Stroberi dan Kakek Guru ( Bagian 2 )

Jurnalis : Indri Hendarmin (He Qi Utara), Fotografer : Stephen Ang (He Qi Utara)
 
 

foto
Perjuangan Hasan Basri Shixiong untuk mengikuti Tzu Ching tidak mudah tetapi semua perjuangannya tidak sia-sia karena saat ini Hasan Shixiong merupakan Ketua Tzu Ching Indonesia.

Sharing pun dilanjutkan oleh Hasan Basri, Ketua Tzu Ching Indonesia, “Saya mulai ikut Tzu Ching  sejak tahun 2008, saya ingin ikut Tzu Ching karena saya melihat Tzu Ching bagus, mau bersumbangsih. Saya mengenal Tzu Chi karena saya bersekolah di Sekolah Tzu Chi Cengkareng, walaupun begitu saya tidak mengetahui Tzu Chi sangat mendalam, pertama kali ikut Tzu Ching mengikuti kegiatan Tzu Ching camp, pada saat saya mengikuti Tzu Ching Camp saya sangat merasakan suasana sekolah, setelah itu saya sempat kehilangan arah dan kontak dengan Tzu Ching hingga di awal tahun 2009 saya memberanikan diri menghubungi  Sun Dessy Shijie.

Saya memang mendapatkan informasi tentang kegiatan Tzu Ching tetapi waktu itu saya sempat di beritahu ada kegiatan di Jing Si Books & Café di Pluit dan saya tidak tahu dimana tempat tersebut, jadi saya tidak mengikutinya. Saya kembali menghubungi Sun Dessy Shijie, dan  saya diminta hubungi Sese Shijie. Di Shu Xuan inilah saya bertemu dengan temen- temen Tzu Ching dan juga temen deket saya pada saat mengikuti Tzu Ching Camp. Dari situlah saya jadi terus mengikuti kegiatan,” ujar Hasan Basri Shixiong.

Bertemu dengan Kakek Guru
“Saya sangat bangga bisa masuk Tzu Ching karena Visi dan Misi Tzu Ching. Kegiatan selanjutnya yang saya ikuti adalah pembagian beras, kunjungan ke panti jompo dan pelatihan. Mengikuti Tzu Ching ada poin yang bisa kita ambil, selain mengenal banyak orang juga membuat pola pikir yang sangat terbuka. Saat ini saya tinggal menunggu wisuda dan sudah bekerja di DAAI TV. Saat bulan Juni 2012 di Taiwan diadakan training 3 in 1 dan DAAI TV, saya berkesempatan bertemu dengan Master Cheng Yen secara langsung. Master berkata kepada saya agar saya dapat membawa lebih banyak Tzu Ching pulang ke kampung halaman batin (Taiwan). Sebenarnya saya sangat ingin dapat berbicara langsung dengan Master Cheng Yen tetapi bahasa mandarin saya masih kurang. Saya akan giat belajar bahasa mandarin karena nanti pada saya ada kesempatan untuk bertemu dengan Master Cheng Yen lagi, saya harap dapat berbicara langsung dengan Master Cheng Yen,” tambahnya.

“Karena Saya Sayang Tzu Chi”
Dimanapun mereka berada, Tzu Ching selalu bersemangat, begitu pula dengan Berton Deviano, seorang Tzu Ching yang kini melanjutkan kuliahnya di Guangzhou, China. “Waktu dulu sebenarnya saya tidak ingin ikut Tzu Ching. Walaupun keluarga saya semuanya adalah relawan, bisa ikut Tzu Ching karena adanya jodoh. Saya sendiri bisa dikatakan seperti generasi stroberi karena saya pernah menganggap orang tua saya bagaikan mesin ATM berjalan. Kedatangan saya ke Guangzhou untuk studi dan di sanalah saya baru belajar untuk menabung. Saat di Guangzhou saya bertemu dengan seorang Shigu (sebutan untuk relawan Tzu Chi wanita) yakni Lim Tjuo Cie. Pertemuan saya  dengan Shigu ini ketika saya sedang naik kereta bawah tanah, saya memberanikan diri memperkenalkan diri saya sebagai Tzu Ching di Indonesia. Lim Tjuo CieShigu inilah yang kemudian mengajak saya untuk mengikuti berbagai kegiatan Tzu Chi di Guangzhou,”ceritaBerton Deviano Shixiong.

“Kegiatan pertama yang saya ikuti adalah bedah buku. mengunjungi panti jompo dan daerah miskin di sana, mengikuti kegiatan daur ulang bahkan saya juga berkesempatan berjumpa dengan ketua Tzu Chi di Guangzhou. Di sana tidak ada Tzu Ching dan saya ingin ada Tzu Ching di Guangzhou. Shigu di sana selalu mengatakan agar bersabar karena tidak mudah, harus ada ijin dari pemerintah setempat. Saya tidak berputus asa, saya harus bersemangat, saya terus berusaha mengibarkan semangat cinta kasih Tzu Chi mulai dari mengajarkan shou yu Tzu Ching,” lanjutnya.

foto   foto

Keterangan :

  • “Apa yang mendasari semangat saya membangun Tzu Ching di Guangzhou karena saya sayang Tzu Chi,” ujar Berton Deviano dengan semangat (kiri).
  • Kegiatan yang dihadiri sebanyak 36 orang ini pun tak lepas dari tawa dan semangat (kanan).

Keinginan tersebut akhirnya terwujud melalui dukungan seorang Shibo yang bernama He Le Sheng. Shibo tersebut rela meminjamkan kantornya untuk mendukung kegiatan Tzu Ching. Kegiatan yang pertama kali dimulai pada tanggal 16 Juni 2012 yakni perjamuan teh (Cha Hui). Dalam kegiatan ini saya memperkenalkan Tzu Ching di Indonesia, juga tak lupa membawa paspor vegetarian. Walaupun kegiatan ini hanya dihadiri 5 orang yang terpenting adalah kehangatan untuk membuat atmosfir yang nyaman. Semua dimulai dari yang sedikit dan saya sangat antusias karena sebagian relawan di Guangzhou adalah ibu-ibu yang penuh rasa sayang. meskipun saya tidak bisa menjadi teladan tetapi saya dapat mendampingi mereka. Terakhir pada tanggal 24 Juli 2012 di Guangzhou sudah ada 15 orang muda-mudi. Bagi saya Tzu Chi bukan merupakan organisasi tetapi satu keluarga, apa yang mendasari semangat saya membangun Tzu Ching di Guangzhou karena saya sayang Tzu Chi,” ucapnya dengan penuh semangat.

Di acara tersebut Tzu Ching pun mempromosikan Tzu Ching Camp 7 yang akan diadakan pada tanggal 26-28 Oktober 2012. Sjukur Shixiong yang pernah menjadi mentor pada camp sebelumnya mengatakan, “Saya ikut merasakan perasaan yang luar biasa, Master Cheng Yen mengatakan agar kita memiliki hati yang lapang dan pikiran yang murni. Ikut Tzu Ching Camp sebagai mentor saya melihat semangat dan pengorbanan yang luar biasa.”

Sharing terakhir dari Elvy Kurniawan Shijie, yang dulunya adalah Tzu Ching dan kini sudah menjadi relawan komite dan tetap membimbing Tzu Ching. Ia mengatakan bahwa Tzu Ching memerlukan Shigu dan Shibo (relawan senior) untuk ikut serta membimbing Tzu Ching sehingga kebijaksanaan para muda-mudi ini pun dapat bertumbuh, “Tzu Ching bukan merupakan generasi stroberi, Tzu Ching perlu diarahkan kebijaksanaan. Saya selalu mengatakan jangan terlalu menjauh, kedekatan berjalan dua arah, jangan bagaikan batu. Dalam satu keluarga semua melengkapi, semua pasti berlalu, asalkan kita mau mengatakan kesulitan, keluarga pasti bantu.”

Kita semua tentunya mempunyai harapan yang sama dengan Master Cheng Yen terhadap generasi muda-mudi dan tentunya harus mulai mendukung dan membantu generasi muda-mudi agar menjadi generasi yang kuat dan bersinar bagaikan bola baja. Jangan pernah menyerah dan penuh semangat untuk melakukan kebajikan dalam kehidupan ini.

 

 
 

Artikel Terkait

“Sebuah Kacamata, Sebuah Perubahan”

“Sebuah Kacamata, Sebuah Perubahan”

05 Desember 2012 Baksos yang dilaksanakan selama tiga hari terhitung dari tanggal 20 – 22 November 2012 ini dilangsungkan secara berkeliling dari satu desa ke desa lainnya di Kabupaten Siak Provinsi Riau.
Sungguh Hati Berlatih Prosesi Waisak

Sungguh Hati Berlatih Prosesi Waisak

19 Mei 2014 Bagaimana kita juga bisa berbuat lebih banyak kebaikan bagi sesama yang masih membutuhkan uluran tangan-tangan, sehingga semakin banyak hati manusia tersucikan, cinta kasih yang tersebar mampu menghapus dunia dari segala bencana.
Suara Kasih : Menyucikan Batin

Suara Kasih : Menyucikan Batin

09 Maret 2011 Tzu Chi telah tersebar ke seluruh dunia. Di mana pun bencana terjadi, insan Tzu Chi akan segera menyalurkan bantuan. Semangat insan Tzu Chi telah menginspirasi banyak warga setempat. Semoga pascagempa di Selandia Baru kali ini, benih Tzu Chi juga dapat bertunas di sana.
Sikap mulia yang paling sulit ditemukan pada seseorang adalah kesediaan memikul semua tanggung jawab dengan kekuatan yang ada.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -