Sebagai Satu Keluarga
06 Januari 2020Tzu Chi Sinar Mas wilayah komunitas Head Office Jakarta mulai memberikan perhatian kepada 11 karyawan Sinar Mas yang terdampak bencana. Saat ini, Tzu Chi Sinar Mas masih terus mendata para korban yang membutuhkan bantuan.