Suara Kasih : Antisipasi Badai Topan

Jurnalis : Da Ai News, Fotografer : Da Ai News
 

Judul Asli:

Melakukan Antisipasi Badai Topan
     

Beberapa hari ini kita semua diliputi kekhawatiran. Kita melihat insan Tzu Chi di wilayah utara Taiwan telah membentuk sebuah pusat koordinasi bantuan bencana untuk mengantisipasi bencana angin topan. Saya sungguh bersyukur karenanya. Saya yakin tak hanya di Taipei, namun insan Tzu Chi di berbagai wilayah Taiwan juga telah bergerak untuk melakukan antisipasi. Semoga tiada bencana yang terjadi.

 

Sungguh, kita harus senantiasa meningkatkan kewaspadaan dan bersyukur. Karena kondisi geografis Taiwan yang sedemikian rupa, jika tiada topan yang disertai sedikit hujan, Taiwan akan mengalami kekeringan. Jadi, badai topan berkekuatan ringan yang membawa sedikit curah hujan merupakan berkah untuk kita. Jika kekuatan topan terlalu besar, kita harus meningkatkan kewaspadaan. Curah hujan yang tak terlalu banyak akan membawa jumlah air yang secukupnya dan kita harus bersyukur atas hal ini.

Buddha mengajarkan kita bahwa “Kehidupan di dunia tidaklah kekal dan bumi sangat rentan.” Dunia berkaitan dan berbicara tentang waktu yang terus berjalan. Hal ini dapat kita rasakan setiap hari. Setiap detik yang telah berlalu akan menjadi sejarah, dan waktu terus berjalan tanpa henti. Sedangkan dari segi ruang, di dalam Sutra tentang ketidakkekalan terdapat bagian yang berbunyi, “Gunung tinggi pun akan mengalami kerusakan pada akhir kalpa.” Gunung tinggi yang dimaksud dalam literatur Buddhis disebut Gunung Sumeru yang terdapat di Pegunungan Himalaya.

Ketika tiba waktunya, Gunung Sumeru pun akan mengalami kerusakan. Selain gunung yang tinggi, Buddha juga mengatakan bahwa suatu saat nanti laut yang dalam pun akan mengalami kekeringan. Pemompaan sumber air yang terus-menerus juga mengakibatkan tanah mengalami penurunan, dan saluran mata air pun menjadi rusak. Air jernih yang sangat kita butuhkan akan habis secara perlahan. Inilah ketidakkekalan.

Kadang kala, ketidakkekalan dalam hidup dapat terjadi karena perubahan dalam sekejap akibat bencana alam maupun bencana akibat ulah manusia. Kehidupan manusia yang singkat ini sungguh penuh penderitaan. Sungguh, hukum ketidakkekalan berlaku bagi segala sesuatu di dunia ini. Meski dalam jangka waktu yang sangat panjang, namun bumi, matahari, dan bulan pun akan mengalami kehancuran. Inilah kalpa kerusakan. Ketika hancur, maka disebut kalpa kehancuran. Proses ini dimulai dari fase pembentukan, keberlangsungan, kerusakan, dan kehancuran. Sebelum tiba di zaman kehancuran, segala sesuatu akan terus mengalami kerusakan hingga menjadi hancur. Bahkan bumi, matahari, dan bulan pun akan mengalami kehancuran.

 

Apa yang harus kita lakukan untuk menghadapi ketidakkekalan ini? Satu-satunya cara adalah kembali pada hakikat kita yang murni. Manusia dan Buddha memiliki hakikat yang murni dan bersifat kekal. Kita harus senantiasa menjaga benih Kebuddhaan yang ada dalam diri kita. Kita juga harus kembali pada hakikat yang baik, menghormati langit, menyayangi bumi, dan menghimpun berkah bagi dunia.

Sejak 4 tahun lalu, kita terus mengimbau agar orang-orang dapat menghormati langit dan menyayangi bumi. Kita tak hanya melakukannya selama setahun saja. Tidak, kita harus terus memberi tahu semua orang di dunia ini bahwa menghormati langit dan menyayangi bumi adalah kewajiban setiap orang, dan hal ini harus dilakukan tanpa henti. Ini adalah salah satu cara mendidik dan membimbing semua orang agar meningkatkan rasa hormat terhadap alam. Jadi, kita harus menghormati langit, menyayangi bumi, dan menjalin jodoh baik dengan semua orang.

Setiap orang memiliki kebebasan untuk memilih keyakinan yang akan dianut. Namun, keyakinan tersebut haruslah benar dan tidak menyimpang. Kita boleh yakin dengan agama kita, namun janganlah menganggap diri paling benar. Jika bersikap demikian, maka kita akan diliputi kemelekatan. Selain akan terjadi konfik dengan agama lain, juga akan timbul perselisihan dengan sesama penganut agama yang sama. Kita harus melenyapkan kefanatikan ini. Setiap agama hendaknya lebih mengingatkan umatnya agar tak berbuat jahat dan senantiasa berbuat baik.

Bukankah demikian? Karena itu, kita tak boleh fanatik dengan agama kita. Insan Tzu Chi mengembangkan kebijaksanaan lewat sumbangsih di tengah masyarakat karena setiap orang adalah Sutra hidup. Kita dapat belajar banyak hal dari interaksi antar sesama. Jadi, kita semua harus ingat akan ketidakkekalan di dunia ini dan memanfaatkan masa sekarang sebaik mungkin serta menyerap Dharma ke dalam hati, dan mempraktikkannya dalam keseharian.

Saya sering berkata bahwa “Demi ajaran Buddha, demi semua makhluk” adalah pekerjaan yang tak selesai saya kerjakan. Sejak menjadi murid Master Yin Shun, saya mendedikasikan diri demi ajaran Buddha dan demi semua makhluk. Menjadikan hati Buddha sebagai hati sendiri dan tekad guru sebagai tekad sendiri. Ini adalah jalan hidup yang benar. Sungguh banyak hal tak habis dikerjakan dan Dharma yang tak habis dipelajari.

 

 

Intinya, kita harus menyadari ketidakkekalan dan lebih bersemangat. Ketika kita membangkitkan sebuah niat yang paling tulus untuk menghormati langit, menyayangi bumi, dan menghimpun berkah, maka secara alami berkah akan menjadi pelindung kita dan mengubah bencana besar  menjadi masalah kecil. Singkat kata, kita sungguh harus berhati tulus.

 

Kita dapat melihat badai topan tingkat 4 yang melanda Amerika Tengah. Semua orang sangat berhati-hati dan ketakutan. Kita harus berdoa dengan tulus bagi mereka. Semoga bencana ini segera berlalu. Kita juga melihat Pakistan yang telah dilanda banjir selama sebulan lebih. Kini hujan telah mereda secara perlahan.  Para warga ingin segera kembali ke rumah mereka masing-masing. Namun, air belum surut sepenuhnya. Beberapa orang nekat menyeberangi genangan air dan terluka karena digigit ular. Lagi pula, bangkai hewan yang terdapat di mana-mana menyebabkan warga kekurangan air bersih. Bagaimana mereka dapat melangsungkan hidup? Saya sungguh tidak sampai hati melihatnya.

Melihat banyaknya bencana yang terjadi, saya berharap semua orang  dapat menyelaraskan hati dan berdoa dengan tulus agar empat unsur alam dapat berjalan selaras. Kita semua harus meminta ampun kepada alam. Sungguh, janganlah berpikir bahwa kekuatan manusia lebih besar dibanding kekuatan alam. Kekuatan manusia sangatlah kecil. Karena itu, kita semua harus segera sadar dan memiliki niat untuk bertobat. Dengan demikian, barulah kita dapat meredam energi karma buruk dan memperkuat energi karma baik. Singkat kata, segala sesuatu harus dimulai dari hati. Kita harus menyadari ketidakkekalan di dunia ini.

Mengantisipasi datangnya badai topan
Kembali pada sifat hakiki murni dan saling menciptakan berkah
Memperkuat energi karma baik demi mengurangi terjadinya bencana
Memiliki keyakinan yang benar serta senantiasa menghormati langit dan bumi

Diterjemahkan oleh: Lena

 

Artikel Terkait

Membangun Komitmen

Membangun Komitmen

19 Maret 2015

Pada tanggal 14-15 Maret 2015, Yayasan Buddha Tzu Chi mengadakan pelatihan bagi relawan komite dan calon komite. Sebanyak 128 peserta yang terdiri dari relawan Tzu Chi Jakarta, Medan, Pekanbaru, Batam, Tanjung Balai Karimun, Singkawang, Makassar, dan Biak, ikut dalam kegiatan ini.

Waisak 2024: Doa Bersama Waisak di Medan

Waisak 2024: Doa Bersama Waisak di Medan

29 Mei 2024

Relawan Tzu Chi Medan mengadakan  Perayaan Tiga Hari Besar (Hari Waisak, Hari Ibu International, dan Hari Tzu Chi Sedunia) di Gedung Tiara Convention Center Medan.

Bersama Mendalami Dharma

Bersama Mendalami Dharma

24 April 2014

Kita semua memiliki jalinan jodoh yang sedemikian besarnya sehingga bisa bergabung dalam Tzu Chi dan memiliki kesempatan untuk mendengarkan Dharma.

Mendedikasikan jiwa, waktu, tenaga, dan kebijaksanaan semuanya disebut berdana.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -