Sebanyak 19 orang anak asuh turut hadir di acara ramah-tamah yang diadakan oleh relawan Tzu Chi komunitas Titi Kuning Medan untuk lebih saling mengenal dan memperat ikatan kekeluargaan.
Relawan Tzu Chi komunitas Titi Kuning di Medan mengadakan acara Gathering Anak Asuh yang diikuti oleh 19 orang anak asuh beserta keluarganya. Acara yang berlangsung sekitar dua jam ini diadakan di Depo Pelestarian Lingkungan Titi Kuning pada Minggu pagi, 4 Agustus 2024 dan mendapat dukungan dari 29 orang relawan. Tujuannya untuk lebih saling mengenal dan mempererat kekeluargaan.
Acara ramah-tamah kali ini dibagi menjadi beberapa sesi; dari kegiatan pelestarian lingkungan, mendengarkan ceramah Master Cheng Yen, sejarah Tzu Chi, pemberian penghargaan kepada para anak asuh yang berprestasi, hingga sesi-sesi menarik lainnya seperti isyarat tangan dan permainan.
Di awal acara, para relawan berbagi pengetahuan dan gerakan misi pelestarian lingkungan. Upaya pelestarian lingkungan di mulai dari kita sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu contoh nyata yang bisa kita lakukan adalah dengan mengurangi bahan-bahan non-organik sekali pakai seperti sumpit bambu dan lebih menggunakan wadah makanan dan minuman yang bisa dipakai ulang. Kemudian lebih memilih menggunakan sapu tangan daripada kertas tisu. Jika kita bisa mengurangi pemakaian barang-barang tersebut, tentunya kita bisa mengurangi kapasitas di tempat pembuangan akhir (TPA).
Para peserta diajak untuk bersama-sama mengerjakan daur ulang yang merupakan salah satu wujud praktik himpunan cinta kasih dari sepasang tangan yang bisa kita lakukan untuk membantu sesama.
Selain berbagi cerita ringkas mengenai sejarah Tzu Chi, Leo Rianto juga berbagi cerita tentang awal jalinan jodoh beliau dengan Tzu Chi.
Di sesi lainnya, selain berbagi cerita tentang Sejarah Tzu Chi, Leo Rianto yang pernah mendapatkan bantuan sehingga mempunyai sebuah kehidupan yang baru berbagi cerita tentang awal jalinan jodoh beliau serta pengabdiannya setelah melangkah masuk di dunia Tzu Chi.
“Nyawa saya pernah diselamatkan oleh seorang dokter yang juga telah merawat tanpa pamrih para murid-murid di tempat saya sekolah selama bertahun-tahun. Saya tidak pernah melupakan jasa kebaikan beliau dan berkat sebuah kehidupan yang baru, barulah saya bisa meraih semua cita-cita kemudiannya. Setelah mengetahui dokter tersebut adalah murid Master Cheng Yen, saya kemudian bertekad mengikuti jejak beliau melangkah masuk ke dunia Tzu Chi,” kisah Leo.
“Seperti yang disampaikan Master Cheng Yen melalui ceramahnya. Ada dua hal yang tidak bisa ditunda di dalam kehidupan ini. Yaitu berbakti kepada orang tua dan berbuat kebaikan. Master Cheng Yen juga selalu berpesan cara terbaik untuk berterima kasih atas tubuh pemberian orang tua kita adalah dengan berbuat kebaikan,” lanjut Leo.
Ia menambahkan, kehidupan manusia tidak luput dari penderitaan. Ketika kita menderita, kita berharap ada yang membantu dan meringankan penderitaan. Sesungguhnya kita semua dapat menggunakan sepasang tangan kita untuk sesama. Awal terbentuknya Tzu Chi melalui himpunan cinta kasih para ibu rumah tangga dengan menyisihkan sedikit demi sedikit uang belanja mereka setiap harinya melalui celengan bambu. Sama halnya dengan praktik daur ulang yang juga merupahkan wujud tetesan cinta kasih yang bisa kita pergunakan untuk membantu sesama, termasuk pembayaran SPP bulanan adik-adik anak asuh.
Ketika sang Ibu memohon bantuan anak asuh untuk Ardi, para relawan terjun langsung untuk melihat kehidupan para mereka. Ardi kemudian mengerti bahwa jika ada tekad, maka tiada yang mustahil.
Beragam usia anak asuh yang hadir, dari mereka yang masih duduk di bangku SD hingga di bangku SMK. Di antara mereka, ada dua orang yang ingin berbagi kesan selama mengikuti acara ramah-tamah kali ini.
Ardi yang saat ini duduk di bangku sekolah kelas 7 sudah sekitar dua semester menerima bantuan anak asuh dari Tzu Chi. Setelah Ayahnya mengalami kecelakaan, Ibunya yang sehari-hari bekerja sebagai ART mengambil alih peran menafkahi tiga orang bersaudara yang saat ini tinggal di sebuah gubuk kecil. Ardi yang pertama kalinya mengikuti acara ramah-tamah tersentuh dengan pesan Master Cheng Yen dan juga keakraban kekeluargaan yang ada.
“Dari apa yang disampaikan, ternyata berbuat kebaikan itu bukan hanya orang yang kaya saja. Dari Master Cheng Yen saya belajar jika ada tekad, maka tiada yang mustahil. Kita semuanya mampu berbuat kebaikan. Dari daur ulang, saya sadari bahwa tiada hal yang tidak berguna di dunia ini. Dua tangan yang kita gunakan untuk mengerjakan daur ulang menghasilkan sejuta manfaat yang bisa kita gunakan untuk membantu sesame,” kata Ardi.
Walaupun kehidupan yang penuh liku dan tantangan, Rika tidak pernah pupus meniti asa dan terus memperkuat tekad dengan berprestasi dan berbakti kepada orang tua.
Selain Ardi, anak asuh lainnya yang turut hadir adalah Rika. Rika yang saat ini duduk di bangku sekolah kelas 9 adalah seorang anak berprestasi. Ayahnya sudah lama tiada, selain harus menghidupi dua orang anaknya dan juga anggota keluarga lainnya yang tidak berdaya di sebuah rumah kecil sederhana, Ibunya sehari-hari berjuang menghidupi keluarganya dengan keliling berjualan salak.
“Bersyukur bantuan Tzu Chi dapat meringankan beban Mama. Walaupun kehidupan kami susah dan penuh tantangan, tapi kami tidak pernah berhenti untuk meniti asa dan harapan. Kami wujudkan rasa syukur dengan terus berjuang dan berprestasi. Dunia adalah ladang berkah dan tentunya kehidupan ini harus bermakna. Semoga kelak saya juga bisa ikut memperpanjang barisan Tzu Chi dan ikut mengulurkan sepasang tangan saya,” ucap Rika dengan penuh keyakinan.
Editor: Metta Wulandari