Stop Buang-buang Makanan!

Jurnalis : Khusnul Khotimah, Fotografer : Arimami SA.


Suasana Kantin Tzu Chi Indonesia sudah sepekan ini terlihat berbeda. Boneka maskot relawan Tzu Chi dan teman-temannya yang berkostum sayuran menyambut siapapun yang hendak makan siang. 

Siapa yang tidak happy kalau makan siang saja disambut dua maskot relawan Tzu Chi. Tampilan dan tingkahnya lucu. Belum lagi teman-teman si maskot berkostum sayur dan buah yang sangat ramah.

Karyawan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, karyawan DAAI TV, juga orang tua siswa Sekolah Tzu Chi Indonesia, para tamu, pun bersemu merah saat memasuki Kantin Tzu Chi Indonesia. Apalagi anak-anak kecil, mereka  tak tahan untuk tak berlarian menghampiri maskot.

“Selamat datang..”

“Selamat makan siang..”

Begitu sapaan relawan Tzu Chi yang berkostum sayuran. Suasana seperti ini, Kamis 5 September 2019, sudah berlangsung sepekan lho! Memangnya ada apa sih?

Jadi, Tzu Chi Indonesia dan juga DAAI TV serta Sekolah Tzu Chi Indonesia sedang gencar mengajak semua orang lebih menghargai berkah. Caranya, ambil makanan secukupnya agar tak menyisakan sisa makanan.

“Kami ingin membangun kesadaran kita semua untuk menghargai proses dari makanan yang kita makan. Karena setelah menghargai proses kita bisa lebih bersyukur. Setelah bersyukur maka kita makan dengan bijak. Setelah itu ya kita lestarikan alam. Sampahnya dipilah,” kata  Veronica Dhyanapramujati, dari HRD Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia.


Dengan berkostum sayur, relawan juga membawa poster berisi ajakan untuk bervegetaris dan ajakan untuk membawa alat makan sendiri, serta tak membuang-buang makanan. 


Seorang karyawan tampak membuang hanya sedikit saja sisa makanan yang memang tak bisa dtelan, seperti jahe. 

Untuk memonitor apakah kampanye ini berhasil, sisa makanan yang terbuang pun ditimbang. Ini menjadi tugas Hudoyo Teguharja (62), relawan dari He Qi Utara 1. Shibo Thomas begitu ia disapa memberikan catatan selama sepekan menjalankan tugasnya ini, bahwa Reedukasi lebih susah dari edukasi. Maksudnya?

“Tidak mudah mendidik orang dewasa. Mereka sudah punya mindset yang terbentuk. Malahan ada kepercayaan kalau tidak sisa itu namanya rakus. Nah anak-anak muda juga demikian yang menginjak dewasa. Mereka juga tidak biasa dengan piring yang bersih, pasti ada sisa,” kata Shibo Thomas.

Bukan tanpa alasan jika Shibo Thomas menyimpulkan demikian.

“Lihat saja, hari Senin 3 kilo, kemudian turun jadi 2 kilo. Tapi Rabu naik lagi jadi 6 kilo. Jadi berarti tidak mudah,” tambah relawan yang sehari-hari menghabiskan tiga hingga empat jam di Depo Pelestarian Lingkungan Tzu Chi, PIK, Jakarta Utara.

Shibo Thomas berharap semua orang dapat lebih menumbuhkan kebijaksanaan pribadi sendiri tanpa ada instruksi. Dengan demikian, semua orang dapat mempraktikannya di mana pun berada.


Sambil memainkan harmonika, Thomas Shixiong juga menunjukkan semua yang selesai makan cara memilah sampah dengan benar.


Makan dengan bijak, sudah dipraktikkan Nagatan sejak lebih dari 10 tahun yang lalu.

Nagatan, karyawan dari Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia sehari-harinya selalu makan dengan piring tanpa makanan yang tersisa. Kebiasaan ini sudah berlangsung lama, sejak duduk di bangku SMU kelas 2.

“Petani sangat susah payah untuk menanam padi. Jadi tidak boleh mubazir. Jadi ketika mengambil makanan di piring itu tidak yang kebanyakan. Misalnya ada sayur yang saya kurang suka ya tidak saya ambil,” kata penerjemah bahasa Mandarin ini.


Kampanye ini melibatkan karyawan untuk tugas bergantian mensukseskan program ini. Veronica Dhyanapramujati, dari HRD Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia tampak membantu Romi Loka mengenakan boneka maskot.

Sementara itu Romi Loka, karyawan DAAI TV yang hari itu bertugas masuk dalam boneka maskot Tzu Chi menilai kampanye seperti yang sedang berlangsung di Kantin Tzu Chi Indonesia sangat menarik.

“Menurut saya konsepnya bagus juga untuk menyadarkan bahwa kita tidak boleh buang-buang makanan. Nah awalnya orang disambut, lalu ada tulisan-tulisan yang bisa bikin kita berpikir, ‘o.., iya ya, sebenarnya seperti ini’. Lalu di belakang kan juga ada tong sampah, ada yang jaga, kasih tahu, itu juga akan memberi sesuatu yang akan dipikir sama orang mau buang sampah,” kata dia.


Bakron senang sekaligus lega, usai menunaikan tugasnya sebagai maskot relawan Tzu Chi.

Lalu kebagian tugas untuk menjadi maskot Tzu Chi seperti apa sih rasanya?

“Yang jelas asik ya. Baru sekali ini. Banyak orang excited, jadi bergaya-gaya bebas saja. Saya kan mencoba bertingkah lucu, supaya happy saja, ini siapa sih, kata mereka. Atau ada anak kecil yang minta dansa sama saya. Itu bisa bikin suasana happy,” tambahnya.

“Gerah, panas, tapi itu terbayar dengan anak-anak yang happy melihat saya,” kata Bakron, maskot satunya lagi.

Jadi, apakah Romi dan Bakron masih mau masuk ke dalam boneka maskot lagi?

“Wah..,  tapi saya perlu bantuan oksigen,” jawab Romi bercanda.

Editor: Hadi Pranoto


Artikel Terkait

Stop Buang-buang Makanan!

Stop Buang-buang Makanan!

06 September 2019

Siapa yang tidak happy kalau makan siang saja disambut dua maskot relawan Tzu Chi. Tampilan dan tingkahnya lucu. Belum lagi teman-teman si maskot berkostum sayur dan buah yang sangat ramah. Karyawan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, karyawan DAAI TV, juga orang tua siswa Sekolah Tzu Chi Indonesia pun bersemu merah saat memasuki Kantin Tzu Chi Indonesia. Ada apa?

Kebahagiaan berasal dari kegembiraan yang dirasakan oleh hati, bukan dari kenikmatan yang dirasakan oleh jasmani.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -