Dokter Jupanri Siregar sedang memeriksa kondisi Hani sebelum dibawa berobat ke RSUD Puri Husada Tembilahan, sementara Fithria Calliandra S., relawan Tzu Chi memberi semangat kepada Hani.
”Keindahan yang paling kuat bertahan dan abadi di dunia adalah cinta kasih universal tanpa pamrih yang ada didalam hati setiap orang ” (Master Cheng Yen)
Hani memiliki dua kakak yaitu Fitri Wahyu Setia (13) dan Siti Soleha (9). Siti Soleha meninggal dunia pada 10 Desember 2022 lalu. Anak-anak Wati lahir normal, namun setelah dua hari mengalami kejang dan menderita kelumpuhan. Sejak Maret 2022, relawan memberikan dukungan kebutuhan untuk keluarga ini. Selain itu, relawan juga mendampingi pengobatan bagi Hani. Menurut dokter, Hani memiliki kesempatan sembuh lebih besar dibanding kakaknya. Untuk itu secara bergiliran relawan mendampingi Wati dan Hani menjalani fisioterapi dan okupasi terapan di RSUD Puri Husada, Tembilahan, Indragiri Hilir, Riau.
Membawa Hani ke Rumah Sakit
Suasana sore hari ini sangat cerah, matahari yang tertutup awan membuat cuaca terasa hangat. Sama seperti perasaan bahagia yang dirasakan oleh relawan saat ini. Sore ini relawan bersama dr. Jupanri Siregar yang merupakan dokter perusahaan mengunjungi rumah Muhammad Wiji Kasihani (Hani) di Desa Rukun Damai, Bagan Jaya, Kecamatan Enok untuk memeriksa kondisi kesehatan Hani sebelum dirujuk dan dibawa ke RSUD Puri Husada, Tembilahan.
Begitu sampai, relawan dan dokter langsung menyapa keluarga Wati dan Suhariadi. Relawan langsung menyapa Fitri Wahyu Setia (13) atau biasa disapa Semi, kakak pertama Hani. “Assalamualaikum….. Apa kabar Mba Semi …, Hani. Sehat-sehat semua ya Nak, Alhamdulillah,” ujar Fithria Calliandra S, salah satu relawan pemerhati keluarga ini. Dr. Jupanri Siregar segera memeriksa kesehatan Hani, apakah bisa segera dibawa ke RSUD Puri Husada Tembilahan, Indragiri Hilir, Riau. Mengingat untuk sampai ke Kota Tembilahan memerlukan waktu kurang lebih 1 jam 20 menit jika ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda empat.
Dokter Jupanri Siregar bersama Fithria Calliandra mendampingi Ibu Wati dan Hani saat masuki RSUD Puri Husada Tembilahan.
“Halo Hani, bapak periksa ya,” ucap dr. Jupanri Siregar sembari mendekati Hani. Dokter memeriksa denyut jantung dan paru-paru, dilanjutkan melihat kelopak mata, kulit, tangan serta kaki Hani. Dokter juga memeriksa kondisi badan Hani apakah sedang demam atau tidak serta menggerakkan siku tangan dan lutut kaki Hani yang terlihat mulai kaku. “Puji Tuhan kondisi badan Hani secara fisik baik dan sehat, karena itu besok Hani dapat dibawa berobat ke RSUD Kota Tembilahan. Besok akan saya dampingi juga dan untuk pemeriksaan awal kita bawa ke dokter spesialis anak,” ujar dr. Jupanri.
Terlihat senyum bahagia di wajah Wati setelah mendengar penjelasan dokter. “Jadi, Bu, besok mulai ibu persiapkan apa saja perlengkapan Hani yang harus dibawa seperti air minun, botol, susu, popok sekali pakai dan baju ganti. Insya Allah besok saya, Shixiong M. Sastro Wibowo dan dokter Jupanri akan mendampingi ibu untuk membawa Hani berobat ke RSUD Tembilahan,” ujar Fithria Calliandra. ”Terima kasih banyak Bu, Pak. Mudah-mudahan Hani kuat dan tidak rewel,” ungkap Wati dengan mata berbinar. Sebagai relawan pemerhati, sangat terharu dan bahagia melihat momen ini karena bisa mewujudkan harapan dari Pak Suhar dan ibu Wati untuk membawa Hani berobat.
Kota Tembilahan merupakan kota kabupaten. Jarak tempuh untuk sampai ke kota ini kurang lebih 1 jam 20 menit dari rumah kediaman Wati. Suhariadi tidak ikut membawa Hani karena harus menjaga Semi di rumah. Kebetulan hari ini Giman, kakak dari Suhariadi datang ingin melihat Hani yang dibawa berobat. “Alhamdullillah, saya Pakde-nya (paman) Hani banyak mengucapkan terima kasih kepada bapak dan ibu bisa bawa Hani berobat. Semoga Hani bisa sembuh,” ucapnya penuh haru. Setelah semuanya siap, relawan dan Wati bergegas masuk ke dalam mobil. Wajah senang dan ceria terpancar dari Hani saat berada dalam mobil “ Eeeeee…. Aahhh. . . heheee. . .,” celetuk Hani sembari tersenyum. Maklum sudah lama sekali Hani tidak naik mobil. Terkadang jika bosan Hani merengek, dengan sabar relawan menghibur dan bercanda dengannya sehingga Hani tidak merasa bosan.
Sesampainya di RSUD Puri Husada Tembilahan, dr. Jupanri Siregar segera mengurus persayaratan administrasi pengobatan dengan dibantu oleh M. Sastro Wibowo. Sementara Fithria Calliandra S membantu membawakan tas serta membantu Wati menenangkan Hani yang mulai rewel. Waktu menunggu kedatangan dokter spesialis anak cukup lama, tetapi dengan penuh kesabaran dan saling bekerja sama, para relawan mendampingi Wati dan Hani. Semua mata pun tertuju pada relawan. Beberapa pasien bertanya kepada: siapakah kami, apakah kami perawat dari Puskesmas…? Kami pun menjelaskan bahwa kami merupakan relawan dari Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia Cabang Sinar Mas. Beberapa orang tampak kagum melihat begitu besarnya perhatian relawan terhadap Wati dan Hani.
Fithria Calliandra S. dengan sabar terus memperhatikan Hani dan membantu Ibu Wati selama menunggu giliran masuk ke ruangan dokter spesialis anak.
Setelah menunggu hampir dua jam akhirnya giliran Hani tiba. Wati dengan didampingi oleh dr. Jupanri Siregar masuk ke ruangan dokter Muhammad Rahmatsyah N, Sp.A yang merupakan salah satu dokter spesialis anak di RSUD ini. Menurut dokter, Hani menderita cerebral palsy yaitu kelainan pada gerakam otot atau postur yang disebabkan oleh perkembangan otak yang tidak normal, seringkali terjadi sebelum lahir. “Akan saya beri vitamin dan susu khusus untuk menambah berat badan karena berat badan anak ini kurang 2 kg dari usianya, juga akan saya beri obat untuk pereda kejang. Kita lanjutkan dengan fisioterapi dan okupasi terapi (OT) untuk melatih kemampuan ototnya yang dijadwalkan rutin 2 kali dalam satu minggu dengan total 12 kali pertemuan,” kata dokter Rahmat. Menurut dokter Rahmat, setelah selesai 12 kali pertemuan nanti akan dievaluasi kembali dan dilakukan pemeriksaan electroencephalography (EEG) yaitu pemeriksaan rekam aktivitas listrik otak untuk menilai kemampuan otak dan kerusakan yang terjadi,” terang dokter Rahmat kepada Wati yang terus didampingi dr. Jupanri dan relawan.
Ketika Wati dan dr. Jupanri sedang berkonsultasi dengan dr. Rahmat, Hani digendong Fithria Calliandra S. Dengan penuh kesabaran relawan menggendong Hani yang rewel. Meski sudah mencoba berbagai posisi, Hani tetap merengek seperti sudah kelelahan. Tetapi relawan tidak menyerah untuk menenangkan Hani. Maklumlah kondisi fisik Hani tidak seperti anak pada umumnya jadi sedikit kesulitan bagi relawan dalam menggendongnya. M. Sastro Wibowo membantu mengantri untuk menebus resep obat dari dokter. “Shijie menunggu di sini saja, kasihan Hani, biar saya yang mengantri menebus obat,” ujar M. Sastro Wibowo sembari meminta salinan resep. Sangat terasa sekali kerja sama dan kekompakan dari para relawan pendamping hari ini.
Setelah selesai berkonsultasi, Hani pun di bawa ke ruang fisioterapi. Hal yang pertama dilakukan adalah terapi pemanasan dengan menggunakan lampu infrared (IR), setelah itu dilakukan terapi oleh petugas fisioterapis. Hari ini tidak melanjutkan ke bagian okupasi terapi karena petugasnya berhalangan hadir. Setelah semua pengobatan selesai, Wati, dr Jupanri Siregar dan para relawan kembali melanjutkan perjalanan pulang. Sesampainya di rumah, dr. Jupanri menjelaskan apa saja obat yang diberikan oleh dr. Rahmat, berapa dosis dan jumlahnya dalam sehari untuk Hani minum. Tugas para relawan hari ini telah selesai. “Puji Tuhan, bersyukur hari ini semua berjalan dengan lancar, kondisi Hani baik baik saja dan kita tunggu perkembangan Hani setelah 12 kali fisioterapi nanti,” ujar dokter Jupanri Siregar.
Pendampingan Fisioterapi
Fisioterapi dan okupasi terapi dijalani Hani dari tanggal 21 Desember 2022 sampai dengan 31 Januari 2023, dengan interval dua kali seminggu. Karena hal inilah, relawan Dharma Wanita Xie Li Indragiri membuat jadwal sebagai pendamping setiap kali berobat ke RSUD Puri Husada, Tembilahan. Semua relawan ingin sekali menjadi pendamping Wati ketika membawa Hani ke rumah sakit. Setelah mempertimbangkan banyak hal, disepakati setiap kali pendampingan hanya akan ada dua orang relawan yang membantu Wati dan Hani.
Agustina Melisa sedang membantu Ibu Wati menenangkan Hani yang mulai rewel ketika menjalni terapi sinar.
Tugas pertama dari relawan adalah melakukan pendaftaran, lalu menuju ke ruangan fisioterapi dan terakhir melakukan pembayaran dan proses administrasi lainnya. Di ruangan fisioterapi, relawan membantu membuka pakaian Hani untuk disinar menggunakan lampu infra red (IR). “Sini ya ibu buka bajunya, Hani kan anak pintar,” ujar Agustina Melisa sembari membantu Wati yang terlihat kesusahan membukakan pakaian karena Hani menangis. Hani pun disinar dengan posisi yang bergantian, 10 menit posisi terletang dan 10 menit posisi tengkurap sehingga total waktu Hani disinar adalah 20 menit.” Rasa panas dari sinar ini mampu melancarkan dan melebarkan pembuluh darah sehingga aliran darah dalam tubuh kita menjadi lancar. Bisa juga membantu menyembuhkan luka atau peradangan ditubuh kita,“ jelas Didi Sudarto, A.Md.Ft salah satu fisioterapis dari Hani.
Didi Sudarto, A.Md.Ft, seorang fisioterapis sedang melakukan terapi kepada Hani. Sementara Tulaihah Ning Safitri dengan sabar menghibur Han sehingga Hani pun tertawa.
Petugas fisioterapis di RSUD Puri Husada Tembilahan berjumlah 4 orang yang secara bergantian merawat Hani. Sinar yang memancar terasa hangat di tubuh Hani. Awalnya Hani terlihat tenang menikmati tetapi lama kelamaan Hani pun mulai merasa bosan, dan kemudian mulai merengek. Dengan penuh kesabaran para relawan mengajak bercanda, berbicara, dan terkadang bernyanyi untuk menghibur Hani. “Uhh sayang, sayang, biar enak ya badannya, sayang,” canda Tulaihah Ning Safitri sambil menggerak-gerakan tangannya ke atas dan Hani pun melihat tangan relawan kemudian tertawa. Begitu besarnya perhatian yang diberikan oleh para relawan pendamping kepada Hani.
Fitri Siska Nuriza S.Kes.Ft, seorang fisioterapis sedang melakukan terapi kepada Hani.
Setelah disinar Hani pun diterapi oleh fisioterapis selama kurang lebih 15 menit. Fisioterapi yang dilakukan yaitu fisioterapi manual dengan pijat dan peregangan untuk meningkatkan fleksibilitas anggota gerak tubuh yang terganggu. Seluruh badan Hani digerakkan ke kanan dan kiri, atas bawah mulai dari kedua tangan, kedua kaki, kedua lutut, pinggang dan leher.” Ternyata Hani ini kaki kirinya lebih pendek dibandingkan dengan yang kanan. Untuk otot leher juga tertarik ke sebelah kiri. Ini yang perlu difokuskan untuk terapi. Kita juga fokuskan terlebih dahulu untuk penguatan otot leher sehingga tulang punggung ikut tertarik dengan harapan bisa menjadi lebih lurus,” Sambung Didi Sudarto, A.Md.Ft. Ketika pada posisi tertentu, sesekali Hani terlihat kesakitan seperti digerakkan atau dimiringkan ke sebelah kanan. “Sejauh ini, anak penderita cerebral palsy yang telah kami terapi paling berhasil sudah bisa berjalan tiga langkah, itu pun sudah dua tahun lebih fisioterapi disini,” ujar Fitri Siska Nuriza S.Kes.Ft, fisioterapis lainnya.
Hal inilah yang membuat semangat relawan semakin kuat akan adanya setitik harapan bagi Hani untuk bisa lebih baik kondisinya dari sekarang. “Sangat senang sekali mendengar cerita Ibu Siska tentang perkembangan pesat beberapa anak yang memiliki kondisi sama dengan Hani. Semoga pendampingan pengobatan yang kami lakukan bisa membawa perubahan bagi kondisi Hani,” ujar Agustina Melisa dengan mata yang berbinar binar.
Pendampingan Okupasi Terapi (OT)
Setelah melakukan fisioterapi, Hani melanjutkan pengobatan dengan okupasi terapi (OT). Okupasi terapi ini adalah metode fisioterapi dengan menggunakan alat bantu tertentu sebagai bentuk terapi yang membantu pasien dengan keterbatasan atau ketidakmampuan fisik, sensorik atau pikiran agar dapat menjalani aktivitas sehari hari dengan normal. Dwi Ambarwati, A.Md.OT adalah satu satunya petugas okupasi terapi di RSUD Puri Husada Tembilahan. Ambar meraba bagian telapak kaki dengan jari, Hani pun tertawa karena geli. Kemudian ia menggerakan seluruh bagian tubuh Hani satu per satu. ”
Alhamdulillah respon sensorik Hani masih bagus
njih, cuma mulai terjadi kekakuan pada sendi-sendi tangan dan terutama pada kaki. Kekuatan otot leher juga sangat lemah. Untuk itu kita fokuskan terlebih dahulu penguatan pada otot leher sehingga dapat membuat struktur tulang punggung hingga tulang ekor menjadi lebih baik. Ternyata mata Hani tidak dapat fokus melihat.
nih bu. Karena mata tidak focus maka indra pendengarnya menjadi lebih peka,” jelas Dwi Ambarwati A.Md. OT sembari menepukkan tangan ke kanan kiri, atas bawah untuk melihat respon Hani. Relawan dan ibu Wati terlihat dengan seksama mendengarkan penjelasan Ambar.
Dwi Ambarwati A.Md OT (petugas Okupasi Terapi) sedang melakukan terapi untuk penguatan otot leher Hani.
Ambar melanjutkan terapi dengan kembali menggerakkan seluruh anggota badan Hani. Menggerakan hp ke kanan kiri, atas bawah dengan film kartun untuk melihat respon gerakan mata dan Hani pun mengikuti kemana arah suara hp tersebut. Kemudian memiringkan badan Hani ke kanan selama 5 menit, mendudukkan dengan posisi duduk normal pada umumnya dan Hani pun langsung menangis merasa tidak nyaman. Relawan langsung membantu menenangkan Hani. “Mulai besok ibu harus rajin mendudukkan Hani dengan posisi seperti ini selama setengah jam setiap pagi, siang, dan sore, kemudian juga lebih banyak memiringkan posisi tubuh Hani ke kanan, kalau Hani sukanya miring ke kiri. Ibu harus rajin terapi Hani sendiri di rumah dengan gerakan yang mudah seperti ini Bu,” terang Dwi Ambarwati A.Md OT kepada Wati dan relawan sembari mencontohkan beberapa gerakan yang mudah.” Iya bu besok saya lakukan itu untuk Hani,” jawab Wati. Terapi dilanjutkan dengan posisi Hani tengkurap. Relawan membantu dengan memegang mainan berwarna cerah dan mengarahkan ke atas agar Hani dapat mengangkat lehernya lebih lama. “Ayo Hani lihat ke sini, ada mainan apa ini ya? Ayo Nak jangan nangis. Hani pasti bisa,” ujar Agustina Melisa dengan penuh semangat.
Alat yang sering dipakai Ambar untuk terapi dasar adalah dengan menggunakan bola besar. Hani tidurkan (pasien) di atas bola dengam posisi tengkurap kemudian bola diarahkan ke depan sampai Hani seperti ingin jatuh dan ternyata tangan Hani diam saja dan malah menangis.” Ini salah satu bentuk sensorik Hani yang kurang bu karena jika posisi ini biasanya anak akan langsung menggerakkan tangan ke bawah sebagai bentuk proteksi diri kalau ada bahaya di depannya.” jelas Dwi Ambarwati A.Md OT lebih lanjut.
Agustina Melisa dan Wati menghibur Hani agar tidak menangis ketika menjalani terapi menggunakan bola besar untuk penguatan otot leher Hani sementara.
Kembali untuk penguatan otot leher, relawan bersama Wati menghibur dan memberikan semangat kepada Hani yang terus saja menangis. “Senang sekali mendengar cerita ibu Ambar tentang perkembangan kemajuan beberapa anak dengan penyakit yang sama dengan Hani. Semoga setelah menjalani pengobatan ini Hani juga ada perkembangan ke arah lebih baik seperti anak lainnya.” ujar Agustina Melisa dengan penuh harap. Wajah bahagia terpancar dari Wati karena keinginannya untuk membawa Hani berobat akhirnya terwujud. “Alhamdullilah saiki Hani wis iso digowo (bisa dibawa berobat) berobat. Semoga Hani sehat terus yo, Bu,” ucapnya penuh rasa haru.
Proses fisioterapi dan okupasi terapan Hani dilakukan seminggu dua kali. Untuk itu relawan sepakat untuk bergantian mendampinginya. Rasa bahagia dirasakan relawan setiap kali melakukan pendampingan. Terlihat sangat jelas kekompakan, kerjasama, keikhlasan dan ketulusan hati para relawan dengan perawat dan petugas di RSUD Puri Husada Tembilahan. Semua menginginkan yang terbaik bagi Hani untuk bisa sembuh. Terlebih lagi mendengar cerita bahwa ada salah satu anak yang sudah menjalani fisioterapi dan okupasi terapi selama satu tahun sudah bisa mengucapkan beberapa kata. Hal ini memberikan setitik harapan bagi Hani yang juga menjadi harapan dan keinginan tulus Wati agar anaknya bisa memanggilnya dengan sebutan “Ibu.” Semangat dan dukungan cinta kasih dari para relawan telah menguatkan ibu Wati.
Editor: Hadi Pranoto