Setiap Orang Memiliki Hati Buddha

Jurnalis : Iea Hong (He Qi Utara), Fotografer : Iea Hong (He Qi Utara)

fotoDalam melakukan kunjungan kasih, relawan Tzu Chi tidak hanya memantau kondisi pasien dan keluarganya, tetapi juga memberi perhatian dan berinteraksi dengan mereka.

Hari-hari berlalu dengan cepat, tanpa terasa hari Minggu yang ditunggu-tunggu telah tiba. Tanggal 22 Mei 2011, jam menunjukkan pukul 9 pagi, sebanyak 13 relawan telah berkumpul di Jing Si Books & Cafe Pluit untuk melakukan kunjungan kasih.

Kunjungan kasih kali ini tampak berbeda dari biasanya karena juga terdapat perayaan Waisak bagi para pasien penerima bantuan yang tidak leluasa untuk keluar rumah, orangtua yang kesulitan untuk merayakan waisak di vihara serta keluarga relawan yang kesulitan untuk pergi ke vihara, supaya mereka juga bisa ikut merasakan suasana Waisak. Kunjungan kali ini di koordinir oleh Saor Suhan Shixiong dan Anna Tukiman Shijie

Pada kunjungan kasih kali ini, salah seorang pasien yang kami kunjungi adalah Rosmiati. Ia adalah seorang pasien penderita penumpukan cairan di otak. Kehidupan mereka tidak jauh berbeda dengan kebanyakan pasien lainnya yang  hidup dalam kondisi yang serba minim. Dalam kehidupan ini, seringkali kita bertemu dengan banyak orang-orang yang dengan ikhlas memberikan bantuan, seperti yang sering Master Cheng Yen katakan: “Setiap orang memiliki hati Buddha.”

Demikian juga dalam kehidupan keluarga Rosmiati. Dalam kondisi yang serba sulit dan menderita penyakit yang sangat berat, ia pun bertemu dengan banyak orang-orang yang memberikan bantuan dengan  ikhlas, selain relawan Yayasan Buddha Tzu Chi yang sering mendampingi mereka. Salah satu orang yang banyak membantu mereka adalah ibu pemilik rumah kontrakan mereka. Rumah yang mereka kontrak bukanlah sebuah tempat yang bagus, bahkan lebih terkesan sebuah tempat berteduh yang sangat sekadarnya saja. Kehidupan masyarakat di sekitarnya pun kurang lebih dalam kondisi yang mirip seperti keluarga ini.

Walaupun ibu pemilik kontrakan ini juga memiliki kondisi ekonomi yang tidak terlalu baik, bahkan mungkin keluarga mereka pun mengandalkan uang kontrakan itu untuk hidup, tetapi ketika melihat penderitaan keluarga ini yang sudah sangat berat, maka simpatinya pun muncul sehingga pemilik kontrakan pun tidak memunggut biaya kontrakan dari keluarga Rosmiati.

foto  foto

Keterangan :

  • Relawan berjalan dengan barisan yang rapi ketika menuju rumah Ibu Rosmiati. (kiri)
  • Dalam kondisi yang serba sulit dan menderita penyakit yang berat, Rosmiati pun bertemu dengan orang-orang yang mau membantunya dengan ikhlas. (kanan)

Bagi banyak masyarakat luas, membantu orang lain mungkin bukan sesuatu yang terlalu luar biasa, tetapi ketika kita bisa membantu orang lain sedangkan kita sendiri juga dalam kondisi yang kurang lebih serupa maka hal itulah yang menjadikannya luar biasa. Hati yang penuh welas asih benar-benar bisa dilihat dalam kehidupan nyata. Melihat ketulusan dari ibu pemilik kontrakan itu, aku teringat pada suatu cerita yang pernah diceritakan oleh salah seorang murid Master Cheng Yen. Cerita ini terjadi pada masa awal Tzu Chi baru berdiri di Taiwan.

Murid Master Cheng Yen tersebut bercerita bahwa pada suatu ketika saat Master Cheng Yen mengunjungi salah seorang pasien yang meminta bantuan Tzu Chi, pada masa itu Tzu Chi hanya sebuah organisasi amal kecil dengan sedikit uang yang dikumpukan dengan susah payah dari melakukan berbagai pekerjaan kerajinan tangan. Pada masa itu Master Cheng Yen sendiri yang seringkali turun ke lapangan untuk melakukan survei. Suatu ketika saat sedang melakukan survei, Master Cheng Yen mendengar kesulitan keluarga yang sedang disurveinya.

Seketika itu juga Master Cheng Yen langsung mengumpulkan seluruh uang yang ada dan menyerahkannya kepada keluarga yang membutuhkan tersebut. Murid-murid Master Cheng Yen pada waktu itu sempat khawatir, karena hanya itu sisa uang mereka, dan semuanya sudah diberikan kepada pasien itu. Bagaimana mereka akan menjalani hari esok? Tapi Master Cheng Yen sama sekali tidak khawatir, malah yang lebih dikhawatirkan adalah kondisi pasien tersebut.

Di masyarakat kita saat ini, dimana kondisi kebanyakan orang berada dalam keadaan yang tidak terlalu baik, tetapi di saat-saat seperti inilah, kami banyak melihat orang yang bersumbangsih tanpa pamrih dengan semangat yang luar biasa. Tanpa memikirkan diri sendiri dengan ikhlas mengulurkan tangannya untuk membantu sesama. Sungguh setiap orang memiliki hati Buddha.

  

Artikel Terkait

Harapan di Bumi Lancang Kuning

Harapan di Bumi Lancang Kuning

04 Mei 2012
Setelah 3 tahun tidak dapat melihat karena menderita katarak, akhirnya Ibu Maimun dapat mengikuti operasi di Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-83 di Pekanbaru, Riau. “Saat dalam perjalanan, saya terus berpikir bahwa saya akan dapat membaca Alquran lagi dengan jelas dan bisa mengurus suami dan anak-anak,” katanya.
Peresmian Depo Pelestarian Lingkungan di Surabaya

Peresmian Depo Pelestarian Lingkungan di Surabaya

10 November 2017

Kamis, 26 Oktober 2017, diresmikan Depo Daur Ulang Tzu Chi Surabaya. Acara ini dibuka oleh Ketua Umum Tzu Chi Surabaya, Vivian Fan dan dihadiri oleh donatur Tzu Chi serta seluruh relawan Tzu Chi Surabaya.

“Bersyukur Bisa Mengenal Tzu Chi”

“Bersyukur Bisa Mengenal Tzu Chi”

06 Agustus 2010
Tidak hanya bertemu dengan Master, Betty juga merasa sangat senang bisa secara langsung meninjau sekolah Tzu Chi di sana. “Sekolah di sana memang sangat bagus dan bersih. Kebersihan adalah suatu hal yang tidak bisa ditawar.”
Menyayangi diri sendiri adalah wujud balas budi pada orang tua, bersumbangsih adalah wujud dari rasa syukur.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -