Silaturahmi dengan Warga Kampung Belakang
Jurnalis : Apriyanto, Fotografer : ApriyantoWarga Kampung Belakang, Kamal, Jakarta Barat saat memasukkan uang ke dalam celengan bambu. Menurut Sofie, sesungguhnya yang ditekankan pada hari itu adalah penggalangan hati, bukan berapa jumlah uang yang terkumpul. |
| |
Sebelum acara dimulai, Hok Cun, relawan Tzu Chi mengisahkan kehidupan Liem Cun Bie, seorang pedagang siomay keliling yang selalu menggantungkan celengan bambu di tiang rak dagangannya. Selama berdagang siomay, Cun Bie selalu mengajak para langganannya untuk berdana di celengan itu. Ia juga menerangkan bahwa dana yang terkumpul di celengan itu akan digunakan untuk kegiatan kemanusiaan. Alhasil, banyak pelanggannya yang kemudian rutin memasukkan uangnya ke celengan bambu yang tergantung di (tiang tempat payung –red) sepeda Cun Bie.. Cun Bie adalah salah satu penerima bantuan Tzu Chi yang mengenal syukur. Pada kesempatan itu, Hok Cun mengimbau kepada warga yang hadir untuk selalu mengenal rasa syukur atas apa yang dimiliki. Karena menurut Hok Cun, dengan mengenal syukur akan memberikan kepuasan dan kebahagiaan bagi diri sendiri.
Ket : -Hok Cun, relawan Tzu Chi mengimbau kepada warga agar selalu mengenal rasa syukur. Dengan mengenal syukur, maka akan memberikan kepuasan dan kebahagiaan. (kiri) Suriadi yang mengisi di acara berikutnya memperlihatkan bencana-bencana besar yang pernah menimpa Indonesia dalam kurun waktu 5 tahun ini melalui tayangan video. Mulai dari tsunami di Aceh sampai gempa di Yogyakarta. Kepada warga, Suriadi menerangkan bahwa saat Indonesia mengalami musibah, banyak relawan Tzu Chi Taiwan yang langsung datang dan memberikan bantuan, baik fisik maupun psikologis. Menurut Suriadi, kehadiran mereka ke Indonesia dikarenakan adanya cinta kasih dan kesamaan, yaitu hidup dalam satu dunia yang sama. Karena itu Suriadi juga mengajak para warga yang hadir untuk dengan tulus memberikan doa kepada para korban topan Morakot di Taiwan dan memberikan sumbangan dana secara sukarela.. Informasi Ladang Kebajikan Melihat antusiasme warga yang hadir, Sofie juga merasa terharu. Menurutnya warga di kampung belakang ini luar biasa. Mereka telah mengenal rasa syukur dengan setiap bulan memberikan dana sukarela untuk kegiatan kemanusiaan, dan hingga kini semangat itu tetap terjaga. “Saya terharu dan luar biasa. Saya juga sama seperti mereka yang tadinya dari Kali Angke, kemudian saya dibantu di Tzu Chi, kemudian menjadi relawan membantu sesama. Jadi ada saling timbal balik. Apa yang kita berikan itu harus disyukuri,” katanya
Ket : - Kesamaan misi antara Tzu Chi dengan dirinya membuat Biksu Piyasilo berantusias mengikuti kegiatan hari itu. Ia juga berharap semoga ke depannya bisa turut bersumbangsih di Tzu Chi dari uang sumbangan yang ia terima dari para umat. (kiri) Pernyataan Sofie juga disetujui oleh Mawar salah satu warga kampung belakang. Menurutnya, setelah rumah miliknya dibangun, ia merasa sangat berterima kasih dan bersyukur dengan cara memberikan sedikit dari rezekinya untuk disumbangkan kepada Tzu Chi setiap bulan. “Saya berterima kasih kepada Yayasan Buddha Tzu Chi karena membangun rumah saya menjadi lebih layak, sehat dan bersih. Selama ini saya ikhlas menyumbang karena saya tahu uang yang diterima yayasan (Tzu Chi) digunain untuk menyumbang lagi,” katanya. Biksu Piyasilo yang hari itu turut mengikuti kegiatan silaturahmi itu merasa telah mendapatkan informasi bahwa masih banyak warga Kampung Belakang yang hidup dalam keterbelakangan. Dengan melihat secara langsung keadaan ekonomi warga, Biksu Piyasilo pun berencana kelak sebagian dana makanan yang ia terima dari umat dalam pindapatta (dana dari umat yang dimasukan ke dalam mangkuk besar “patta” milik Bhikku -red) akan ia berikan kepada warga kampung belakang melalui Tzu Chi. Selama ini Biksu Piyasilo juga sering memberikan bantuan kepada anak-anak jalanan berupa makanan ringan, mi, dan perlengkapan mandi. Kesamaan misi antara Tzu Chi dengan dirinya membuat Biksu Piyasilo bersemangat mengikuti kegiatan hari itu. Ia juga berharap semoga ke depannya bisa memberikan bantuan kepada Tzu Chi semampu yang ia bisa. ”Bhante dapat barang setiap hari lumayan banyak, setelah dikumpulkan sebulan baru saya bagikan. Ke depan bila ini bisa berjalan dengan baik, nanti saya akan minta Hok Cun (relawan Tzu Chi -red) saja untuk menyalurkan dana yang masuk,” katanya. Memberikan sesungguhnya tidaklah sulit, tinggal bagaimana keikhlasan itu diberikan. Bila cinta kasih lebih mendominasi, maka akan lebih mudah bagi seseorang untuk bersumbangsih.
| ||