SMAT: Menabung Cinta Kasih di Celengan Bambu

Jurnalis : Chen Ya-ru (Tzu Chi School), Fotografer : Chen Pei-wen, Yan Wen-cong (Tzu Chi School)
 

foto
Empat orang siswa kelas P1 Joy masing masing memeluk celengan bambu yang mereka terima, hati mereka merasa senang sekali.

 “ Ibu guru , saya ingin menabung di celengan bambu untuk membantu orang lain, tapi saya tidak punya celengan bambu.” Sesaat setelah mendengar kisah Budi Salim dan Richard, seorang siswa SD sekolah Tzu Chi segera bertanya pada gurunya. Di antaranya Yang He-jin seorang siswa SD P3 Kindness berkata bahwa setiap hari ia membantu Ibunya mengerjakan pekerjaan rumah tangga tanpa disuruh, semua uang jajan yang diterimanya dimasukkan ke dalam celengan bambu, berharap ibu guru dapat dengan segera membagikan celengan bambu, agar dia dapat memasukkan uang jajannya ke celengan bambu untuk membantu orang lain.

Sejak tanggal 9 agustus, SD Sekolah Tzu Chi dengan berpegang teguh pada semangat “Dana kecil amal besar”, adalah yang pertama mensosialisasikan gerakan SMAT kepada staf di seluruh sekolah, menggalakkan gerakan “Kembali ke masa masa celengan bambu”, selanjutnya mengadakan kegiatan sosialisasi kepada siswa di seluruh sekolah selama 3 minggu, menceritakan berbagai kisah kepada para siswa dengan memanfaatkan jam pelajaran budaya humanis Tzu Chi, guna membangkitkan niat baik dan memupuk rasa cinta kasih siswa, juga memberi dorongan semangat kepada siswa untuk merubah niat baik menjadi tindakan nyata.

Kisah pertama adalah kisah Master Cheng Yen yang mendirikan “ Badan amal kemanusiaan Buddha Tzu Chi” 47 tahun yang lalu, beliau memulai sebuah kegiatan menolong masyarakat miskin di sebuah era dimana Taiwan berada pada kondisi miskin dan serba kekurangan. awalnya anggota badan amal Tzu Chi (donatur) terdiri dari 30 orang ibu-ibu rumah tangga, setiap hari sebelum berangkat ke pasar untuk membeli sayuran, mereka memasukkan $NT 50 sen ke dalam celengan bambu,  menabung dana amal untuk menolong orang. Semangat menghimpun dana kecil untuk melakukan kebajikan telah tersebar luas ke seluruh pasar. Filosofi “Butiran padi yang terkumpul dapat memenuhi lumbung, setiap tetesan air dapat menjadi sebuah aliran sungai” ini telah berhasil membangun dunia Tzu Chi seperti yang kita saksikan hari ini.

foto  

Keterangan :

  • Seluruh siswa di kelas P3 Kindness bersama-sama mengatakan “Kami ingin menabung melalui gerakan dana kecil amal besar!”.

Kisah kedua adalah kisah tentang Budi Salim, seorang pasien kasus Tzu Chi Indonesia yang berusia 9 tahun. Setiap hari dia berjualan roti dengan memanfaatkan waktu istirahat menjelang pelajaran berikutnya, dalam sehari paling banyak bisa mendapat keuntungan sebesar 10 ribu rupiah yang dia bagi menjadi empat bagian, satu bagian diberikan pada orangtua, satu bagian ditabung untuk biaya sekolah kelak, satu bagian dimasukkan ke celengan bambu untuk disumbangkan ke Tzu Chi, dan sisa satu bagian terakhir untuk uang jajan dirinya sendiri.

Kisah ketiga adalah kisah tentang Richard, seorang sahabat cilik Indonesia yang berusia 8 tahun. Di awal tahun ini (2013) pada saat Jakarta dilanda banjir, Richard datang ke Tzu Chi di dampingi Ibu dan neneknya dengan membopong celengan bambu yang berbobot sangat berat untuk disumbangkan. Walau pun rumahnya sendiri juga telah terendam air, namun ayahnya memberitahu Richard bahwa masih ada rumah orang yang lebih parah terendam oleh banjir, Richard yang sehari hari telah terinspirasi oleh ayah, ibu dan neneknya, tanpa ragu dia menyumbangkan uang jajan yang telah ditabungnya sangat lama, dengan sepenuh hati dia ingin membantu para korban banjir.

foto  

Keterangan :

  • Seluruh siswa P3 Love yang berjumlah 25 orang mengangkat celengan bambu yang telah mereka  terima tinggi-tinggi dan berkata “Rasa cinta kasih kami harus lebih tinggi dari tinggi badan kami, rasa cinta kasih kami hendaknya seperti usia kami yang terus menerus bertambah”.

Seorang guru budaya humanis menjelaskan lebih lanjut, meskipun kondisi perekonomian keluarga Budi Salim sangat memprihatinkan, penghasilannya dalam sehari paling banyak hanya 10 ribu rupiah, sedangkan harga jual buku pekerjaan rumah sangat tinggi hingga mencapai 12 ribu lima ratus rupiah, tetapi asal memiliki niat yang baik, tetap saja bisa membantu orang lain, hal ini membuat para siswa memahami “berdana bukan merupakan hak orang kaya , melainkan merupakan partisipasi dari orang yang memiliki niat baik.” Membuat para siswa dapat introspeksi diri bahwa diri mereka hidup di dalam lingkungan yang sangat berbahagia, mereka harus lebih bisa “Memahami dan menghargai keberkahan serta menciptakan berkah kembali.”  Kisah kisah ini dapat memberi dorongan semangat bahwa setiap orang bisa berbuat baik, dan juga bisa membawa pulang ke rumah kisah -kisah kebajikan ini untuk berbagi bersama semua anggota keluarga, agar setiap anggota keluarga dapat bersama sama menyambut gerakan “Dana kecil, amal besar” ini.

Setelah kegiatan sosialisasi pihak sekolah melakukan kegiatan pembagian celengan bambu, ada keluarga siswa mengajukan permohonan untuk mendapatkan 6 sampai 7 celengan, guru bertanya kepada siswa bersangkutan kenapa ingin memiliki sampai begitu banyak, sang murid menjawab dengan sangat serius bahwa ayah, ibu, kakek, nenek, kakak, adik, supir dan pengasuh, semuanya ingin memiliki celengan bambu untuk membantu orang lain. Satu setengah bulan setelah gerakan penggalakan celengan bambu, hingga saat ini sebanyak 657 siswa di sekolah dasar bersama orang tua mereka telah menerima celengan bambu untuk menabung cinta kasih sejumlah 1127 buah.

foto  

Keterangan :

  • Anak kelas P4 Vince Zhang merasa sangat senang menerima celengan bambu, katanya, dengan demikian akan dapat membantu orang yang membutuhkan bantuan.

Juga ada siswa yang menyerahkan kembali celengan bambunya yang sudah terisi penuh keesokan harinya setelah menerima celengan, saat ditanya baru diketahui, ternyata mereka menuangkan semua uang yang selama ini sudah di tabungnya ke dalam celengan bambu. Guru dengan sangat senang menerima cinta kasih yang melimpah dari mereka dan menyimpankannya dulu untuk mereka, namun guru tetap memberi dorongan untuk hanya menabungkan uang jajan mereka setiap hari, tidak pada banyak sedikitnya jumlah uangnya, tetapi pada sikap “Setiap hari mengikrarkan niat yang baik, setiap hari melakukan perbuatan baik”. Guru juga menjelaskan bahwa akan ada kegiatan pengembalian celengan bambu (celengan bambu kembali ke kampung halaman) sebanyak dua kali, sekali pada saat hari ibu indonesia (11 Desember 2013), sekali lagi pada kegiatan pertunjukan saat tahun ajaran sekolah berakhir (4 juni 2014).

Master Cheng Yen sering mengatakan bahwa setiap orang memiliki kondisi hati yang bersih dan tanpa noda, hati anak-anak polos dan jernih cemerlang, asal kita menjaga dan menyayanginya dengan penuh kesungguhan hati, menginspirasi mereka dengan keluhuran kebajikan dan cinta kasih yang kita berikan, setiap saat membantu membersihkan debu kotor pada batin mereka, maka dengan hati yang polos dan jernih cemerlang anak-anak akan mendorong orangtua mereka untuk bersama sama melakukan kebajikan, membuat gerakan dan semangat “dana kecil amal besar” dapat diterapkan di dalam kehidupan setiap orang.

Menyaksikan anak-anak begitu antusias meminta celengan bambu, memperlihatkan tingkah laku yang menarik hati memeluk celengan bambu dengan gembira, membuat orang merasa senang dan terhibur. Generasi kita berikutnya adalah generasi yang penuh dengan cinta kasih, masyarakat kita akan penuh dengan nuansa damai dan sejahtera. Dengan begitu, harapan masa depan agar “batin manusia tersucikan, masyarakat damai sejahtera, dunia terbebas dari bencana” akan tercapai dalam waktu yang tidak begitu lama lagi.

Penerjemah : Lienie Handayani
Editor: Agus Rijanto  

  
 

Artikel Terkait

Bingkisan di Hari Natal

Bingkisan di Hari Natal

30 Desember 2015
Kantor Tzu Chi Tanjung Balai Karimun terlihat berbeda di hari itu, di sudut ruangan tampak tangga yang disulap menjadi pohon natal yang mempesona. Pernak-pernik Natal yang menempel di tembok juga merupakan hasil penggunaan barang daur ulang.
Kisah Haru Sang Guru Ngaji

Kisah Haru Sang Guru Ngaji

09 Desember 2019

Rumah bukan semata tempat tinggal, tetapi rumah adalah hal utama yang memberikan ketenangan batin dan kenyamanan penghuninya. Seperti Julaesih (62) dan Turaeni (68), keduanya kini bisa merasakan hidup yang tenang dan nyaman di usia senja mereka.

Kembali Berjodoh Dengan Oma dan Opa

Kembali Berjodoh Dengan Oma dan Opa

24 Juni 2014 Melihat oma dan opa yang telah duduk rapi menuggu kami dan dengan hangat menyapa kami.
Hanya orang yang menghargai dirinya sendiri, yang mempunyai keberanian untuk bersikap rendah hati.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -