Suara Kasih : Anti Virus dalam Hati
Jurnalis : Da Ai News, Fotografer : Da Ai News Judul Asli: Anti Virus dalam Hati Manusia Kegelapan batin membuat manusia hidup tersesat | |||
“Dulu saya sering mengadakan perjamuan makan dan setiap hari melihat apakah ada minuman keras dan makanan lezat yang dapat saya santap. Saya juga telah banyak berubah. Dulu tabiat saya sangat buruk. Saat sedang marah, saya akan melemparkan mangkuk dan sumpit yang ada di atas meja. Usai menjalani operasi 21 tahun yang lalu, istri saya berkata bahwa dokter memvonis sisa hidup saya tak lebih dari 2 tahun, kecuali jika saya mengubah kebiasaan hidup. Sejak didera penyakit, saya pun sadar. Dua puluh tahun ini adalah bonus bagi saya. Beruntung pula saya dapat bergabung dengan Tzu Chi dan berjalan di Jalan Bodhisatwa. Saya sungguh beruntung. Jika tidak, saya mungkin terus hidup dalam ketersesatan,” kata Tuan Hsieh, seorang relawan Tzu Chi. Sungguh, seiring waktu berlalu, sisa hidup kita semakin berkurang. Bagai ikan yang kekurangan air, apakah ia bahagia? Kehidupan manusia berlalu tanpa disadari seiring jarum jam yang terus berputar. Saat 1 detik berlalu, sisa hidup kita juga berkurang 1 detik. Saya berharap kita semua dapat memanfaatkan waktu dengan baik. Usia kita terus bertambah. Saya berharap kebijaksanaan kita juga terus bertumbuh. Untuk itu, kita harus memanfaatkan waktu dengan baik. Waktu dapat membuat kebijaksanaan kita berkembang. Karenanya, kita harus bersyukur setiap saat atas jalinan jodoh yang kita miliki. Lebih dari 20 tahun yang lalu, Tuan Hsieh didiagnosis menderita kanker usus besar. Karenanya, ususnya dipotong sepanjang 30 cm. Usai operasi dan kembali ke rumah, ususnya bermasalah lagi. Ia tak bisa buang air besar dan tak dapat memakan apa pun. Ia sungguh menderita. Lalu, dokter memberitahu ia bahwa sisa hidupnya tak lebih dari 2 tahun. Saat itu, lebih dari 20 tahun yang lalu, ia berniat mengakhiri hidupnya. Suatu saat setelah membaca majalah Tzu Chi, ia menemukan bahwa banyak orang menjadi lebih sehat setelah bervegetarian. Karenanya, ia pun mulai bervegetarian dan bergabung dengan Tzu Chi. Telah 22 tahun ia bervegetarian. Tubuhnya sehat dan ia sangat aktif dalam kegiatan Tzu Chi. Jadi, haruskah kita mengonsumsi daging? Haruskah kita memakan daging dan tulang hewan? Haruskah kita demikian? Mengonsumsi daging menciptakan karma buruk, meningkatkan pencemaran, serta membuat fisik dan batin kita tak sehat. | |||
| |||
Kasus seperti ini sering ditemukan karena banyak orang menjalani pola hidup ini. Makanan adalah sumber penyakit. Kita sering berkata bahwa makanan adalah sumber kelangsungan hidup kita. Makan adalah hal yang paling utama, namun kadang kita tak dapat mengendalikannya. Kita tak kuasa mengendalikan mata, telinga, hidung, lidah, tubuh, dan pikiran. Saat mata kita melihat sesuatu, kita tergoda olehnya dan nafsu keinginan pun muncul. Dengan hanya memandang makanan (daging), timbul keinginan untuk mencicipinya. Saat menelan makanan tersebut, kita menciptakan karma buruk. Daging yang kita makan akan dicerna dan hilang, namun karma buruk kita tetap ada. Saat meninggal, kita tak membawa apa pun kecuali karma kita. Kita harus bertanggung jawab atas banyaknya daging yang telah kita konsumsi. Jadi, saudara sekalian, karma buruk kolektif yang tercipta karena mengonsumsi daging telah menyebabkan terjadinya banyak bencana. Saat wabah penyakit tangan, kaki, dan mulut merebak, babi yang tak berdosa harus dikubur hidup-hidup. Apakah tindakan ini menyelesaikan masalah? Tidak. Karena setelah dikubur, tubuh mereka akan hancur dan mencemari tanah serta sumber air. Hal ini akan menciptakan siklus yang buruk. Sungguh menakutkan. Inilah akibat dari mengonsumsi daging. Kita juga melihat di Jepang, virus flu burung mulai menyerang ayam-ayam yang ada di peternakan unggas. Karenanya, mereka mengadakan pemusnahan massal unggas. Mengapa mereka memusnahkan unggas tersebut? Karena terlalu banyak unggas yang diternakkan. Mengapa unggas diternakkan begitu banyak? Karena sangat banyak orang yang ingin mengonsumsi dagingnya. Ketika wabah flu burung merebak, kesehatan masyarakat pun terancam. Hal ini menciptakan siklus yang buruk. Terlebih lagi, polusi yang tercipta berdampak pada burung-burung migran. | |||
| |||
Welas asih sangatlah penting. Kita tak dapat melenyapkan nafsu keinginan karena ada ketamakan dalam hati. Karenanya, kita harus giat melatih diri. Beberapa hari lalu saya mengulas tentang tingkat kedua, ketiga, dan keempat dari 10 Tingkatan Bodhisatwa. Kemarin, saya mengulas tentang tingkat kebijaksanaan. Tingkat kebijaksanaan berbicara mengenai sikap yang giat dan penuh semangat. Dalam melatih diri, kita harus penuh semangat. Dengan demikian, kebijaksanaan kita akan bersinar terang sehingga segala sesuatu yang tak murni akan lenyap. Hal ini seperti seberkas sinar terang yang memurnikan sesuatu yang keruh. Inilah kekuatan kebijaksanaan yang dapat melenyapkan pikiran menyimpang. Bila pikiran kita tak menyimpang, maka kita tak akan menciptakan karma buruk. Jika kita senantiasa giat melatih diri, maka hati dan pikiran kita akan tenang. Tingkat selanjutnya adalah tingkat menghadapi kesulitan yang berbicara mengenai samadhi. Pikiran yang tak terpengaruh oleh dunia luar disebut samadhi. Para Bodhisatwa sekalian, meski dunia luar terus memengaruhi kita, namun asalkan kita tetap waspada, kita tak akan terpengaruh. Keteguhan hati kita akan membuat kita tak mudah terpengaruh. Bukankah komputer memiliki anti virus? Begitu juga dengan hati kita. Dengan bervegetarian, kita memiliki “anti virus” dalam diri kita. Dengan menjalankan pola hidup ini, hati dan pikiran kita akan senantiasa murni. Para Bodhisatwa sekalian, bumi ini telah terluka dan 4 unsur alam tak lagi selaras. Kita harus segera sadar agar dunia dapat diselamatkan. Diterjemahkan oleh: Lena | |||
Artikel Terkait
Senangnya Belajar Angklung
28 Agustus 2017Bertepatan dengan Hari Kartini, Relawan Tzu Chi di Jakarta Pusat Gelar Baksos Kesehatan Gigi
25 April 2024Bertepatan dengan Hari Kartini, komunitas relawan Tzu Chi di He Qi Pusat berkolaborasi dengan Tzu Chi International Medical Association (TIMA) Indonesia mengadakan bakti sosial kesehatan gigi. Bakti sosial ini digelar di Depo Pelestarian Lingkungan Tzu Chi, Pangeran Jayakarta.