Sinergi dalam Penyaluran Bantuan
Jurnalis : Teddy Lianto, Fotografer : Teddy LiantoSweta, gadis berusia 10 tahun sedang ditangani oleh Tim Medis Tzu Chi. Para relawan berusaha menenangkan Sweta yang takut sakit karena klip yang terpasang di dagunya akan dicabut.
Hingga Kamis, 7 Mei 2015, di Khwopa Polytechnic Institute yang terletak di Jalan Chyamasingha, Bhaktapur, Nepal, tim medis Tzu Chi terus memberikan pelayanan kesehatan cuma-cuma kepada para korban gempa. Empat orang dokter terus bersiaga menangani pasien yang terus berdatangan. Salah satu dokter yang berasal dari Indonesia, dr. Herman mengungkap bahawa setiap harinya mereka menangani kurang lebih 80 pasien.
Dokter yang sudah setahun bekerja di Rumah Sakit Khusus Bedah (RSKB) Tzu Chi Cengkareng itu juga menuturkan bahwa selama berada di Bhaktapur, dia menemukan berbagai pasien yang memberikan kesan yang dalam. Salah satunya adalah kejadian saat pasien yang telah diobati kembali ke posko dengan membawa makanan untuk para dokter. "Sungguh sangat tersentuh karena di sini perhatian dan bantuan kami begitu dihargai oleh para warga. Intinya yang saya dapat adalah kalau kamu melakukan sesuatu yang bagus, outcome-nya pasti akan bagus juga," tambahnya.
Selain itu, dr. Herman menambahkan bahwa salah satu kesulitan ditemui dalam melakukan pelayanan kesehatan adalah lokasi yang berada di ruang terbuka. "Kesulitan kita adalah di sini ruang terbuka dan berdebu. Jadi, ketika ada pasien mengalami luka sayat atau terkelupas kulitnya, kami harus menjahit luka dengan sangat cepat," pungkasnya.
Tim medis Tzu Chi dapat menangani sekitar 80 pasien setiap harinya di posko pengobatan Tzu Chi, Khwopa Polytechnic Institute.
Pukul 12.00 waktu setempat, seorang ibu-ibu mendatangi posko pengobatan bersama seorang gadis kecil. Dagu gadis itu terbalut perban yang sudah menguning dan berdebu. Ibu dan gadis itu tidak bisa berbahasa Inggris. Untung saja relawan setempat dapat membantu dengan menjadi penerjemah.
Nama ibu adalah Surya Maya Boju dan gadis itu adalah putrid ketiganya yang bernama Sweta. “Rumah kami berjarak lima kilometer dari sini. Kami datang ke sini dengan berjalan kaki,” ucap Maya menjelaskan debu di perban Sweta. Perjalanannya dari rumahnya di dusun Nasiki, Desa Ta Thali yang berada di pinggir Bhaktapur menuju posko pengobatan Tzu Chi memakan waktu satu jam.
Maya juga menjelaskan bahwa luka di dagu Sweta terjadi saat gempa 25 April silam. Saat itu, Maya dan keluarga termasuk Sweta berlari keluar dari rumah. Namun, Sweta itu terjatuh dan dagunya terantuk bebatuan sehingga mengalami luka sobek. Setelah diobati di rumah sakit terdekat, dagu Sweta pun dipasang klip (seperti isi staples yang digunakan untuk menjahit luka). Mendengar hal tersebut, dokter pun mengatakan klip harus dicabut karena sudah tertanam sudah cukup lama.
Saran dokter ini membuat Sweta takut. Dia menangis dan merajuk kepada ibunya untuk pulang. Namun, Maya mengikuti saran dokter dan membantu menenangkan Sweta dengan menggengam erat tangannya.
Air mata Sweta menetes ketika dokter membuka satu per satu klip dengan pinset. ”A little bit more, a little bit more,” ujar relawan Tzu Chi untuk menenangkan Sweta yang terus menangis. Proses ini berjalan selama 15 menit hingga seluruh clip di dagu Sweta berhasil dicabut.
Kondisi rumah Shyam Krishna Boju, ayah Sweta yang rusak parah akibat gempa 25 April silam.
Maya lega. Ketegangan di wajahnya berganti dengan senyuman. Maya mengatakan bahwa dirinya merasa sangat bersyukur karena di saat bencana ini ada orang-orang yang peduli kepada mereka, korban bencana.” Saya merasa sangat terbantu dalam situasi yang berduka ini. Saya sangat bersyukur dan berterima kasih kepada para dokter dan relawan yang telah membantu kami hari ini. Sungguh sangat baik kini anak saya bisa pulih,” ucap Maya dengan penuh haru.
Maya juga menuturkan bahwa rumah mereka mengalami kerusakan parah. Kini mereka mengungsi ke tenda sederhana yang ditinggali bersama keluarga kakak iparnya. Shyam Krishna Boju, suami Maya, menuturkan bahwa total tenda ini ditinggali 18 orang. “Bila siang hari cuaca sangat panas dan udara di dalam tenda juga sangat lembab. Dan pada malam hari cuaca menjadi sangat dingin. Ibu saya sekarang jatuh sakit karena tempat tinggal yang tidak layak ini,” ujar Shyam. Lebih lanjut, Ayah dari empat anak ini pun berharap jika dirinya yang jauh dari pusat kota juga dapat menjadi salah satu penerima bantuan Tzu Chi.
Tim relawan Tzu Chi memang berencana membagikan bantuan di wilayah ini pada 11 Mei nanti. Mendengar hal itu, Shyam merasa bersyukur karena mereka juga mengaku kekurangan logistik terutama makanan. Sejak terjadi gempa berkekuatan 7,8 SR, mereka mengandalkan bantuan dari tetangga untuk kebutuhan makan sehari-hari.
Shyam sehari-hari bekerja sebagai buruh tani dengan sistem bagi hasil. Hingga saat ini, dia belum memiliki uang karena lahan yang dia garap belum panen. Dia berharap dengan bantuan dari Tzu Chi, kehidupannya dapat dirintis agar seperti sedia kala. “Terima kasih banyak atas perhatian kalian kepada kami,” tutupnya.
Sinergi dengan Pemerintah
Tim penyalur bantuan Tzu Chi juga melakukan koordinasi dengan pemerintah setempat. Pada 6 Mei 2015, relawan berkunjung ke Khwopa Polytechnic Institute untuk berdiskusi dengan Wali Kkota Bhaktapur, Prem Suwal. Berdasarkan diskusi tersebut, wali kota menyetujui untuk mendukung Tzu Chi dalam penyaluran bantuan. Hal ini ini diwujudkan dengan instruksi kepada staf untuk membantu kelancaran penyaluran bantuan oleh para relawan.
Deputi Walikota Bhaktapur, Chatyaraj Shakya (kanan) berkoordinasi dengan relawan Tzu Chi dalam penyaluran bantuan kepada para korban gempa.
Hal ini diamini oleh Chatyaraj Shakya, Deputi Wali Kota Bhaktapur. Dia menuturkan, “Kami sangat menghargai apa yang sudah Tzu Chi lakukan untuk kami dan kami mengucapkan terima kasih atas perhatiannya yang begitu hangat. Adapun bantuan yang diberikan Tzu Chi adalah pendistribusian makanan, tempat tinggal sementara (tenda-red) yang layak, dan juga pengobatan. Dalam ketiga hal inilah kami, pihak pemerintah bekerja sama dengan Yayasan Tzu Chi. Kini, sebanyak 7.243 keluarga sudah didata siap untuk diberikan bantuan. Pemerintah Bhaktapur merasa sangat positif dan suatu kehormatan bagi kami dapat bersama-sama bekerja sama dengan Yayasan Buddha Tzu Chi.”