Sepuluh Tahun yang Berarti

Jurnalis : Juliana Santy, Fotografer : Juliana Santy
 
 

foto
Sebanyak 312 siswa-siswi tingkat akhir SD, SMP, SMA, dan SMK Cinta Kasih Tzu Chi mengikuti upacara penutupan kamp pendewasaan tahun ajaran 2012/2013.

Semangat Mahabiksu Jian Zhen seolah hadir dalam upacara penutupan camp pendewasaan siswa/i Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi tahun ajaran 2012/2013. Sebanyak 48 siswa SMA dan SMK yang duduk di tingkat akhir sekolah menampilkan drama tersebut, salah satunya adalah Mugi Santoso, siswa SMA Cinta Kasih Tzu Chi. Ia mengetahui bahwa Xing Yuan mengisahkan tentang seorang biksu yang memiliki semangat pantang menyerah untuk menjalankan tekadnya, oleh karena itu ia pun mempersiapkan mentalnya dengan baik untuk tampil sebagai awak kapal, dan akan menanamkan semangat pantang menyerah seperti Mahabiksu Jian Zhen di dalam dirinya.

Di masa kecil, Mugi dan keluarganya tinggal di bantaran Kali Angke. Waktu itu kehidupannya jauh berbeda dengan saat ini, kehidupannya yang sebelum bertemu dengan Tzu Chi dan tinggal di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi. Ia bercerita kehidupannya pada masa itu benar-benar berantakan dan sulit. Pada tahun 2003, Mugi yang berusia 8 tahun bersama ayah, ibu, dan adiknya meninggalkan bantaran Kali Angke dan tinggal di rumah yang baru. Tempat baru, teman baru, suasana baru, membuat Mugi kecil yang dulu gemar berenang di bantaran kali Angke bersama teman-temannya ini merasa sangat senang. Sebuah kehidupan baru yang cerah menanti seorang anak yang bercita-cita menempuh pendidikan di Akmil (Akademi Militer).

Kini 10 tahun sudah Mugi dan keluarganya tinggal di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi dan 10 tahun sudah ia menempuh pendidikannya di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi hingga pada tahun 2013 ia pun menamatkan pendidikan SMAnya. “Sepuluh tahun di sini saya merasakan perasaan senang yang belum pernah saya rasakan sebelumnya, karena saya sudah sampai sekarang. Banyak hal yang belum pernah saya lakukan, tapi di sini saya lakukan dan banyak hal yang berkesan, terutama kebersamaannya. Kalau dulu (sebelum pindah) nggak ada kepikiran buat sekolah sampai seperti sekarang, karena dulu kondisiku benar-benar nggak memungkinkan. Melihat kondisi sekolah, perekonomian orang tua, disitu sepertinya mustahil sekali saya bisa sekolah sampai sekarang.  Bahkan orang-orang yang mengenal keluarga saya pribadi, nggak menyangka kalau saya akan sekolah sampai tampat SMA,” ucap Mugi Santoso bangga.

foto  foto

Keterangan :

  • Pada acara ini sebanyak 48 Siswa SMA dan SMK menampilkan dengan semangat drama isyarat tangan Xing Yuan (kiri).
  • Mugi Santoso (kanan), Siswa SMA Cinta Kasih Tzu Chi merasa sangat senang dapat melewati waktunya 10 tahun di lingkunganTzu Chi (kanan).

Suasana yang ada di lingkungannya saat ini sekaligus pendidikan yang didapat di sekolah, secara tak langsung membawa perubahan bagi Mugi yang awalnya dikenal sebagai anak yang suka membangkang. Para guru juga berperan dalam perubahan sikap yang dimiliki Mugi.  Bagi Mugi, mereka meninggalkan kesan tersendiri dalam dirinya karena mereka yang mendidiknya menjadi lebih baik. Saat ia membangkang, guru akan mendidiknya dan mengingatkannya agar lebih baik dan tidak membangkang. “Orang tua juga merasakan ada perubahan, terutama ibu.  Dia benar-benar merasakan perubahan aku dari dulu sampai sekarang. Dulu aku suka membangkang kedepannya. Aku semakin sayang sama dia dan dia sayang sama aku,” tuturnya yang setelah lulus ingin bekerja dahulu untuk meringankan beban orang tua sebelum melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi.

Berikrar dan Bersatu Hati
Camp pendewasaan merupakan salah satu bagian dari proses pendidikan di Sekolah Cinta kasih Tzu Chi dan tahun ini adalah keempat kalinya camp pendewasaan diadakan. Di tahun ini camp yang dihadiri sebanyak 312 siswa ini mengangkat tema “Berikrar dan Bersatu Hati”.  Tema tersebut bermakna untuk mengajak anak-anak yang sudah mengakhiri masa pendidikannya di tingkat SD, SMP, SMA, dan SMK untuk berikrar dan bersatu hati dalam berbuat kebaikan, menyebarkan cinta kasih, bervegetarian, melestarikan lingkungan, dan menghormati serta menyayangi kedua orang tuanya.

foto  foto

Keterangan :

  • Berbagai penampilan mulai dari shou yu, tarian Bodhisatwa bertangan seribu, hingga menyanyi diberikan oleh para murid (kiri).
  • Diakhir acara, para guru menampilkan sebuat isyarat tangan yang berjudul, Ding Ning yang berarti nasihat (kanan).

Perubahan anak dari sisi budi pekerti juga disampaikan oleh orang tua murid pada sesi sharing. Baru satu tahun anak Auw Xiu Ling, Owen (6 SD) bersekolah di Tzu Chi, tapi ia merasakan anaknya benar-benar menunjukkan perilaku dan tanggung jawab yang baik. Ia pun terkesan dan terharu dengan kegiatan hari ibu yang dilakukan di sekolah, di mana pada saat itu anaknya mencuci kakinya. “Dari situ saya merasa tidak salah menyekolahkan anak saya di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi. Sebelumnya saya tidak pernah memuji anak saya, kali ini anak saya duduk di sana mendengarkan saya, saya benar-benar bangga kepada anak saya, karena dia sudah berubah sekali,” tuturnya sembari mengucapkan terima kasih kepada para guru dan relawan yang ikut mendidik anaknya.

Master Cheng Yen berkata, bahwa yang terpenting dalam  pendidikan adalah terus mewariskan nilai-nilai moral pada generasi penerus serta membimbing mereka dalam menghadapi orang dan masalah dalam hidup, dengan demikian kelak mereka akan  berjalan ke arah yang benar. Inilah yang menjadi pegangan dalam mendirikan sekolah cinta kasih Tzu Chi pada tahun 2003. Dimulai dari SD dan SMP hingga kini memiliki SMA dan SMK yang selalu mengedepankan budi pekerti dan ilmu pengetahuan. Bukan hanya mendidik siswa-siswi berhasil dalam bidang akademik tetapi juga memiliki budi pekerti yang baik.

  
 

Artikel Terkait

Suara Kasih: Menapaki Jalan Kebenaran

Suara Kasih: Menapaki Jalan Kebenaran

22 Februari 2013 Orang yang memperagakan isyarat tangan juga semakin banyak. Para tamu yang pernah menghadiri pementasan tiga tahun silam, tahun ini juga turut berpartisipasi dalam pementasan adaptasi Sutra.
I Love You, Mom

I Love You, Mom

12 Oktober 2016

Kamp kelas budi pekerti Er Tong Ban yang diadakan pada hari Sabtu dan Minggu, 1 – 2 Oktober 2016 mengajarkan kepada anak untuk berbakti kepada orang tua, mandiri dalam bertanggung jawab pada diri sendiri, menghargai setiap detik dalam beraktivitas, memupuk kebajikan. Kamp ini diikuti oleh138 peserta.

Kesuksesan terbesar dalam kehidupan manusia adalah bisa bangkit kembali dari kegagalan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -