Suara Kasih : Cahaya Harapan di Haiti
Jurnalis : Da Ai News, Fotografer : Da Ai News Judul Asli: Cahaya Harapan di Haiti Umat dari berbagai keyakinan mengikuti upacara pemandian rupang Buddha. | |||
“Saya ingin mendonasikan pensil, penghapus, dan kotak pensil saya untuk anak-anak di Haiti, karena saya ingin mereka belajar dengan giat. Karena mereka tertimpa gempa, maka kami menyalurkan bantuan untuk mereka,” tutur beberapa insan Tzu Chi. Berbeda dengan sebelumnya, kali ini insan Tzu Chi menyalurkan bantuan untuk anak-anak. Hal ini baik sekali, karena insan Tzu Chi menolong banyak warga di Haiti. Haiti diguncang gempa dahsyat lebih dari 4 bulan yang lalu. Insan Tzu Chi telah melewati waktu lebih dari dua bulan di Haiti untuk menjalankan program bantuan darurat. Kemudian, program bantuan darurat pun berakhir. Kali ini insan Tzu Chi kembali ke Haiti dan melihat kondisinya masih sama seperti sebelumnya. Tak banyak perubahan yang terjadi. Yang berubah hanyalah kebijakan pemerintah. Meski barang bantuan telah tiba di Dominika, namun tetap tak dapat dibawa ke Haiti. Beruntung, masih ada alat-alat tulis yang dapat dibagikan. Karena itu, para relawan mulai menyiapkan alat-alat tulis, dan membagikannya ke sekolah-sekolah. Dalam empat hari, para relawan membagikan alat-alat tulis ke beberapa sekolah. Anak-anak tersebut sungguh beruntung. Sebanyak 2.000 hingga 3.000 anak dapat menerima alat-alat tulis dan mainan yang sangat mereka sukai. Meski insan Tzu Chi membagikannya kepada anak-anak, namun mereka tetap tak sembarangan. Mereka tetap membagikan dengan penuh hormat. Lihatlah, meski anak-anak sangat kecil, namun insan Tzu Chi tetap memberi hormat dengan teratur. Bahkan terhadap anak-anak yang lebih kecil, insan Tzu Chi berlutut untuk membagikan alat tulis. Inilah cara mendidik dengan menjadi teladan; menjadi teladan dalam menghargai semua orang dengan cinta kasih. | |||
| |||
Insan Tzu Chi menata gereja tersebut sesuai peraturan dan tata cara. Pada saat itu, Ia mengikuti upacara pemandian rupang Buddha dengan penuh ketulusan, sama seperti peserta lainnya. ”Saya mempunyai prinsip yang sama dengan Master, yakni berharap dunia penuh kedamaian. Karena itu, menjadi suatu kehormatan bagi saya dapat mengikuti upacara Waisak. Saya sungguh berterima kasih,” ucapnya. Saya sungguh tersentuh melihatnya. Ketika mendengar perkataannya, saya sungguh merasa bahwa jika ingin dunia penuh kedamaian, maka antar agama harus bersatu hati, harmonis, dan rukun, guna menciptakan kekuatan bajik. Semua agama mengajarkan kebaikan. Tak seharusnya terjadi perselisihan antar umat beragama. Kini kita dapat melihat cahaya harapan telah bersinar di Haiti. Kemarin, lewat konferensi video kita melihat seorang Bodhisattva muda yang bernama Fanting. Ia adalah relawan dokumentasi. Dalam beberapa bulan, ia berkali-kali mengunjungi Haiti maupun Cile untuk mengirim dokumentasi ke Taiwan. Kemarin ia menceritakan bahwa saat tiba di Cile, ia melihat warga Cile sangat tertib dan teratur saat menerima bantuan Tzu Chi. Meski telah tertimpa bencana, namun pada saat penyaluran bantuan mereka tetap berperilaku sopan dan penuh tata krama. Ia sungguh tersentuh melihatnya. Ia pun berpikir semoga kelak pada saat penyaluran bantuan warga Haiti dapat tertib seperti warga Cile tanpa perlu adanya pasukan perdamaian. Semoga orang-orang dapat berbaris rapi dan menerima barang bantuan dengan teratur. Inilah harapannya
| |||
| |||
“Jika kelak saya menjadi relawan Tzu Chi, saya akan menjadi relawan yang sangat aktif karena relawan Tzu Chi telah memberi banyak cinta kasih kepada kami warga Haiti. Dahulu saya hanya menolong warga sendiri dan para tetangga saja. Namun, kini saya menolong banyak orang karena Tzu Chi telah banyak mengubah kehidupan saya,” tutur salah satu warga Haiti. Mereka mengadakan kelas pelatihan untuk relawan lokal sebelum pendistribusian untuk saling mengingatkan dengan penuh cinta kasih. Mereka mengikuti kelas sesuai tugasnya. Insan Tzu Chi hanya memerhatikan dan mendampingi. Relawan lokal mengerjakannya sendiri dengan sangat baik. Mereka telah tumbuh dan penuh dengan semangat Tzu Chi. Masa depan Haiti bagaikan cahaya fajar yang tengah bersinar. Mereka berkata, “Saya sungguh tak percaya dapat menjadi relawan Tzu Chi. Saya akan bekerja seumur hidup untuk Tzu Chi. Kelak saya akan membantu warga Haiti, keluarga saya, teman-teman, dan semua orang. Saya merasa bahagia karena bagi saya menjadi relawan Tzu Chi sangatlah penting. Hari ini saya sangat gembira karena ini adalah tugas pertama saya sebagai relawan Tzu Chi.” Kondisi seperti itu sungguh membuat orang tersentuh. Terdapat juga para Bodhisattva pengemudi yang telah mengikuti pelatihan untuk menjadi anggota Tzu Cheng. Pertama-tama, mereka mengajak 30 ibu rumah tangga, kemudian membagikan 30 celengan bambu kepada mereka. Mereka mengungkapkan, ”Kini adalah saat pengembalian celengen bambu. Kalian datang dari jauh untuk membantu kami. Kami juga harus melakukan sesuatu untuk membantu negara kami.” Meski dalam kondisi kekurangan, mereka juga mengumpulkan dana sedikit demi sedikit berapa pun jumlahnya. Pada saat upacara pemandian rupang Buddha, insan Tzu Chi mengajarkan anak-anak untuk menghormati ibunya. Anak-anak memberikan bunga dan mengucapkan terima kasih kepada ibu mereka. Anak-anak tak pernah melakukan hal ini sebelumnya. Anak-anak ini sungguh menyiratkan harapan. Lihatlah hubungan ibu dan anak yang begitu dekat dan penuh kehangatan. Di Haiti, insan Tzu Chi menginspirasi warga lokal untuk memiliki rasa syukur kepada Buddha, orang tua, dan semua makhluk. Himpunan tetesan cinta kasih kini telah mewujudkan Haiti yang penuh harapan. Kita sungguh telah bersumbangsih tanpa pamrih dan dapat melihat hasil yang begitu mengagumkan. Inilah hal yang paling membahagiakan bagi kita. Diterjemahkan oleh: Erni & Hendry Chayadi / Foto: Da Ai TV Taiwan | |||
Artikel Terkait
Penyerahan Bantuan Kebutuhan Medis dan Seribu Paket Sembako kepada Pemprov Lampung
11 Juni 2020Tzu Chi Lampung kembali menyerahkan bantuan kebutuhan medis serta 1.000 paket sembako melalui Pemerintah Provinsi Lampung, Selasa 9 Juni 2020. Bantuan ini diterima langsung oleh Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi.