Seperti Keluarga Sendiri

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi Pranoto
 
foto

Lie Kia Nio (Kiki), pengidap penyakit paru-paru akut, sedang dimandikan oleh para relawan Tzu Chi. Akibat penyakitnya, sehari-hari Kiki hanya berbaring di ranjang dan jarang mandi.

Rumah itu tidak jauh berbeda dengan rumah lainnya. Lingkungan yang padat dan kotor –dekat peternakan bebek– membuat udara di sana kurang sehat. Hamparan sawah yang luas di depan dan belakang perkampungan juga tak sanggup membuat udara menjadi lebih baik. Begitu saya dan relawan Tzu Chi datang, Lie Kia-mio –pemilik rumah– tengah menahan sakit di dadanya. Sebuah bangku panjang yang dipepetkan ke tembok rumah, menjadi tempatnya berbaring sehari-hari perempuan berusia 64 tahun tersebut. “Bawang… bawang…,” rintihnya. Minyak angin yang dipegang, tampaknya tak bisa mengurangi sesaknya. Beberapa relawan yang hendak memapahnya, ditampiknya. “Jangan! Jangan! Sakit…, nyesek saya,” katanya sambil mengatur nafasnya yang terengah-engah.

Begitu seorang tetangga memberinya bawang merah, Lie Kia-mio yang akrab dipanggil Kiki ini, dengan cepat meraihnya. Ia segera menggosok-gosokkan bawang yang sudah dibelah itu ke dadanya. Ajaib! Kiki langsung tenang. Ia pun dengan lancar mulai bisa berbicara dengan relawan Tzu Chi yang mengunjunginya. Relawan Tzu Chi pun langsung bergerak cepat. Mereka segera memakai masker dan sarung tangan. Puluhan relawan Tzu Chi memegang alat-alat kebersihan dan lainnya mempersiapkan perlengkapan mandi.

Kamis, 3 Juli 2008, sekitar 20 relawan Tzu Chi Tangerang mengunjungi rumah Kiki. Bersama para relawan, ikut pula seorang relawan dari Australia, dosen dan 2 mahasiswa kedokteran Universitas Tzu Chi di Taiwan. Kedatangan para relawan ini tak lain untuk membersihkan rumah Kiki sekaligus memberi perhatian padanya. Kiki yang berumur 65 tahun mengidap penyakit TBC akut. Setahun lalu gejala penyakit itu sudah ia rasakan dan Kiki sempat berobat, namun tidak sampai tuntas. Karena didiamkan, maka penyakit itu kembali menyerangnya. Sejak bulan Maret 2008, Kiki terbaring lemah tak berdaya di kursi panjang yang sekaligus menjadi tempat tidurnya di siang hari. Menurut dr Kurniawan, relawan dokter Tzu Chi, penyakit Kiki terbilang parah. “Paru-parunya sudah rusak, dan jantungnya pun sudah terkena sehingga dia sulit bernafas,” kata dr Kurniawan. Kondisi rumahnya yang kotor dan pengap diperkirakan turut memperparah kondisinya. Karena itulah, selain memandikan, memotong kuku dan rambut, relawan Tzu Chi juga membersihkan dan memperbaiki rumah Kiki agar lebih sehat.

foto  foto

Ket : - Kiki tampak senang setelah berkeramas, mandi, dipotong kuku dan rambutnya. Ia berjanji setelah sembuh
           akan menjadi relawan Tzu Chi dan membantu orang lain. (kiri)
         - Lie Ni, adik kandung Kiki tak bisa menahan rasa harunya saat melihat kondisi kakaknya dan bagaimana
           relawan Tzu Chi membantu, merawat, dan memperhatikannya. (kanan)

Membalas Budi Baik
Sejak dulu, Kiki hanya tinggal bersama Jamaika, keponakan yang telah dirawatnya sejak berumur 2 tahun dan menjadi anak angkatnya. Kiki sendiri dulu pernah menikah, namun bercerai sebelum dikaruniai anak. Karena hidup sendiri, adik laki-laki Kiki –juga mengalami perceraian– menitipkan Jamaika sejak kecil. Untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, Kiki bekerja keras sebisanya, mulai dari berdagang makanan keliling hingga menjadi pembantu rumah tangga. Meski begitu, Kiki hanya sanggup menyekolahkan Jamaika hingga kelas 3 SMP. “Tidak ada biaya, segitu aja saya sudah bersyukur sekali,” kata Jamaika. Kini Jamaika sudah berusia 23 tahun dan bekerja di toko arloji salah satu mal di Tangerang. Dengan gaji sebesar Rp 300 ribu per bulan, Jamaika mesti memutar otak untuk dapat mencukupi kebutuhan hidupnya dan ibu angkatnya tersebut. Terlebih sejak Kiki sakit keras, ia tak hanya harus mencukupi kebutuhan makannya saja, tapi juga merawat Kiki sehari-hari. “Yah sudah seperti ibu sendirilah. Walaupun kadang capek diomelin terus, tapi saya tetap harus merawatnya,” kata Jamaika. Pemuda ini bahkan mengaku jika rasa sayangnya pada Kiki melebihi kepada kedua orangtua kandungnya. “Dia (Kiki –red) yang ngerawat saya sejak kecil, sedangkan orangtua saya sendiri jarang menengok saya,” ujarnya lirih.

foto  foto

Ket : - Relawan dan dokter Tzu Chi pun turut membersihkan rumah kediaman Kiki. Banyaknya barang-barang dan
           udara yang lembab membuat rumah ini kurang sehat untuk dihuni.
           akan dipasang. (kiri)
         - Agar tak lagi lembab, relawan Tzu Chi memasang batu sebagai alas rumah Kiki yang berlantaitanah.
           Relawan juga memasang terpal di atas rumah serta karpet di dalam agar tak bocor dan lebih bersih. (kanan)

Saat saya dan Jamaika tengah berbincang, datanglah seorang ibu yang memanggul baskom kaleng di pinggang kanannya. Wajahnya berseri-seri setelah melihat kondisi Kiki yang segar dengan rambut yang sudah rapi. Setelah saya dekati, ternyata dia adalah Lie-ni, adik kandung Kiki. “Senang saya, kakak saya dibeginiin (dimandikan dan dipotong rambut –red),” isaknya haru. Usut punya usut, kedatangan relawan Tzu Chi ke rumah Kiki tak lain adalah berkat jerih payahnya. “Saya yang ngelapor ke Tzu Chi. Habisnya kasihan, kakak saya nggak ada yang ngurusin. Saya nggak bisa bantu apa-apa. Cuma bisa bantu begini aja,” kata Eni yang sehari-hari berdagang makanan keliling.

Eni sendiri sudah mengenal Tzu Chi sejak 4 tahun lalu, ketika suaminya dioperasi katarak dalam baksos kesehatan Tzu Chi di RSKB Cinta Kasih Tzu Chi. “Syukur deh, jerih payah usaha saya nggak sia-sia. Sekarang saya dah tenang, kakak saya ada yang bantuin dan ngurusin. Terima kasih banyak,” ungkap Eni haru. Dari 7 saudara Kiki yang lain, hanya Eni yang dekat dan peduli. “Yang lain nggak tahu kenapa? Pada marah, soalnya Kiki orangnya bawel. Kita datang, ngurusin, eh malah diomelin. Tapi kalo saya mah nggak dendam, biarin aja,” tegas Eni. Sejak 3 bulan lalu, Eni selalu mengunjungi Kiki sepulangnya berdagang. “Saya yang nyuciin bajunya. Kadang kalo ada rezeki, saya beliin makanannya,” kata Eni. Sikap Eni dan Jamaika ini tak lain karena dulu, Kiki pun sangat baik kepada mereka. “Dia selalu baik sama saya. Kalo ada rezeki, dia kasih semua ke anak-anak saya. Jadi, saya ingat itu aja,” ungkap Eni. Air matanya pun menetes deras. Ia tak lagi sanggup menguasai perasaannya.

foto  foto

Ket : - Dua mahasiswa kedokteran Universitas Tzu Chi, Taiwan turut membantu. Relawan Tzu Chi Indonesia
           membereskan dan membersihkan rumah Kiki di Desa Sewon Gaga, Neglasari, Kota Tangerang. (kiri)
         - Kiki menyambut baik uluran tangan relawan Tzu Chi yang membantunya. Rumah dan tempat tidur Kiki kini
           lebih bersih dan sehat dari sebelumnya. (kanan)

Bantuan Hingga Sembuh
Menurut Lian Chu, Ketua Tzu Chi Tangerang, apa yang relawan Tzu Chi lakukan adalah demi menumbuhkan semangat hidup Kiki. “Dia merasa sejak sakit kurang diperhatikan dan juga kondisi ekonominya yang kurang. Jadi, kita akan terus mengunjungi dan memberi perhatian. Pengobatan dan pemberian makanan bergizi juga akan terus dilakukan,” kata Lian Chu. Ketika ditanyakan sampai kapan relawan Tzu Chi akan membantu, Lian Chu dengan tegas menjawab, “Sampai dia sembuh, bisa berdiri, dan bekerja kembali.”

Lian Chu yang memangku Kiki saat dimandikan tak merasa risih dan sungkan melakukannya. “Sesuai anjuran Master Cheng Yen, kita harus mencintai sesama makhluk hidup. Karena itu kita lakukan, nggak perlu takut. Kita harus bantu pulihkan dia, sampai dia bisa kerja dan mandiri, sampai akhirnya bisa menjadi relawan Tzu Chi dan membantu orang lain,” tegas Lian Chu.

 

Artikel Terkait

Hari Guru Penuh Haru

Hari Guru Penuh Haru

29 November 2016
Pada 27 November 2016, Tzu Chi Tanjung Balai Karimun menyelenggarakan perayaan Hari Guru. Acara yang dimulai sekitar pukul 09.30 WIB tersebut dihadiri oleh guru-guru les, TK, SD, SMP, dan SMA.
Rasa Syukur Bertemu Kembali di Kelas Budi Pekerti

Rasa Syukur Bertemu Kembali di Kelas Budi Pekerti

21 April 2022

Pertemuan Tatap Muka pertama Kelas Budi Pekerti di tahun 2022 selama 2 tahun lebih tidak bertemu, akhirnya bertemu Kembali pada tanggal 10 April 2022.

Jika selalu mempunyai keinginan untuk belajar, maka setiap waktu dan tempat adalah kesempatan untuk mendapatkan pendidikan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -