Suara Kasih : Bertobat Saat Bencana

Jurnalis : Da Ai News, Fotografer : Da Ai News
 

Judul Asli:

Bertobat Setelah Melihat
Bencana yang Terjadi
 

Menyerap Dharma ke dalam hati agar dapat merenungkan
prinsip kebenaran
Menyadari adanya fase timbul, berlangsung, berubah, dan lenyap
Ketidakselarasan empat unsur alam mendatangkan bencana bagi dunia
Menyalurkan bantuan dengan penuh cinta kasih dan welas asih

Kini kita sungguh harus segera sadar dan mengambil hikmah dari bencana yang terjadi. Sejak awal tahun 2011 hingga kini, dalam kurun waktu kurang dari 2 bulan, telah terjadi 14 kali gempa yang berkekuatan 6 SR lebih di beberapa daerah sekitar Lingkaran Api Pasifik. Inilah akibat ketidakselarasan 4 unsur alam.

Sungguh, saat ketidakkekalan melanda, kita harus segera bertobat. Belakangan ini saya sering berkata bahwa tiada waktu lagi. Satu-satunya cara untuk menyelamatkan bumi adalah berdoa dengan penuh ketulusan agar para Buddha, Bodhisatwa, dan para Dewa Pelindung Dharma dapat mendengar doa dari semua orang di dunia yang penuh ketulusan ini. Untuk menunjukkan ketulusan, kita harus menjalani pola hidup vegetarian. Dengan demikian, barulah kita dapat menunjukkan pertobatan kita.

Jika salah satu dari 4 unsur alam tidak berjalan selaras, maka akan terjadi bencana. Bumi tempat kita tinggal hanya satu. Meski terdapat banyak negara, namun kita berpijak di atas bumi yang sama. Begitu juga dengan udara. Kita hidup di kolong langit yang sama dan menghirup udara yang sama. Mengapa manusia tidak menyadari hal ini dan bekerja sama untuk melindungi bumi?

Mengapa kita tidak berusaha melindungi udara agar tetap bersih? Mengapa antarmanusia tidak dapat saling mengasihi? Setiap orang memiliki hakikat murni seperti Buddha, namun sebersit niat yang menyimpang membuat kita tersesat sangat jauh dan menjadi makhluk awam.

Bagaimanapun, asalkan kita bersedia untuk segera kembali ke jalan yang benar, maka tak peduli sejauh apa pun, kita tetap dapat kembali. Buddha tidak akan berkata, "Kau sudah tidak tertolong lagi. Kau sudah jauh terpuruk, jadi tak mungkin lagi mencapai kebuddhaan." Buddha tidak akan berkata demikian. Asalkan kita bersedia untuk bertobat, mengintrospeksi diri, dan berikrar luhur, maka kita masih memiliki kesempatan.

Karma buruk yang pernah kita ciptakan akan lenyap secara perlahan. Benih apa yang kita tabur, buah itulah yang akan kita tuai. Intinya, kita harus segera kembali ke jalan yang benar. Jika pernah melakukan kesalahan, kita harus segera bertobat agar kegelapan batin kita dapat lenyap. Untuk menapaki jalan Bodhisatwa, kita harus memiliki hati yang murni. Kita harus menjaga hati agar senantiasa murni bagaikan air jernih dari mata air.

Meski air jernih terlihat sangat biasa dan tidak beraroma, ia adalah satu-satunya yang dapat membersihkan kotoran dan merupakan sumber kehidupan manusia. Jadi, hati Bodhisatwa sangatlah murni, jernih, dan polos. Namun, ia bagaikan aliran jernih yang dapat menyelamatkan hati semua orang. Ia dapat menyucikan batin dari kegelapan dan menginspirasi orang lain agar mengubah tabiat buruk mereka. Inilah hati Bodhisatwa.

Sesungguhnya, asalkan kita bersedia, menapaki Jalan Bodhisatwa tidaklah sulit. Yang perlu kita lakukan adalah mengasihi diri sendiri dan memberi manfaat bagi orang lain. Inilah yang harus kita praktikkan. dalam keseharian. Inilah ajaran Buddha. Buddha memiliki pemahaman yang mendalam tentang segala kondisi alam dan prinsip kehidupan manusia. Karena itu, kita harus menyelami Dharma agar dapat menumbuhkan kebijaksanaan untuk merenungkan segala ajaran Buddha. Bila tidak, bagaimana kita dapat merenungkan dan memahami prinsip kebenaran? Yang terpenting adalah kita harus menyerap Dharma ke dalam hati, maka secara alami, pemahaman kita akan semakin dekat dengan Buddha sehingga kita dapat menyadari bahwa prinsip kebenaran dari segala sesuatu terdapat di sekeliling kita. 

Segala sesuatu di dunia mengalami empat fase umum. Pikiran kita juga mengalami fase timbul, berlangsung, berubah, dan lenyap. Karena itu, kita harus menjaga hati agar tidak berjalan menyimpang. Saat timbul sebersit niat baik, kita harus memanfaatkannya untuk bersumbangsih bagi orang lain. Meski waktu terus berlalu, namun niat baik dalam hati kita harus terus dipertahankan agar tidak lenyap.


Kita harus menyadari bahwa segala niat yang timbul dari hati kita akan menjadi bencana atau berkah serta berdampak pada setiap orang di dunia. Jadi, kita harus lebih banyak menciptakan berkah. Kini kita berada dalam Era Kemunduran Dharma di mana prinsip kebenaran dalam diri manusia semakin terkikis. Bencana juga terjadi silih berganti dan semakin dahsyat. Contohnya, gempa bumi di Selandia Baru. Gempa kali ini adalah gempa terdahsyat selama kurun waktu 80 tahun ini. Kita dapat melihat sebuah gedung stasiun televisi yang runtuh.

Di tengah reruntuhan sudah tidak terdapat tanda-tanda kehidupan. Tragedi ini sungguh memprihatinkan. Berapa banyak korban jiwa akibat gempa ini? Melihat rumah warga yang hancur akibat gempa bumi, saya sungguh tak sampai hati. Kita sungguh harus bertobat dan membangkitkan welas asih yang besar. Insan Tzu Chi di Selandia Baru telah bergerak untuk menyalurkan bantuan. Saya berkata bahwa dengan membangkitkan welas asih, kita dapat menjalin jodoh yang baik.

Insan Tzu Chi di Australia telah menyalurkan bantuan di Brisbane selama lebih dari sebulan bagi korban banjir. Saya sungguh berterima kasih kepada perusahaan penerbangan China Airlines dan Eva Air yang telah membantu Tzu Chi mengirimkan 20.000 helai selimut ke Australia. Jumlah selimut yang masih tersisa lebih dari 10.000 helai, karena itu kita akan mengirimkannya ke Selandia Baru.

Saya juga berterima kasih kepada manajer dari perusahaan penerbangan Qantas, Australia. Saat bertemu dengan insan Tzu Chi, ia berkata, "Saya dapat membantu. Saya adalah salah satu korban banjir yang telah dibantu oleh Tzu Chi. Karena itu, saya bersedia membantu." Ia berjanji untuk membantu kita mengirimkan barang bantuan seberat 500 hingga 1.000 kilogram dari Brisbane ke Christchurch setiap hari.

Lihatlah, ini semua karena kita telah menjalin jodoh baik dengan semua orang. Saya sering berkata kepada kalian bahwa kita harus senantiasa mengintrospeksi diri dan bertobat. Kita harus senantisa bersumbangsih dengan penuh welas asih agar dapat menjalin jodoh baik dengan semua orang. Para Bodhisatwa sekalian, kita harus lebih giat menabur benih baik. Baiklah, singkat kata kita harus senantiasa meningkatkan kewaspadaan, menjaga niat baik, dan menyucikan batin. Diterjemahkan oleh: Lena

 
 

Artikel Terkait

Kehangatan Keluarga Besar Tzu Chi

Kehangatan Keluarga Besar Tzu Chi

05 September 2019

Kehangatan sebuah keluarga sudah dirasakan ketika 29 insan Tzu Chi komunitas He Qi Timur menyambut 10 insan Tzu Chi asal Taiwan. Sejak turun dari pesawat hingga tiba di Kantor Sekretariat He Qi Timur, Mall of Indonesia (MOI) lantai P3, Minggu, 25 Agustus 2019.

Pelatihan 4 in 1: Setia Hati Mengemban Ajaran Jing Si

Pelatihan 4 in 1: Setia Hati Mengemban Ajaran Jing Si

01 Juni 2016

Pada tanggal 28-29 Mei 2016, diadakan kamp pelatihan relawan 4 in 1 di Aula Jing Si, Tzu Chi Center, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Kegiatan yang berlangsung selama 2 hari ini diikuti oleh 710 relawan yang berasal dari Jakarta, kantor perwakilan dan kantor penghubung Tzu Chi di seluruh Indonesia.

Menanamkan Semangat Berbagi Melalui Celengan Bambu

Menanamkan Semangat Berbagi Melalui Celengan Bambu

16 Januari 2014 Dalam penjelasan misi amal melalui celengan bambu ini, para siswa tidak hanya diajak untuk bersumbangsih dana kecil namun juga diajak untuk ikut menjadi relawan informasi bagi Tzu Chi.
Keindahan kelompok bergantung pada pembinaan diri setiap individunya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -