Seutas Senyuman dari Para Pelestari Lingkungan
Jurnalis : Khusnul Khotimah , Fotografer : Khusnul KhotimahPara relawan Tzu Chi menunggu Wasrun, dan akan menyerahkan bantuan paket beras untuknya.
Dengan sangat hati-hati, Wasrun menuruni gemunung sampah di TPA Cipayung Depok. Bahunya memanggul dua karung sampah daur ulang yang sudah ia kumpulkan sejak pukul lima pagi. Kedua matanya tampak memicing menahan silau dan terik matahari.
Dari kejauhan, di sisi lereng, beberapa relawan Tzu Chi tengah menunggu Wasrun. Para relawan hendak memberikan paket beras 5 kilogram, seperti yang sudah diterima puluhan pemulung lainnya. Hari itu, Tzu Chi Indonesia bekerja sama dengan Divisi Infanteri 1 Kostrad menyalurkan bantuan 100 paket beras di sana.
“Bungah, senang begitu, lumayan enggak usah beli beras. Kan kalau beli mahal. Saya mah bungah,” kata Wasrun dengan suara bergetar.
Bungah dalam bahasa Sunda artinya sangat gembira. Bukan hanya dengan bantuan ini ia bisa menghemat, tak perlu beli beras selama sepuluh hari, lebih dari itu ia merasa terharu karena ada orang yang peduli dengannya.
Penyaluran 100 paket beras untuk Wasrun dan para pemulung lainnya di TPA Cipayung Depok pada Kamis 16 Maret 2023 ini tak hanya merupakan wujud pelaksanaan Misi Amal saja, namun juga mengingatkan para relawan Tzu Chi untuk lebih lagi menggalakkan Misi Pelestarian Lingkungan.
Meski sudah hampir 10 tahun mengais rezeki di TPA Cipayung, kerinduan untuk berkumpul dengan keluarga di Malingping, sebuah kecamatan di Kabupaten Lebak, Banten selalu membayangi benak Wasrun. Tapi mau bagaimana? Sebagai kepala keluarga ia mesti memendam rindu agar bisa mengumpulkan lembar demi lembar rupiah.
“Orang kerja kan mana yang ada saja. Dapat kecil lumayan. Biasa dapat 20-50 ribu. Lumayan bisa dibawa pulang sedikit-sedikit,” katanya. Dua anaknya telah berkeluarga, sementara si bungsu masih duduk di bangku SMP.
Selain sebagai pahlawan bagi keluarganya, sejatinya Wasrun dan para pemulung lainnya adalah pahlawan bagi lingkungan. Entah apa jadinya TPA Cipayung tanpa kehadiran para pemulung. Dengan kondisinya saat ini, idealnya TPA Cipayung menampung 300 ton sampah setiap hari. Namun kenyataannya, sampah yang masuk ke TPA Cipayung setiap harinya sebanyak 700 ton hingga 1.000 ton.
“Bukan over kapasitas lagi, overload. Bahkan sudah tidak layak sebetulnya. Tapi kerja sama dengan pihak Nambo belum deal. Deal atau kata sepakat sudah, tapi untuk pelaksanaannya, pihak Nambo masih minta waktu,” terang Maemunah, Kasubag Tata Usaha UPTD TPA Cipayung.
Nambo yang dimaksud Maemunah adalah TPPAS (Tempat Pengelolaan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Regional Lulut Nambo, di Desa Lulut, Klapanunggal, Bogor. Pengalihan pembuangan sampah ke TPPAS Lulut-Nambo menjadi salah satu solusi dari masalah over kapasitas TPA Cipayung. Bagi Maemunah, masalah klasik sampah ini sebenarnya bisa diminimalisir jika semua orang mau memilah sampah di rumahnya masing-masing sebelum membuangnya ke tempat sampah.
“Kalau untuk imbauan kepada masyarakat, dari Dinas Lingkungan Hidup itu ada semacam program pemilahan sampah dari sumbernya yakni dari rumah, baik sampah organik dan anorganik. Idealnya kami itu menerima sampah yang residu yang sudah tidak bisa dipakai apa-apa lagi, yang sudah tidak bisa digunakan lagi. Tapi pada kenyataannya belum semua. Belum maksimal,” sambung Maemunah.
Para pahlawan bagi lingkungan ini merasa sangat bahagia mendapat perhatian dari Tzu Chi Indonesia.
Pembagian paket beras ini juga dalam rangka memperingati HUT Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) yang ke-62.
Sementara itu bagi relawan Tzu Chi, berbagai upaya pelestarian lingkungan, salah satunya pemilahan sampah daur ulang bukan sesuatu yang baru. Dalam kehidupan sehari-hari, para relawan Tzu Chi melaksanakan prinsip 5R, yaitu Rethink, Reduce, Reuse, Repair, dan Recycle. R yang pertama yakni Rethink, seseorang mesti berpikir dahulu saat hendak membeli sebuah barang, apakah benar-benar butuh atau sebenarnya hanya sebuah keinginan.
Adapun program pelestarian lingkungan Tzu Chi Indonesia, sudah dimulai sejak 1 Januari 2004 dan terus berkembang hingga saat ini. Tzu Chi Indonesia sudah memiliki 27 Depo Pelestarian Lingkungan yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia. Di depo ini, sampah daur ulang berupa kertas, plastik, alat rumah tangga, aluminium, hingga meja kursi bekas, dikumpulkan dan dipilah sesuai jenisnya.
Insan Tzu Chi memiliki prinsip, mengubah sampah menjadi emas, dan mengubah emas menjadi cinta kasih. Sampah-sampah yang terkumpul ini dijual dan hasilnya digunakan untuk misi kemanusiaan. Tak hanya itu, Depo Pelestarian Lingkungan ini juga menjadi tempat belajar masyarakat akan seluk belum langkah nyata yang dapat dilakukan untuk melestarikan lingkungan.
Sementara itu, menyaksikan para pemulung begitu bahagia menerima bantuan paket beras, memunculkan kebahagiaan yang mendalam di hati para relawan Tzu Chi.
“Saya juga ikut bahagia ya, susah diungkapkan sebetulnya. Ketika kita melihat kebahagiaan orang lain, ya itu yang disebut sebagai kenapa kita harus berterima kasih pada saat kita memberi, karena sebetulnya kita lah yang diberi kesempatan untuk bisa berbagi,” kata Rudy Suryana, relawan Tzu Chi.
Editor: Hadi Pranoto
Artikel Terkait
Nenek Ina yang Bertahan Hidup Sebagai Pemulung
18 Februari 2021Nenek Ina (71), warga Rawa Lele, Cengkareng Jakarta Barat harus menyambung hidup di usia senjanya dengan menjadi pemulung. Lebih menyedihkan lagi, sejak suaminya meninggal, menyusul beberapa tahun kemudian anaknya satu persatu turut meninggal dunia, jadilah nenek Ina sebatang kara.
Seutas Senyuman dari Para Pelestari Lingkungan
17 Maret 2023Dari kejauhan, beberapa relawan Tzu Chi tengah menunggu Wasrun. Para relawan hendak memberikannya paket beras 5 kilogram, seperti yang sudah diterima puluhan pemulung lainnya di TPA Cipayung Depok.
Kisah Haru Keluarga Pemulung Penerima Sembako
12 Mei 2020Relawan Tzu Chi komunitas He Qi Barat 2 memberikan bantuan kepada para Gan En Hu (penerima bantuan Tzu Chi). Salah satunya bantuan sembako ditengah pandemi Covid-19.