Sepuluh Tahun Kelas Budi Pekerti: Prestasi yang Terus Berkesinambungan

Jurnalis : Henry Surya (He Qi Pusat), Teddy Lianto, Fotografer : Henry Surya (He Qi Pusat), Teddy Lianto

Kamp Bimbingan Budi Pekerti Tzu Chi di 24 - 25 Oktober 2015 ini memiliki arti penting bagi para relawan pendamping. Tepat pada tahun ini, mereka merayakan 10 tahun kelas budi pekerti berdiri.

Genap sudah satu tahun pendidikan budi pekerti Er Dong Ban (Tingkat Sekolah Dasar) dilaksanakan di tahun 2015. Untuk melengkapi kegiatan pengajaran, maka di penghujung tahun diadakan sebuah kegiatan bersama di mana para murid diimbau untuk menginap dan belajar untuk mandiri. Kegiatan bersama atau kamp bimbingan ini dilaksanakan selama dua hari yakni pada tanggal 24 - 25 Oktober 2015 di Aula Jing Si, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Kamp Bimbingan Budi Pekerti Tzu Chi dengan tema “Mengenal Dunia Tzu Chi” ini diikuti  oleh  270 anak dari seluruh wilayah Jakarta. “Tujuannya adalah supaya mereka bisa saling mengenal lebih dekat dengan teman-temannya dan juga dengan relawan pendamping, yang mana biasanya mendampingi mereka setiap bulannya kelas hanya sekitar 3 - 4 jam pertemuan,” ujar Mei Rong, koordinator kegiatan hari itu.

Kamp Bimbingan Budi Pekerti Tzu Chi di tahun 2015 juga memiliki arti yang sangat penting bagi para relawan pendamping. Tepat pada tahun ini, Kelas Budi Pekerti Ertongban merayakan penutupan kelas pengajaran untuk angkatan yang ke-10. Yang berarti kegiatan kelas budi pekerti itu sudah genap satu dasawarsa diadakan.

Mei Rong, selaku PIC kegiatan kelas budi pekerti berharap dapat mendidik anak-anak supaya mereka dapat belajar untuk memberi dan melihat bahwa masih banyak orang yang perlu dibantu.

Mei Rong bertutur jika mengenang ke masa awal, pada waktu itu kelas budi pekerti dimulai oleh 7 orang relawan pendamping. Untuk mendalami metode pengajaran, enam di antaranya pergi ke Taiwan untuk mendalami  materi pembelajaran Jing Si untuk anak-anak. Bahan materi untuk pengajaran juga mereka cari dari Buletin Tzu Chi Taiwan yang disusun oleh Asosiasi Guru Sekolah Tzu Chi yang di dalamnya terdapat metode pembelajaran berdasarkan Kata Perenungan Master Cheng Yen dengan 5 tahap: Mengalami, bercerita, berintrospeksi, merenungkan, dan menerapkan dalam kehidupan keseharian. Lalu mulai tahun 2009 hingga sekarang, sudah ada struktur dalam pembagian tugas, dan  kamp bimbingan kelas budi pekerti mulai diadakan.

Mengenang 10 tahun perjalanan Kelas Budi Pekerti Tzu Chi, Mei Rong merasakan setiap tahunnya materi yang disampaikan semakin bagus dan semakin banyak murid-murid yang bergabung. Hal ini tidak menutup kemungkinan karena bantuan dari relawan pendamping (Da Ai Mama) yang sudah banyak pengalaman.  Selain itu juga murid-murid yang telah lulus sekarang telah bisa jadi kakak pembina untuk adik-adik kelasnya. “Sekarang ada juga kakak pembina (Gege, Jie-Jie -red) yang sebelumnya ikut dan mereka sekarang bisa sebagai pendamping. Ini adalah salah satu prestasi dari pendidikan Ertongban yang terus berkesinambungan selama 10 tahun ini,” terang Mei Rong dengan gembira.

Adapun harapan dari Mei Rong dengan diadakannya Kelas Budi Pekerti Tzu Chi ini adalah dapat mendidik anak-anak yang pada masa sekarang sudah hidup dengan mapan supaya mereka dapat belajar untuk memberi dan melihat bahwa masih banyak orang yang perlu dibantu. “Melalui kelas ini kita ingin mendidik anak-anak, agar mereka sadar jika mereka itu penuh berkah dan sekaligus menggalang hati para orang tua menjadi pendamping dalam  kelas tersebut,” harap Mei rong ini.


Dalam kamp ini anak-anak diajak untuk hidup mandiri dan belajar kata perenungan Master Cheng Yen.


Vanessa Lai, salah seorang peserta kamp mengatakan bahwa dia senang sekali ikut kegiatan kamp karena pelajaran di kelas tidak membosankan.

Bermain Sambil Belajar

Seorang peserta kelas budi pekerti, Vanessa Lai mengatakan bahwa dia senang sekali ikut kamp karena tidak membosankan. “Ada game atau permainan yang seru, materi yang diberikan juga tidak sama karena dia mengikuti tahun ini untuk yang kedua kalinya,” ujar Vanessa yang duduk di kelas 6 SD ini.

Lain halnya dengan Jason Valentino yang baru mengikuti kamp ini untuk pertama kalinya. Dia atas kemauan sendiri ikut karena dapat info dari kakaknya yang pernah ikut bahwa kamp ini bagus dan menyenangkan karena ada permainan selama acara dan bisa menambah teman baru. “Di sini banyak belajar tentang kasih sayang kepada orang tua, saudara, teman, guru, dan orang lain. Bahkan saya berminat mengikutinya lagi tahun depan,” terangnya pasti.


Beberapa tahun terakhir, murid-murid yang telah lulus dari Kelas Budi Pekerti Tzu Chi kembali membantu relawan pendamping dengan menjadi kakak pembina bagi adik kelas mereka.


Legi Soegianto dan keluarga yang turut aktif di misi pendidikan Tzu Chi merasa sangat senang dapat berbuat kebaikan di Tzu Chi.

Satu Keluarga yang Bahagia

Bagi Legi Soegianto, banyak pembelajaran yang ia dapat selama bergabung di kegiatan Tzu Chi terutama di misi Pendidikan Tzu Chi. “Di Tzu Chi kita terus berbuat baik, perasaan jadi senang dan bahagia sehingga pikiran tidak rumit dan tidak mudah risau. Setiap minggu saya dan keluarga berdoa di wihara dan bergabung di sini, saya merasa kita juga praktik berbuat kebajikan. Jadi antara teori dan praktik seimbang,” tutur Legi saat sedang membimbing murid-murid kelas budi pekerti di dalam kelas.

Jalinan jodoh Legi dengan Tzu Chi berawal dari ajakan teman-teman di wiharanya untuk mengenal Tzu Chi dan setelah melihat kasih universal Tzu Chi dalam membantu  orang kurang mampu membuatnya ia yakin untuk bergabung pada tahun 2010, tetapi pada saat itu ia belum terlalu aktif di kegiatan. Dua tahun berselang,  Legi kembali berjodoh dengan Tzu Chi. Pada saat itu ia dan Lenny Kamajaya, istrinya memasukkan buah hatinya ke dalam kelas budi pekerti Tzu Chi. “Saya merasa di sekolah tidak ada mata pelajaran budi pekerti. Dengan mereka ikut di sini (Tzu Chi), saya melihat jika setiap tahun mereka mengalami perubahan. Dari yang awalnya mereka cuek akhirnya berubah menjadi lebih bertanggung jawab dan mandiri. Bahkan mereka bilang mereka mau jadi kakak Pembina untuk adik-adik kelas mereka nantinya setelah lulus,” ujar Legi dengan penuh bahagia.

Untuk melengkapi kebahagian tersebut, ia dan istri pun bergabung menjadi relawan pendamping di Kelas Budi Pekerti Tzu Chi. ”Saya lihat Da Ai Mama sudah tua, tapi mereka masih semangat memasak, beres-beres meja. Pada saat itu saya merasa yang muda seharusnya bisa bantu mereka. Jadi saya coba bergabung, toh di rumah kita juga tidak terlalu sibuk. Bantu di sini juga sambil belajar sehingga lama-lama kita jadi tahu apa itu Tzu Chi dan terjun ke kegiatan komunitas,” jelas Legi.

Bagi Legi pribadi tidak masalah bergabung di kegiatan yang anggotanya mayoritas adalah wanita. “Karena buat saya yang penting bagaimana kita berbuat baik di kegiatan ini itu saja pikiran saya,” tambahnya.


Artikel Terkait

Sepuluh Tahun Kelas Budi Pekerti: Prestasi yang Terus Berkesinambungan

Sepuluh Tahun Kelas Budi Pekerti: Prestasi yang Terus Berkesinambungan

26 Oktober 2015

Tahun ini kamp bimbingan diadakan selama dua hari, 24 - 25 Oktober 2015 di Jing Si Tang, Tzu Chi Center, Pantai Indah Kapuk. Sebanyak 270 anak mengikuti kegiatan ini. Di usinya yang genap 10 tahun ini, banyak kisah anak-anak yang terlibat di dalamnya. Bahkan relawan pendamping juga memiliki kesan yang mendalam.

Keindahan kelompok bergantung pada pembinaan diri setiap individunya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -