Para relawan peserta Pelatihan Administrasi Misi Amal di Tzu Chi Medan mendengarkan Ceramah Master Cheng Yen sebelum pembekalan materi.
Misi amal menempati urutan pertama dari Empat Misi Utama Tzu Chi (amal, kesehatan, pendidikan, dan budaya humanis) dan merupakan misi paling penting yang bertujuan memberikan kebahagiaan dengan hati welas asih dan melepaskan penderitaan. Sejak Master Cheng Yen mendirikan Tzu Chi pada 14 Mei 1966, misi amal telah menjadi fokus utama Tzu Chi. Misi amal tidak hanya bertugas memberikan bantuan materi kepada gan en hu (penerima bantuan Tzu Chi), tapi juga dukungan moril dengan memberikan perhatian dan dorongan semangat sehingga gan en hu lebih bijaksana dan bersyukur dalam menjalani hidup.
Sejak 2020, pendataan permohonan bantuan dalam misi amal di Tzu Chi Medan yang awalnya dalam bentuk fisik (kertas form) mulai diintegrasikan ke dalam suatu sistem administrasi secara komputerisasi dan penataannya dengan format template (tabel pengisian) standar Tzu Chi. Hal ini selain meminimalisasi penggunaan kertas, juga untuk efisiensi dan efektivitas administrasi permohonan bantuan. Agar relawan lebih memahami sistem administrasi dan tata cara pencatatan permohonan bantuan, Tzu Chi Medan mengadakan Pelatihan Administrasi Misi Amal pada Minggu, 23 Juni 2024 di Kantor Tzu Chi Medan.
Kegiatan ini pun diikuti oleh 123 relawan dari komunitas He Qi Cemara dan He Qi Jati yang menaungi enam Hu Ai yaitu Cemara, Petisah, Binjai, Mandala, Perintis dan Titi Kuning. Pelatihan yang berlangsung selama tiga jam ini terdiri dari sesi pembekalan materi sistem administrasi permohonan bantuan, tata cara pencatatan kasus, sharing relawan dan tanya jawab.
Tujuan diadakannya pelatihan ini supaya relawan khususnya misi amal lebih memahami tentang sistem administrasi kasus yang berlaku dan tata cara pencatatan kasus. “Pencatatan kasus atau permohonan bantuan di misi amal sangat penting dilakukan karena juga merupakan sejarah Tzu Chi. Suatu sejarah sudah seharusnya dicatat dengan baik, rapi dan jelas sehingga dapat ditelusuri kembali datanya kapan pun diperlukan. Jika tidak ada catatan, semakin lama fakta setiap kasus hanya akan menjadi cerita yang dilupakan,” ungkap Sanni Husiana, koordinator kegiatan.
Wakil Ketua Hu Ai Cemara, Juniati (tengah, memegang mic), berbagi kesan dan pengalamanya selama mengemban tanggung jawab di Misi Amal Tzu Chi.
Pelatihan dibuka oleh Ketua Hu Ai Cemara, Nelly. Setelah penghormatan kepada Buddha dan Pendiri Tzu Chi Master Cheng Yen, relawan diajak menyanyikan Mars Tzu Chi, para peserta diajak mendengarkan Ceramah Master Cheng Yen bertema “Bersumbangsih dengan Welas Asih dan Kebijaksanaan Tanpa Pamrih”. Dalam ceramahnya Master Cheng Yen mengungkapkan bahwa mengemban tanggung jawab merupakan kewajiban setiap insan Tzu Chi. Setiap menerima kasus di misi amal, para relawan mengatur waktu untuk mengunjungi calon penerima bantuan.
Ketika melakukan kunjungan kepada penerima bantuan, mereka bahkan mengeluarkan biaya sendiri meskipun jaraknya jauh. Para relawan bersumbangsih tanpa pamrih dan mewujudkan apa yang seharusnya dilakukan oleh insan Tzu Chi. Tidak ada kasus yang terlewat, tidak ada pula donasi yang digunakan tidak pada tempatnya. Semua penerima bantuan mendapatkan bantuan sesuai dengan kebutuhan mereka masing-masing.
Para relawan melakukan kunjungan kembali untuk meninjau kondisi mereka sehingga dapat menjalani hidup dengan aman dan tentram. “Untuk setiap kasus amal, kita harus menganalisis dengan cermat apa yang sebenarnya dibutuhkan. Berapa banyak yang akan kita bantu, harus dipikirkan dengan sepenuh hati. Kita harus merenungkannya dengan pikiran dan perhatian yang benar serta mengambil keputusan demi mancapai hal yang baik,” pesan Master Cheng Yen dalam ceramahnya.
Selanjutnya relawan senior Tzu Chi Medan, Handra Sikoko mengawali materi tentang sistem administrasi kasus amal. Selama sekitar satu jam, relawan mendapat pembekalan berupa pentingnya administrasi kasus, prosedur kerja dalam menjalankan misi amal yang dimulai dari penerimaan permohonan bantuan, pelaksanaan survei kasus, rapat kasus, pengambilan keputusan hingga realisasi bantuan kepada pemohon bantuan dan pelaporan penanganan kasus.
“Dengan adanya sistem administrasi yang terstruktur, lebih memudahkan relawan dalam menjalankan misi amal. Relawan dapat menelusuri setiap permohonan yang masuk, apakah sebelumnya sudah pernah dibantu, bantuan apa yang diberikan dan alasan tidak diberikan bantuan,” kata Handra.
Lebih lanjut, Handra menekankan pentingnya sikap menghargai setiap keputusan yang diambil dalam rapat kasus sebagai salah satu Budaya Humanis Tzu Chi. “Bantuan yang akan diberikan berasal dari beragam donatur yang mungkin saja lebih membutuhkan bantuan daripada yang disurvei. Harus ekstra hati-hati dalam mengambil keputusan. Kita harus tanamkan ketulusan dan keyakinan dalam diri kita, bahwa yang kita lakukan tidak satu pun demi kepentingan pribadi,” terang Handra.
Relawan Yenni Liu memberikan materi tata cara pencatatan kasus amal dan pengisian template survei kasus.
Materi berikutnya adalah tata cara pencatatan kasus ke dalam template (tabel pengisian) standar Misi Amal Tzu Chi yang dibawakan oleh relawan Komite Tzu Chi, Yenni Liu. Dengan penyampaian yang sistematis dan sederhana, para peserta diajarkan cara mengisi dan mencatat data-data yang diperlukan seperti data pribadi calon penerima bantuan, anggota keluarga, riwayat keluarga, kondisi ekonomi, kondisi kesehatan, kondisi tempat tinggal, lengkap dengan tanggal survei dan relawan penanggung jawab disertai dengan foto-foto sebagai data pendukung.
“Template pencatatan kasus ini sangat praktis dan lebih memudahkan relawan dalam menjalankan misi amal karena dapat diakses melalui handphone. Relawan tidak perlu bersusah payah mencatat manual dan tidak harus memiliki laptop. Tujuan pencatatan ini untuk mewariskan semangat dan ajaran Jing Si dan melestarikan budaya dokumentasi misi amal,” ungkap Yenni.
Lebih lanjut, Yenni menegaskan pentingnya pencatatan kasus amal terutama jika suatu kasus berganti PIC (relawan penanggung jawab). Dengan adanya pencatatan, relawan PIC yang baru dapat menelusuri kembali dari awal dan memahami kasus yang baru dipegangnya dengan lebih rinci. “Manfaat lainnya adalah relawan lebih terarah dalam mengumpulkan data dan menuliskan fakta yang diperoleh dari survei kasus. Kemudian saat rapat kasus, relawan yang lain dapat melihat dan menilai dengan lebih jelas serta merasa terlibat dalam kasus tersebut walaupun tidak ikut survei sehingga keputusan yang diambil tepat dan obyektif,” sambung Yenni.
Relawan peserta mendapat kesempatan bertanya dan sharing (berbagi kesan) dalam sesi tanya jawab.
Selain pembekalan materi, peserta juga mendapat pembelajaran melalui talk show dengan narasumber relawan yang telah berpengalaman dan aktif dalam misi amal yakni Wakil Ketua Hu Ai Petisah sekaligus Ketua Misi Amal Hu Ai Petisah, Dolivien, dan Wakil Ketua Hu Ai Cemara, Juniati. Dolivien yang akrab dipanggil Pinpin berbagi cerita awal perkenalannya dengan Tzu Chi dan kasus amal yang paling berkesan baginya.
Jalinan jodohnya dengan Tzu Chi berawal pada 2018 ketika ia dan suaminya diajak seorang relawan misi amal melakukan kunjungan kasih ke rumah salah satu anak asuh Tzu Chi. Saat itu ayah dari anak asuh menderita diabetes dan terbaring di kursi ruang tamu. Tampak ada bercak darah pada kaki penderita dan tetesan darah di lantai. Ibu anak asuh tidak bisa mencari nafkah untuk membiayai sekolah anaknya karena harus menjaga penderita sehingga meminta bantuan Tzu Chi.
Hati Dolivien tergugah melihat pemandangan tersebut sehingga terpanggil menjadi relawan Tzu Chi. Kasus amal ini pula yang paling berkesan baginya sampai sekarang. “Pembelajaran yang dapat dipetik sesuai dengan Kata Perenungan Master Cheng Yen yaitu dengan melihat penderitaan orang lain barulah bisa menghargai berkah dan merasa bersyukur. Saya berharap para relawan lebih bersemangat lagi menjalankan misi amal terutama pencatatan kasus, lebih aktif ikut survei kasus dan rutin hadir dalam rapat kasus agar tumbuh kebijaksanaan dan welas asih,” tutur Dolivien.
Koordinator Bidang Amal Tzu Chi Medan, Desnita (kedua kiri, memegang mic), memberikan penjelasan atas pertanyaan peserta dalam sesi tanya jawab.
Tidak berbeda dengan Dolivien, Juniati yang bergabung dengan Tzu Chi sejak 2016 mulai aktif di misi amal karena sering diajak survei kasus dan kunjungan kasih. Kesan batin paling mendalam ia dapatkan saat menangani kasus seorang ibu tiga anak bernama Yunitasari yang mengidap kanker leher rahim (serviks) dan kemudian meninggal dunia setelah enam bulan dibantu Tzu Chi. Saat itu usianya baru 35 tahun. “Dari kasus ini saya menyadari ketidakkekalan. Tidak ada yang tahu berapa lama kita menjalani kehidupan. Oleh karenanya kita harus menghargai hidup dan selalu bersyukur atas berkah yang dimiliki,” kata Juniati.
Ia terinspirasi dengan keyakinan dan semangat juang Ibu Yunitasari yang tinggi dan pantang menyerah. Meskipun kanker yang dideritanya telah memasuki stadium tiga dan kondisi fisiknya lemah, kemoterapi ia jalani hingga empat kali dan akhirnya meninggal dunia. Juniati berharap para relawan tidak menganggap kasus sebagai beban karena merupakan ladang berkah. “Semoga kita menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih bijaksana dalam mengemban misi amal di lingkungan masyarakat,” sambungnya.
Relawan peserta dan panitia yang berjumlah 123 pelatihan berfoto bersama setelah pelatihan Pelatihan Administrasi Misi Amal selesai.
Ketua Tzu Chi Medan, Hasan Tina dalam pesan cinta kasihnya sangat mengepresiasi semangat dan kesungguhan hati para relawan dalam mengikuti Pelatihan Administrasi Misi Amal. Ia berharap para relawan memperoleh manfaat dan mempraktikkan apa yang didapat dari pelatihan ini. “Misi amal tidak sekadar memberikan bantuan, tapi lebih ke arah memberikan perhatian dan dukungan moril kepada penerima bantuan. Semoga semua relawan sepakat, sejalan dan sepaham dalam menjalankan misi amal,” tutup Hasan Tina.
Pelatihan ini memberikan manfaat dan pelajaran yang berharga bagi para relawan, salah satunya Suriani yang sangat aktif dan bersemangat dalam mengemban misi amal. Awalnya ia kesulitan dalam pencatatan kasus karena gagap teknologi dan selalu meminta bantuan anaknya. Didorong semangat belajar yang tinggi dan tekad untuk maju, Suriani belajar secara mandiri dan mempelajari software untuk mendukung pencatatan kasus. “Pelatihan ini sangat bermanfaat terutama bagi relawan yang kurang menguasai teknologi. Tidak harus ada laptop, dengan handphone sudah bisa. Materi dan tips yang diberikan sangat jelas dan sederhana. Dengan pelatihan ini semoga para relawan tidak megalami kendala lagi dan terampil melakukan pencatatan kasus amal,” kata Suriani.
Editor: Arimami Suryo A.