Sepekan Berkeliling Dunia Bersama Sekolah Tzu Chi

Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Metta Wulandari

Kegiatan Pekan Gabungan Hari Perserikatan Bangsa-bangsa dan Pesta Seni Budaya kembali diadakan oleh Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Tzu Chi Indonesia. Masing-masing kelas mendapatkan pemaparan mengenai berbagai wilayah di Indonesia maupun luar negeri. Shella, guru kelas dari K2 Kindness memberikan pengajaran yang ringan bagi siswanya dengan membuat sebuah miniatur Kota Jakarta.

Memperingati UN Nation Day, Sekolah Tzu Chi Indonesia kembali mengadakan school performance di Guo Yi Ting, Lt. 3 Aula Jing Si. Pertunjukkan yang dilakukan pada 30 Oktober 2015 tersebut merupakan puncak dari kegiatan Pekan Gabungan Hari Perserikatan Bangsa-bangsa dan Pesta Seni Budaya yang diadakan oleh Taman Kanak-kanak (TK) Sekolah Tzu Chi Indonesia.

Sebelumnya, sejak tanggal 26 hingga 29 Oktober, interior TK Tzu Chi Indonesia disulap bagaikan museum yang berisi penjelasan mengenai berbagai negara di dunia. “Ada Morroco, Bangladesh, Taiwan, Pakistan, Italia, Inggris, Arab, dan beberapa negara lainnya,” ucap Iing Felicia Joe, Kepala Sekolah TK Tzu Chi Indonesia.

Selain menampilkan pegetahuan dari berbagai negara di dunia, TK Tzu Chi juga mendisain kelas K2 dengan berbagai informasi mengenai Indonesia. “Kami ingin memperkenalkan Indonesia sebagai negara yang patut mereka banggakan karena Indonesia terdiri dari pulau-pulau yang indah dengan 34 provinsi yang memiliki keberagaman budaya, suku, bahasa yang berbeda namun tetap menjadi satu dalam kebhinekaannya,” jelas Iing yang ingin pekan budaya tersebut dapat juga dijadikan pembelajaran mengenai Hari Sumpah Pemuda bagi murid-muridnya.

Sejak tanggal 26 hingga 29 Oktober, interior TK Tzu Chi Indonesia disulap bagaikan museum yang berisi penjelasan mengenai berbagai negara di dunia dan berbagai wilayah di Indonesia. Tujuannya adalah untuk memperkenalkan negara-negara berkaitan dengan organisasi dunia, PBB dan menekankan makna Hari Sumpah Pemuda.


Dalam puncak kegiatan tersebut, 30 Oktober 2015, para siswa menampilkan budaya khas dari masing-masing wilayah. Sambutan hangat datang dari tiap wali murid yang hadir untuk melihat penampilan anak mereka.

“Di tahun ini kami memang ingin lebih menggaungkan Sumpah Pemuda karena momennya tepat pada peringatan Hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober 2015. Jadi agar anak-anak bisa tahu apa itu sumpah pemuda,” tambah Iing.

Setelah empat hari menerima pemaparan informasi mengenai masing-masing wilayah, pada hari terakhir atau puncak kegiatan Pekan Gabungan Hari Perserikatan Bangsa-bangsa dan Pesta Seni Budaya, murid TK akhirnya menampilkan pertunjukkan dari wilayah yang mereka wakili. Seperti kelas K2 Kindness yang menampilkan pertunjukkan Tari Topeng dari Jakarta.

Shella, guru kelas dari K2 Kindness mengaku sempat khawatir terhadap penampilan siswanya, namun kekompakan siswanya membuatnya turut bergembira. “Sangat bangga karena mereka masih sangat kecil tapi bisa menampilkan yang terbaik dan mengikuti instruksi yang rumit sekali,” ujarnya. Sebelumnya, ia memberikan pengajaran yang ringan bagi siswanya dengan membuat sebuah miniatur Kota Jakarta. “Di miniatur itu ada Monas (Monumen Nasional –red) yang merupakan ikon Jakarta, ada Ondol-ondel, bajaj, dan tidak lupa tong sampah untuk menjaga Jakarta tetap bersih,” jelasnya.

Jenny (kanan – atas) dan siswanya (K2 Compassion) seusai membawakan tarian khas Banda Aceh. Dengan menjaga suasana hati dari siswanya dan melatih mereka secara berkala, Jenny yakin kekompakkan mereka bisa terbentuk secara alami.

Sedikit berbeda dengan Shella, Jenny, guru kelas K2 Compassion memberikan penjelasan dengan membubuhkan cerita-cerita menarik pada siswanya. Ia tidak lupa mencetak gambar dari sesuatu yang khas dari wilayah yang mereka wakili. “Kali ini kami berkesempatan untuk menampilkan budaya Aceh,” katanya. Jenny menjelaskan bahwa kendala terbesar dalam memberikan pengajaran pada siswa terletak pada konsentrasi mereka yang masih tidak stabil. Namun dengan menjaga suasana hati dari siswanya dan melatih mereka secara berkala ia yakin kekompakkan mereka bisa terbentuk secara alami.

Ratna Dewi, guru kelas N2 Compassion sepakat dengan Jenny. “Dengan menjaga suasana hati siswa, kami baru bisa mengajari mereka,” ucap Ratna yang mengajari para siswanya mengenai seluk beluk Negara Bangladesh. Ia mengaku bahwa memberikan pengajaran siswa usia 3 tahun memang lebih susah, “Apalagi untuk membuat mereka kompak,” ungkapnya. “Kuncinya adalah dengan mengajari sesuatu yang mudah dan sederhana. Guru juga harus sabar dan harus sering mengulang, konsisten, juga mengajarkan kedisiplinan untuk siswa,” jelas Ratna.

Penampilan dari siswa N2 Compassion membakan tarian Bangladesh dengan kompak. Melihat penampilan mereka, Ratna Dewi mengaku bangga.

Melihat keseluruhan penampilan dari setiap kelas, Iing merasa lega sekaligus bangga karena semua siswa begitu kompak memberikan yang terbaik. “Saya mengapresiasi seluruh pihak yang mendukung Pekan Gabungan Hari Perserikatan Bangsa-bangsa dan Pesta Seni Budaya ini. Terutama untuk semua guru dan panitia yang sudah mempersiapkan kegiatan, juga untuk Da Ai Mama,” ucap Iing. Dengan suksesnya kegiatan tahunan ini, Iing berujar bahwa akan menjadikan kegiatan serupa pada tahun-tahun selanjutnya sebagai tantangan dalam memberikan pengetahuan lebih bagi siswa.


Artikel Terkait

Ada tiga "tiada" di dunia ini, tiada orang yang tidak saya cintai, tiada orang yang tidak saya percayai, tiada orang yang tidak saya maafkan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -