Sosialisasi Kesehatan dan Baksos Degeneratif di Lampung

Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Metta Wulandari, Basno Hernawan (He Qi Barat)

Sosialisasi Kesehatan dan Baksos Degeneratif di Lampung

Indra Halim, Koordinator Bakti Sosial Kesehatan Degeneratif Lampung menenangkan pasien lansia yang tengah menunggu dokter. Minggu, 13 November 2016, Tzu Chi Lampung mengadakan Bakti Sosial Kesehatan Degeneratif untuk warga Gunung Sulah, Kelurahan Gunung Sulah, Kecamatan Way Halim, Bandar Lampung. Sebanyak 361 pasien datang mengikuti baksos.

Akhir pekan lalu, 13 November 2016, Tzu Chi Lampung mengadakan Bakti Sosial Kesehatan Degeneratif untuk warga Gunung Sulah, Kelurahan Gunung Sulah, Kecamatan Way Halim, Bandar Lampung. Kegiatan baksos degeneratif (penyakit yang disebabkan kerusakan atau penurunan terhadap jaringan atau organ tubuh akibat usia maupun gaya hidup yang tidak sehat -red) ini tergolong baksos yang istimewa karena baru dilakukan untuk pertama kalinya di sana. Karena “pertama” maka baksos kesehatan ini pun didukung oleh relawan Tzu Chi Jakarta yang sudah rutin melakukan baksos kesehatan degeneratif. Sebanyak tujuh relawan Tzu Chi Jakarta berangkat ke Lampung dalam dua rute perjalanan: angkutan laut dan angkutan udara untuk berbagi pengalaman dengan relawan Tzu Chi Lampung.

Pengalaman pertama pergi ke Lampung pun dirasakan oleh relawan Tzu Chi Jakarta Rosaline Laksana dan dr. Ong Tjandra, Sp. OG yang sesampainya di Lampung langsung melakukan briefing dengan relawan. Sebelumnya, relawan Tzu Chi Jakarta lainnya: Suparto, Hermanto, Elly Chandra, dan Lan Hoa yang datang terlebih dahulu dengan perjalanan laut turut membantu relawan Lampung menyiapkan lokasi baksos. “Nggak capeklah, kan nyetirnya cuma 4-5 jam, dua jamnya nganggur di kapal,” tutur Suparto, yang bertugas sebagai pengemudi. Hal serupa juga disampaikan oleh Elly Chandra. Memang kali tersebut bukanlah kali pertama ia menempuh perjalanan laut, namun ia tetap was-was, “Capek sih enggak ya, tapi deg-degannya itu, soalnya saya nggak bisa berenang,” ucapnya tertawa.

Baksos kesehatan degeneratif pertama di Lampung yang berlokasi di SDN 1 Gunung Sulah juga memberikan pengalaman pertama bagi sekolah tersebut untuk “menjamu” pasien-pasien baksos. “Ini pertama kalinya sekolah kami menjadi lokasi baksos,” kata Farida Kusnani, Kepala SDN 1 Gunung Sulah. “Maka untuk mempersiapkan itu semua, kami rutin bersih-bersih kelas, bersih-bersih got, mencabut rumput liar, dan melakukan sedikit perbaikan,” imbuhnya.

1.	Indra Halim, Koordinator Bakti Sosial Kesehatan Degeneratif Lampung menenangkan pasien lansia yang tengah menunggu dokter. Minggu, 13 November 2016, Tzu Chi Lampung mengadakan Bakti Sosial Kesehatan Degeneratif untuk warga Gunung Sulah, Kelurahan Gunung Sulah, Kecamatan Way Halim, Bandar Lampung. Sebanyak 361 pasien datang mengikuti baksos.

Selain relawan Tzu Chi, siswa kelas 6 SDN 1 Gunung Sulah (berseragam olahraga warna kuning) juga turut berkontribusi menjadi relawan pendamping pasien. Farida Kusnani S.Pd., M.Pd., Kepala Sekolah SDN 1 Gunung Sulah mengaku senang sekaligus bangga karena Tzu Chi memilih sekolah mereka sebagai lokasi baksos.

3.	Selain baksos, kegiatan hari itu juga dilengkapi dengan sesi penyuluhan untuk memberikan pendidikan tentang macam penyakit degeneratif dan bagaimana pencegahannya.

Selain baksos, kegiatan hari itu juga dilengkapi dengan sesi penyuluhan untuk memberikan pendidikan tentang macam penyakit degeneratif dan bagaimana pencegahannya.

Farida tidak hanya mempersiapkan lingkungan sekolah dalam menyambut baksos tersebut, ia juga mempersiapkan semua guru dan 10 siswa kelas 6 sekolah dasar untuk turut membantu dalam baksos. Siswa-siswa tersebut menggandeng pasien-pasien lansia dan menunjukkan ruang-ruang dalam proses pemeriksaan. Mereka juga menjaga kebersihan sekolah dengan mengumpulkan sampah plastik atau sampah minuman kemasan. “Ini adalah ungkapan senang dan kebanggaan kami karena kami bisa berkontribusi membantu warga di lingkungan kami,” ujar Farida.

Para pasien yang datang pun kebanyakan baru pertama kali mengikuti baksos degeneratif. “Iya, ini baru pertama kali ikut baksos massal,” kata Sundari (64). Tunawati (53) juga menuturkan hal yang sama, begitu pula dengan Marwana (52). Warga sekitar memang lebih sering datang langsung ke Puskesmas atau rumah sakit terdekat apabila mengalami permasalahan kesehatan dengan memanfaatkan kartu BPJS (jaminan kesehatan sosial-red) yang telah disediakan oleh pemerintah. Namun demikian, antusias mereka ternyata cukup besar untuk ikut dalam baksos kesehatan tersebut. “Karena ternyata ada penyuluhannya juga, bagus ini,” ucap Sundari.

Sesi penyuluhan kesehatan dibawakan langsung oleh dokter untuk memberikan pendidikan tentang berbagai macam penyakit degeneratif dan bagaimana pencegahannya dinilai menjadi pelengkap baksos. Kelas penyuluhan yang dibagi dalam dua kelas ini masing-masing sesi berisi 50 pasien. Dengan total pasien yang datang hadir sebanyak 361 orang maka penyuluhan tersebut juga dilakukan secara bergantian.

2.	Selain relawan Tzu Chi, siswa kelas 6 SDN 1 Gunung Sulah (berseragam olahraga warna kuning) juga turut berkontribusi menjadi relawan pendamping pasien. Farida Kusnani S.Pd., M.Pd., Kepala Sekolah SDN 1 Gunung Sulah mengaku senang sekaligus bangga karena Tzu Chi memilih sekolah mereka sebagai lokasi baksos.

Sejak pagi, dokter yang tergabung dalam baksos telah melayani satu demi satu pasien. Mereka mendengarkan keluhan yang hampir sama dari setiap pasien yang datang.

4.	Sejak pagi, dokter yang tergabung dalam baksos telah melayani satu demi satu pasien. Mereka mendengarkan keluhan yang hampir sama dari setiap pasien yang datang.

Lita, relawan Tzu Chi mendampingi pasien menunggu pengambilan obat. Dalam melakukan pendampingan, ia memberikan pesan-pesan kepada pasien untuk selalu menjaga kesehatan setiap saat.

Penyakit di Hari Tua

Melalui baksos, Sundari yang masih aktif dalam kegiatan PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga) di lingkungannya itu mengetahui bahwa ia masih harus menjaga pola makannya karena kadar gulanya masih tergolong di atas normal. “Dulu itu saya pernah sakit liver dan menurut ‘orang-orang’ saya harus saya minum larutan air gula. Nah.., sehari itu harus habis satu kilo,” ceritanya. Menjalani rutinitas penyembuhan penyakit liver yang cukup lama, ternyata malah menimbulkan penyakit lain untuk Sundari. “Ya saya jadi diabetes sekarang,” jelas nenek dari 14 cucu ini.

Tidak jauh beda dari Sundari, Tunawati malah mengaku menderita komplikasi. “Saya itu sakit jantung, maag kronis, darah tinggi, asam urat, rematik, banyak,” tuturnya. Saat memeriksakan diri, kondisi kaki Tunawati sedang bengkak dan ia mengeluh nyeri. Penyakit yang dideritanya sejak 6 tahun lalu tersebut masih saja bersarang di tubuhnya dan mengganggu aktivitasnya sehari-hari. “Saya sih nggak kerja, tapi masih harus urus ibu saya yang lumpuh di rumah. Kalau saya sakit ya sudah, sama-sama sakit,” tuturnya.

Lain halnya dengan Yuli Maslina (47), di usianya yang masih paruh baya ternyata ia pernah menderita diabetes dengan kadar gula yang sangat tinggi. “Sakitnya itu yang paling parah tiga atau empat tahun lalu,” ingat ibu 3 anak ini. Selain dirinya, saudara sepupunya pun menderita penyakit yang sama. Sejak didiagnosa menderita diabetes, Yuli langsung mengatur pola makan hariannya. Ia mengurangi asupan gula dan melakukan diet. “Kalau ada kondangan malam, saya enggak mau ikut makan,” ucapnya. Ia mengaku mengingat anak-anaknya yang masih butuh dirinya, maka dari itu ia dengan telaten menjaga kesehatannya. Ketika baksos kemarin, ia lega bukan kepalang karena hasil tes darah menyatakan gula darahnya normal kembali. Sementara itu ia pun menyayangkan bahwa saudara sepupunya tidak mengikuti anjuran pola makan sehat yang ia lakukan. “Akhirnya sepupu saya meninggal karena diabetes. Andai saja dia mau mengatur pola makannya,” tutur Yuli gamang. Namun dia bersyukur karena ia masih sehat dan bisa mengurus rumah tangganya.

5.	Lita, relawan Tzu Chi mendampingi pasien menunggu pengambilan obat. Dalam melakukan pendampingan, ia memberikan pesan-pesan kepada pasien untuk selalu menjaga kesehatan setiap saat.

Relawan rompi menerima sosialisasi Tzu Chi di akhir kegiatan baksos. Baksos ini diharapkan menjadi pintu masuk relawan-relawan baru untuk bergabung dengan Tzu Chi.

Kesan Pertama

Melihat antusias warga yang cukup besar, tentu merupakan penyulut semangat dari relawan. Lita, relawan Tzu Chi Lampung yang sejak awal membantu persiapan baksos mengaku pengalaman pertama itu meninggalkan kesan yang positif. “Kami pasti senang karena akhirnya bisa merealisasikan baksos ini,” ucapnya. Ia juga bersyukur karena mendapatkan banyak dukungan dari relawan Tzu Chi Jakarta, tim medis, serta relawan Tzu Chi Lampung. Hal yang sama juga diucapkan oleh Indra Halim, koordinator baksos kesehatan ini. Mereka berharap kegiatan tersebut selain membantu warga yang sakit, juga menjadi pintu masuk relawan-relawan baru untuk bergabung dengan Tzu Chi.

Sementara itu, Walikota Lampung Herman Hasanusi MM., mengaku senang melihat banyak masyarakat yang terbantu melalui baksos ini. Herman menyempatkan hadir dalam baksos dan meninjau kegiatan dengan berkeliling ke ruang pemeriksaan didampingi oleh relawan. “Terima kasih kepada Tzu Chi yang telah melakukan baksos kesehatan massal di lingkungan kami. Semoga semakin banyak warga yang sadar akan pentingnya kesehatan dan terbantu dalam memperoleh fasilitas kesehatan,” harapnya.

Nantinya, rangkaian baksos kesehatan degeneratif ini akan dilaksanakan selama 3 bulan di tempat yang sama. Tujuannya untuk kembali melakukan pengecekan kesehatan dari pasien-pasien yang kondisinya masih tidak normal. Melalui baksos yang digelar secara rutin ini, dokter dan relawan pun bisa dengan mudah mengetahui perkembangan kesehatan para pasien.

Berita Foto : Baksos Kesehatan Degeneratif di Lampung


Artikel Terkait

Sosialisasi Kesehatan dan Baksos Degeneratif di Lampung

Sosialisasi Kesehatan dan Baksos Degeneratif di Lampung

15 November 2016
Yayasan Buddha Tzu Chi Lampung menggelar Bakti Sosial Kesehatan Degeneratif pertama pada Minggu, 13 November 2016 untuk warga Gunung Sulah, Kelurahan Gunung Sulah, Kecamatan Way Halim, Bandar Lampung. Sebanyak 361 pasien datang mengikuti baksos.
Meski sebutir tetesan air nampak tidak berarti, lambat laun akan memenuhi tempat penampungan besar.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -