Suara Kasih: Bersyukur dan Menciptakan Berkah

Jurnalis : Da Ai News, Fotografer : Da Ai News
 

Judul Asli:

Berpuas Diri, Menciptakan Berkah, dan Membawa Manfaat bagi Orang Lain

Kemiskinan membawa kebencian dan menciptakan jalinan jodoh buruk.
Menjalankan ikrar agung dengan welas asih dan kebijaksanaan.
Berdana dan membantu semua makhluk dengan pandangan kesetaraan
.

Kemiskinan Membawa Penderitaan
Mendengar gempa yang kerap terjadi belakangan ini, semua orang merasa ketakutan. Janganlah mengira bahwa setiap hari saya hanya memberitakan bencana. Saya terus membahas hal ini karena kita tinggal di bumi ini. Jika bumi ini tidak aman, bagaimana manusia dapat hidup tenteram? Karenanya, kita semua harus senantiasa meningkatkan kewaspadaan.

Saya sering mengatakan bahwa kita harus memetik hikmah di balik bencana. Dalam mengajar para siswa-Nya, Buddha juga senantiasa mengingatkan agar semua meningkatkan kesadaran. Kesadaran ke-6 dalam Sutra Delapan Kesadaran Agung adalah, “Kemiskinan membawa kebencian yang menciptakan jalinan karma negatif.” Kemiskinan membawa penderitaan. Kemisikinan ini meliputi kemiskinan batin dan kemiskinan materi.

 

Di dunia ini banyak orang mengalami kemiskinan materi. Namun, kemiskinan batin yang tak terlihat, dialami lebih banyak orang. Kita melihat begitu banyak orang berkecukupan, namun mengalami kemiskinan batin— terus mencari lebih dan tak kenal rasa puas. Kehidupannya tersesat dan hanyut dalam lingkaran materi.

Mereka hanya mencari dan menghitung berapa banyak “nol” dalam jumlah harta mereka. Namun, berapa banyak “nol” yang mereka cari hingga mereka merasa puas? Inilah kehidupan yang tersesat. Mereka tak tahu bahwa semakin banyak “nol” yang dimiliki, semakin risau pula batin mereka. Jadi, kemiskinan (batin) membawa kebencian, karena ketika memperoleh lebih banyak materi, batin semakin terasa kosong. Ini merupakan penderitaan. Saya pernah mengatakan bahwa orang berada seringkali tidak disukai karena meski berlebih dalam hal materi, mereka tak bersedia berdana.

Jadi, orang berada seperti itu juga menderita karena mereka menjalin jodoh buruk dengan banyak orang. Orang lain tak punya kesan baik terhadapnya. Inilah yang disebut menciptakan jalinan karma buruk. Bodhisatwa berdana tanpa membedakan kerabat maupun musuh dan Bodhisatwa berdana dengan welas asihnya. Dana para Bodhisatwa meliputi dana materi, dana Dharma, dan dana tenaga atau waktu.

Bodhisatwa akan memandang materi sebagai alat. Alat untuk apa? Alat untuk membantu orang lain dan alat untuk menjalin jodoh baik. Mereka yang memiliki materi mengerti cara menggunakannya, yakni sebagai alat untuk berdana. Mereka dapat melepaskan makhluk lain dari penderitaan. Jadi, dalam berdana, Bodhisatwa memandang setara terhadap semua makhluk. Mereka tidak semata-mata menyimpan hartanya bagi anak cucunya.

 

Bodhisatwa tidaklah demikian. Ia memandang semua makhluk di dunia sebagai keluarga yang dikasihinya dan tidak membeda-bedakan. Hanya ketika semua makhluk aman dan damai, barulah Bodhisatwa merasa tenang. Hanya ketika setiap orang bahagia, barulah ia merasakan kebahagiaan Dharma. Inilah Bodhisatwa, yang berdana dengan pandangan kesetaraan tanpa membedakan kerabat maupun musuh.

Dokter yang Budiman
Di Amerika Serikat ada seorang dokter yang bernama dr. Huang. Tahun ini beliau berusia lebih dari 70 tahun. Beliau adalah dokter ahli pengobatan Tiongkok, tidak menikah, dan berasal dari Guangdong. Beberapa puluh tahun lalu, ia pindah dan menetap di Amerika Serikat bersama kakaknya. Ia pun membuka praktik di sana.

Tak lama setelah Tzu Chi mendirikan TIMA di Amerika Serikat, beliau turut bergabung. Beliau juga ikut serta dalam bantuan internasional dan baksos pengobatan. Di tahun 2002, beliau tiba-tiba terserang stroke. Insan Tzu Chi pun mulai merawat dan sering membawanya ke klinik Tzu Chi untuk menjalani fisioterapi. Karena hidup sendiri, beliau sangat berterima kasih atas perhatian para saudara se-Dharma. Beliau pun masih sangat perhatian terhadap para pasien di klinik Tzu Chi. Suatu hari, ditemani dengan kakaknya, ia datang ke klinik pengobatan Tzu Chi dan menyumbangkan $ US 120.000. Suatu jumlah yang sangat besar.

 

Beliau berdana dengan ikhlas. Kita sudah seharusnya berdana. Manusia memang harus saling membantu. Jika tidak, maka tidak manusiawi. Yang terpenting bagi manusia adalah kesehatan. Apa gunanya uang jika tak dapat digunakan? Memiliki kemampuan membantu orang lain adalah berkah utama.

Pada saat terjadi bencana topan Morakot tahun lalu (2009), beliau juga mendanakan 270.000 dllar AS. Jumlah ini sangat besar. Bahkan ketika Haiti diguncang gempa, beliau kembali membuka selembar cek. Dalam cek itu tertulis banyak angka nol. Relawan kita pun terkejut melihatnya dan bertanya apakah beliau salah menulis. Relawan pun meminta beliau memeriksanya kembali.

Keesokan harinya, relawan Tzu Chi yang juga seorang dokter, dr. Chen mengunjungi dr. Huang dan mencari tahu sesungguhnya berapa banyak tabungannya. Ketika dilihat,  jumlahnya adalah 100.001 dollar AS. Dokter Chen menyarankan agar beliau tidak menyumbang begitu banyak, karena dengan menyumbangkan 100.000 dollar AS, berarti hanya akan tersisa US $ 1. Dokter Chen bertanya, “Apa Anda salah tulis?” Beliau menjawab, “Tidak. Jangan khawatir, uang saya bukan tinggal 1 dollar. Saya masih punya sisa uang.”

 

Beliau mengatakan bahwa ia masih punya sisa uang, karena beliau sudah berusia 73 tahun, pemerintah memberinya dana pensiun sebesar 1.000 dollar setiap bulan. Karenanya, ia mengatakan ia masih punya uang. Meski dalam tabungannya hanya tersisa 1 dollar, beliau percaya pada kebijakan pemerintah. Lagi pula, insan Tzu Chi sering mengunjunginya sehingga ia tak merasa khawatir.

Dokter Huang tak merasa takut sedikit pun. Inilah insan Tzu Chi yang selalu memerhatikan saudara se-Dharma dan saling mendukung. Inilah cinta kasih yang sama terhadap semua orang. Insan Tzu Chi yang membantu di Haiti juga melakukan hal yang sama, yakni mengasihi semua orang dengan setara. Mereka sungguh-sungguh berwelas asih dan memberi bantuan materi bagi yang membutuhkan dengan membagikan barang bantuan dan makanan bagi warga yang membutuhkan program pemulihan. Inilah dana berupa materi. Meski berbeda keyakinan, bahasa, warna kulit, dan kebangsaan, insan Tzu Chi tetap memberi kebahagiaan.

Inilah dana berupa dukungan dan ketenteraman yang membuat warga dapat menerima Tzu Chi  dengan tenang. Apakah hanya sampai di sana? Tidak. Insan Tzu Chi juga berdana Dharma. Mereka berbagi kisah celengan bambu untuk membangkitkan cinta kasih semua orang. Meski tak banyak yang mereka danakan, dana yang terhimpun juga mencapai lebih dari $ 140 NT (sekitar Rp 40.000).

Insan Tzu Chi berharap warga tahu bahwa bantuan yang mereka terima  bukanlah dari satu orang, melainkan dari tetes demi tetes cinta kasih banyak orang di dunia. Kita berharap mereka dapat menghargai “tetesan” cinta kasih ini. Jadi, umat manusia hendaknya hidup berdampingan dengan alam, terlebih lagi dengan sesama. Akhir kata, kita harus senantiasa bersumbangsih dengan cinta kasih dan kesungguhan hati. (Diterjemahkan oleh Henry, Foto: Dokumentasi Tzu Chi Taiwan)

 

Artikel Terkait

Donor Darah Di tengah Banjir

Donor Darah Di tengah Banjir

29 Januari 2014 Walaupun jumlah pendonor lebih sedikit dibanding kegiatan donor darah  sebelumnya karena kondisi banjir, tetapi peserta merasa bersyukur donor darah dapat dilakukan dan telah bersumbangsih untuk membantu orang lain yang membutuhkan.
Belajar Menata Berkesinambungan

Belajar Menata Berkesinambungan

11 November 2016
Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng, Jakarta Barat ini diresmikan pada 25 Agustus 2003 yang menampung warga yang terkena normalisasi Kali Angke oleh Pemda DKI Jakarta pada tahun 2002. Setelah 13 tahun lebih, banyak kemajuan dan perubahan hidup warganya, khususnya dalam bidang pendidikan.
Walaupun Dana Kecil Amal Tetap Besar

Walaupun Dana Kecil Amal Tetap Besar

28 Desember 2016

Semangat relawan Tanjungbatu Kundur dalam mengumpulkan koin cinta kasih di sepanjang pertokoan di jalan Jendral Sudirman, Jalan Merdeka, dan jalan RA. Kartini. Kegiatan yang ikuti sebanyak 20 relawan ini diadakan pada tanggal 18 Desember 2016.

Lebih mudah sadar dari kesalahan yang besar; sangat sulit menghilangkan kebiasaan kecil yang buruk.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -