Setiap Detik Berjuang Demi Kebajikan
Jurnalis : Imelda Kristanti (Tzu Chi Surabaya), Fotografer : Hendrasurya, Hari Tedjo
Amin merasa bangga
dengan hasil oprasi Tegar dan terus mendukung agar Tegar bisa menjaga kesehatan
dan kebersihan matanya.
Orang yang mampu melayani orang lain, lebih beruntung daripada orang yang harus dilayani. (Kata Perenungan Master Cheng yen)
Seringkali dikatakan, mata adalah jendela dunia. Betapa sulit menjalani kehidupan tanpa memiliki penglihatan yang baik. Selain sulit melakukan aktifitas sehari-hari, orang yang tidak mampu melihat dengan baik, juga kesulitan dalam bekerja, yang dapat mengakibatkan kehilangan pekerjaan dan tidak mampu mencari nafkah bagi diri sendiri dan keluarga. Jumlah penderita penyakit katarak di Indonesia masih sangat tinggi. Tak hanya mereka yang berusia lanjut, bahkan anak yang berusia dini maupun remaja juga bisa menderita katarak. Karena tidak mampu berobat dan juga terkadang kurangnya penyuluhan yang benar tentang proses pengobatan katarak, banyak penderita katarak mengurungkan niat mereka untuk berobat.
Tergerak untuk dapat membantu para penderita penyakit katarak, Yayasan Buddha Tzu Chi Surabaya, Medan dan Jakarta bekerja sama dengan Polda Jawa Timur mengadakan Bakti Sosial Operasi Katarak. Baksos Katarak ini digelar secara roadshow di dua kota, yaitu, Surabaya (26 hingga 28 Mei 2014) dan Kediri (29 Mei 2014 hingga 1 Juni 2014). Total jumlah pasien katarak yang mengikuti baksos ini adalah 1,708 orang yang berasal dari Surabaya, Probolinggo, Lamongan, Pamekasan (Madura), Pasuruan kota dan Kabupaten, Tuban, Ponorogo, Bojonegoro, Tulung Agung, Jombang, Kediri kota dan Kabupaten, Madiun Kota dan Kabupaten. Seluruh pasien yang mengikuti baksos katarak ini telah lolos seleksi screening yang diadakan sebelumnya, untuk menentukan apakah kondisi fisik pasien mampu untuk menjalani operasi Katarak.
Pasien beserta pendampingnya disediakan transportasi dan akomodasi selama mengikuti baksos, agar seusai operasi mereka juga dapat beristirahat dan menjalani perawatan pascaoperasi sehari sesudah operasi. Baksos operasi katarak setiap harinya berlangsung dari pagi hingga malam hari, dengan jumlah total relawan yang mengikuti baksos adalah 125 orang di Surabaya dan 127 orang di Kediri. Karena Keterbatasan tenaga maupun fasilitas medis, padatnya jadwal operasi, dimana rata-rata sehari jumlah pasien yang harus dioperasi sekitar 250 orang, dan juga ada kasus operasi katarak tertentu yang membutuhkan waktu lebih lama, tak jarang para tim dokter dan relawan harus menyelesaikan operasi hingga larut malam. Namun, meski jadwal operasi sangat padat dan menguras banyak tenaga, hal ini tidak mengurangi semangat relawan yang terus berupaya melayani pasien dengan tulus dan sabar. Semangat “Setiap detik berjuang demi kebajikan” rupanya benar-benar diterapkan oleh para insan Tzu Chi.
Pada awalnya Tegar tidak kooperatif sehingga dia diharuskan untuk operasi degan bius lokal karena Tegar takut.
Tak hanya memberikan pengobatan fisik, insan Tzu Chi juga memberikan dukungan mental, terutama bagi para pasien yang merasa takut untuk menjalani operasi katarak. Dengan mendampingi dan memberi penghiburan yang menenangkan hati, para pasien diperlakukan seperti layaknya keluarga sendiri yang sedang sakit. Perhatian ini yang menjadikan pasien merasa lebih tenang dan tidak takut untuk menjalani operasi. Karena sebagian besar pasien yang menjalani operasi katarak, sudah berusia lanjut, tinggal di daerah terpencil, dan tidak bisa berbahasa Indonesia, menimbulkan kesulitan bagi tim medis untuk berkomunikasi dengan pasien. “Ada yang diminta buka mata, tapi malah buka mulut,” demikian kata salah satu relawan medis yang menangani pasien yang tidak mengerti bahasa Indonesia.
Namun tak kekurangan akal, para dokter menuliskan di selembar kertas beberapa istilah komunikasi dalam bahasa madura, sebagai petunjuk bagi dokter untuk berkomunikasi, sehingga pasien yang hanya bisa berbahasa Madura, dapat memahami perintah dokter.
Ibu misnayah 52 tahun merasa sangat senang karena matanya sudah dapat dapat melihat dengan lebih jelas seusai menjalani operasi. Ia memeluk dan mengucapkan terima kasih kepada relawan.
Mampu
Melihat Merupakan Berkah
Ibu Tami,
seorang nenek yang sudah berusia 72 tahun dari Probolinggo, mengikuti baksos
katarak di Surabaya. Awalnya beliau begitu ketakutan untuk menjalani operasi. Begitu
takutnya sampai saat berada di ruang operasi, tiba-tiba ia mau mengurungkan niatnya
untuk menjalani operasi. Setelah diberi pengertian dengan lemah lembut, dihibur,
dan dibujuk oleh para relawan, akhirnya ia lebih tenang dan mau menjalani
operasi. Begitu senangnya, melihat Ibu Tami telah sukses dioperasi, para
relawan yang tadinya menghibur beliau, semua bertepuk tangan memberi selamat
kepada sang ibu seusai operasi.
Asiyah, seorang gadis muda berusia 37 tahun yang tinggal di kabupaten Probolinggo, telah menderita katarak cukup parah dikedua matanya sejak berusia 3 tahun. Ia tidak bersekolah dan hanya bekerja membantu pekerjaan rumah. Ia mengikuti baksos katarak di Surabaya. “Dulu Asiyah tidak berani berobat, karena takut. Kata orang di desa, kalau operasi itu, matanya dicongkel keluar,” ungkap Saifudin, adik ipar Asiyah ,yang saat itu mendampingi Asiyah yang kesulitan berbahasa Indonesia. Seusai menjalani operasi katarak, meskipun lebih banyak diam, namun saat diberi pertanyaan oleh relawan, apakah bisa menjawab angka berapa yang ditunjukkan oleh relawan, Asiyah dengan tersenyum menjawab dengan benar.
Jalinan jodoh Tzu Chi dengan seorang bocah berusia 7 tahun bernama Tegar, sungguh merupakan jalinan jodoh baik. Tegar yang tinggal di Mojoagung-Jombang, sejak lahir telah menderita katarak pada kedua matanya. Orang tua Tegar bekerja sebagai pengumpul barang bekas dan tidak memiliki cukup dana untuk pengobatan Tegar. Karena penyakit katarak yang dideritanya, Tegar tidak mampu melihat, dan seringkali diganggu ataupun dipukul teman-teman sebayanya. Namun hal itu tidak menjadikan Tegar sebagai anak yang cengeng. Seperti namanya, ia tetap tegar menjalani kehidupannya sebagai bocah kelas 1 SD yang riang, polos dan mudah akrab dengan siapa saja. Tegar didampingi oleh Ibunya berangkat ke Kediri untuk mengikuti baksos operasi Katarak Tzu Chi. Awalnya akan dilakukan operasi dengan bius lokal, tapi karena Tegar merasa takut akhirnya ia kembali dulu ke penginapan. Kemudian dokter mempertimbangkan lagi, dan diambil keputusan operasi katarak dengan bius total. Saat Tegar tiba di Rumah sakit tempat baksos, ternyata ia mau kooperatif untuk mengikuti operasi, sehingga akhirnya diputuskan operasi dengan bius lokal. Sang Ibu juga ikut menemani di ruang operasi. Karena tidak tega dan kuatir dengan kondisi Tegar, sang ibu meminta agar Tegar dioperasi satu mata dulu saja. Akhirnya dilakukan operasi pada mata Tegar yang bagian kiri.
Merasa tak tega mengingat usia Tegar yang masih sangat dini, selama operasi berjalan, semua relawan, dan pasien lain, ikut merasa tegang dan dengan sepenuh hati mendoakan keberhasilan operasi Tegar. Operasi berjalan cukup lancar, dan Tegar di hibur oleh semua relawan medis selama menjalani operasi agar merasa tenang dan tidak ketakutan. Setelah operasi usai, Tegar diingatkan oleh ibunya untuk berdoa mengucap syukur. Kebetulan ia memang pintar mengaji di mesjid. Semua relawan dan suster yang disana sangat gembira dan lega mengetahui operasi telah berjalan sukses. “Saya ingin jadi sopirnya kereta api (masinis),” kilah Tegar dengan polos, saat ditanya apa cita-citanya saat dewasa nanti.
Ibu Misnayah seorang ibu berusia 52 tahun yang tinggal di kota Pasuruan, merasa sangat senang karena matanya sudah dapat dapat melihat dengan lebih jelas seusai menjalani operasi. Ia memeluk dan mengucapkan terima kasih kepada relawan Tzu Chi pada saat perban matanya dibuka di sesi Post Operasi.
Baksos pengobatan katarak ini memberikan kebahagiaan bagi para pasien juga relawan yang dengan tulus membantu. David Shixiong salah seorang relawan yang bertugas di dalam ruang operasi, terus melayani pasien mulai dari pagi hingga malam hari. “Capek sih pasti, tapi saya senang melihat senyum para pasien dan mereka bilang terima kasih ke saya, capek yang saya rasakan nggak terasa lagi,” ujar David dengan senyum.
“Seringkali keinginan untuk berbuat bajik itu timbul tenggelam, dan hidup ini juga tidak kekal, karenanya selagi ada kesempatan untuk berbuat baik, kita harus pergunakan sebaik-baiknya untuk berbuat baik dan bersumbangsih kepada orang yang membutuhkan,” demikian sharing dari Like Shijie, relawan dari Jakarta, yang juga memberikan sharing kepada para relawan disela waktu istirahat.
Artikel Terkait
Baksos Tzu Chi ke-141: Yang Manis-manis, Yang Tak Lekang oleh Waktu
26 Oktober 2023Banyak cerita haru di Bakti Sosial Kesehatan Tzu Chi ke-141. Para pasien berbahagia bisa sembuh dari penyakitnya. Juga para relawan Tzu Chi dan juga relawan TIMA Indonesia yang berbahagia dapat bersumbangsih. Ada juga kisah persahabatan tiga perawat medis Tzu Chi yang super manis.
Baksos Kesehatan Mata untuk Masyarakat Singkawang
09 Agustus 2016Wajah-wajah penuh syukur memenuhi Kantor Pemerintah Kota Singkawang pagi itu, 6 dan 7 Agustus 2016. Wajah itu milik warga Kota Singkawang dan sekitarnya usai menjalani pembukaan perban pasca operasi katarak dan pterygium.
Bahagianya Bisa Melihat Kembali
18 Oktober 2019Minggu, 13 Oktober 2019 Tzu Chi Lampung bekerja sama dengan Perhimpunan Dokter Mata Indonesia (Perdami) melaksanakan kegiatan bakti sosial kesehatan mata (operasi katarak). Sebanyak 94 pasien berhasil dioperasi dalam kegiatan ini.