Suara Kasih: Demi ajaran Buddha

Jurnalis : Da Ai News, Fotografer : Da Ai News

Judul Asli:

 

Demi Ajaran Buddha dan Demi Semua Makhluk.

 

Membabarkan ajaran Buddha dengan wujud nyata
Melindungi Dharma dan memupuk pahala
Melatih diri dan mengembangkan kebijaksanaan
Menyelamatkan bumi dan semua makhluk

Selama lebih dari 40 tahun ini saya terus berharap agar setiap orang dapat memahami bahwa ajaran Buddha senantiasa ada di dunia ini. Setiap orang bisa menjadi Bodhisatwa dunia yang dapat membebaskan semua makhluk dari penderitaan. Mengapa harus ada wihara? Karena harus ada sarana yang membuat orang mengenal Buddhisme. Bila tak ada wihara, maka orang tak akan paham apa yang dimaksud dengan Buddhisme. Jadi, harus ada wihara.

Lebih dari 2.000 tahun yang lalu Buddha mencapai pencerahan. Namun, pada saat itu tak ada sesuatu pun yang dapat menggambarkan Buddhisme. Bagaimana dapat disebut agama Buddha? Kemudian Buddha membabarkan ajaran-Nya kepada 5 Petapa. Ajaran harus dibabarkan agar dapat terus diwariskan. Jadi, di Taman Rusa Isipatana itu lengkaplah Buddha, Dharma, dan Sangha yang disebut Tiga Permata

Untuk membuat kelima petapa ini paham akan kehidupan manusia dan hubungan manusia dengan dunia ini, Buddha membabarkan tentang  Empat Kebenaran Mulia. Usai membabarkan ajaran yang pertama, Buddha bertanya apakah mereka mengerti. Ternyata hanya satu dari mereka yang paham. Buddha pun mengulangi ajaran-Nya. Usai pembabaran yang kedua kali, dua orang dari mereka pun paham. Ada 2 petapa lagi yang belum memahaminya. Dengan penuh welas asih, Buddha mengajar untuk yang ketiga kalinya. Usai pembabaran ketiga, kedua petapa itu pun akhirnya paham. Bila orang dapat memahami Dharma, barulah bisa dibilang ajaran Buddha tersebut telah diwariskan.

Setelah memahami Dharma, kelima petapa ini pun bertekad untuk menjadi murid Buddha. Dengan demikian, terbentuklah Sangha. Adanya Tiga Permata, yaitu Buddha, Dharma, dan Sangha sungguh bukanlah hal yang mudah. Jadi, Buddha mulai membabarkan Dharma demi memberi manfaat bagi semua makhluk. Pada saat itu, kelima petapa tersebut tak memiliki tempat tinggal. Mereka tidur di bawah pohon dan hanya makan sekali dalam sehari. Mereka mendapat makanan dari pemberian orang. Di manakah mereka beristirahat? Di bawah pohon. Karena itulah, orang yang membangun tempat tinggal untuk para biksu atau biksuni memperoleh pahala yang tak terkira.

Para biksu dan biksuni tak memiliki tempat tinggal, jadi orang yang membangun rumah bagi mereka akan memperoleh pahala yang sangat besar. Rumah ini adalah tempat tinggal bagi para biksu atau biksuni. Rumah ini juga sebagai tempat berkumpul bagi orang-orang yang ingin mempelajari Dharma. Bila banyak orang mempraktikkan Dharma, maka ajaran Buddha akan makin tersebar.

Kini, lebih dari 2.000 tahun telah berlalu dari masa Buddha hidup. Pada masa itu, harus ada Buddha, Dharma, dan Sangha, barulah ajaran dapat diwariskan. Kebutuhan sehari-hari Sangha disediakan oleh orang-orang dan mereka mendapatkan pahala dari tindakan ini. Mereka juga berkesempatan untuk belajar Dharma langsung dari Buddha. Namun sekarang, kita tengah berada di era kemunduran Dharma dan memasuki kalpa kerusakan. Kita hampir tak ada waktu lagi, bagaimana caranya menyelaraskan hati manusia? Kita sungguh harus menyelami Dharma.

Lebih dari 40 tahun yang lalu, kita mulai menjalankan misi dengan dana dan tenaga yang sangat sedikit. Namun pada saat itu, semua orang bersatu hati  untuk mengatasi kesulitan. Kita bekerja sama untuk  mewujudkan sesuatu. Meski sangat sulit, kita berusaha menghimpun kekuatan dengan menginspirasi banyak orang. Inilah kesulitan kita pada saat itu. Kita terus menginspirasi orang-orang agar memiliki tekad dan semangat yang sama.

Empat puluh tahun lebih telah berlalu. Kita semua bersatu hati dan bersumbangsih sesuai dengan talenta masing-masing tanpa pamrih. Setiap orang memanfaatkan keterampilannya untuk bersumbangsih dalam Tzu Chi. Setiap orang mendedikasikan diri dengan kelebihannya masing-masing. Tzu Chi telah memasuki tahun ke-45. Inilah saatnya kita  mendedikasikan bakat masing-masing dalam pementasan Syair Pertobatan Air Samadhi. Semua orang saling mendukung dan memberi semangat agar Dharma ini dapat dipentaskan dengan baik. Adaptasi Sutra ini bukanlah menunjukkan talenta individu, melainkan prinsip Buddhisme. Saya yakin hal ini belum pernah tercatat dalam sejarah. Begitu banyak orang yang bersatu hati dalam sebuah pementasan.

Hal ini sungguh inspiratif dan saya sangat bersyukur karenanya. Entah bagaimana saya harus  menyatakan rasa syukur ini. Saya berharap setiap relawan paham bahwa acara kali ini berbeda dengan  kegiatan-kegiatan Tzu Chi sebelumnya. Berbagai kegiatan Tzu Chi telah dilakukan selama 45 tahun ini. Saat saya berniat mendirikan Tzu Chi, banyak orang memberikan dukungan. Setiap perbuatan dan ucapan kalian adalah Dharma.

Sebagian orang meminta biksu atau biksuni melantunkan Sutra bagi mereka. Kita tidak demikian. Kita menyelami Dharma dan mempraktikkannya dalam kehidupan ini. Benih baik yang kita tanam pun akan kita tuai pada kehidupan mendatang. Melalui adaptasi Sutra ini, semua orang berhimpun dan mempertunjukkan keindahan Buddhisme yang unik.

Buddhisme sangat berbudaya humanis karena dapat menyatukan hati begitu banyak orang. Ini bukan hanya ucapan di mulut saja. Kalian sungguh menyatukan hati dan bergerak dengan teratur. Inilah keindahan Buddhisme. Semua orang sungguh harus menyelami Dharma dengan sepenuh hati.

Saya hanya meminta satu hal dari kalian, yakni mawas diri dan tulus hati. Dalam pementasan, yang terpenting bukanlah menguasai bahasa isyarat tangan, melainkan memahami makna syairnya. Jika tak dapat melantunkan syairnya, kita harus mendengar dengan sepenuh hati. Selama 108 hari ini, kita terus melatih diri. Dengan fisik dan batin yang murni, meski tak dapat melantunkan syairnya, kita dapat mendengar dengan hati yang tulus. Dengan hati yang murni, kita dapat menyerap Dharma ke dalam hati. Meski tak hafal dengan syairnya, dengan kondisi hati yang murni kita dapat mendengar dengan penuh sukacita dan turut berbahagia atas pahala orang lain. Adaptasi Sutra ini merupakan doa kita bagi dunia. Tak hanya berdoa bagi dunia, kita juga menyelami Dharma. Dengan demikian,  tak hanya batin kita saja yang menjadi damai, namun bumi dapat diselamatkan dan semua makhluk pun akan memperoleh manfaat Diterjemahkan oleh: Karlena Amelia.


Artikel Terkait

Membangun Sikap Positif dan Mengasah Keterampilan

Membangun Sikap Positif dan Mengasah Keterampilan

07 November 2018
Pada 3-4 November 2018 diadakan Kamp Budi Pekerti Tzu Shao Ban 2018 di Aula Jing Si, Tzu Chi Center, PIK, Jakarta Utara. Kegiatan dengan tema “Aku Datang - Aku Senyum - Aku Bahagia” ini diikuti oleh 104 peserta dari berbagai wilayah dan 117 relawan Tzu Chi.
Genap Satu Tahun, Tzu Ching UNPRI Perkuad Tekad

Genap Satu Tahun, Tzu Ching UNPRI Perkuad Tekad

18 Mei 2016
Perkumpulan Mahasiswa Tzu Chi Universitas Prima Indonesia atau yang tergabung dalam Tzu Ching UNPRI merayakan ulang tahun yang pertama pada  Minggu, 10 April 2016.
Banjir Jakarta: Menjaga Kasih Tetap Bersemi

Banjir Jakarta: Menjaga Kasih Tetap Bersemi

29 Januari 2013 Lebih lanjut Poh Peng menerangkan kalau semua karyawan dan relawan yang tergabung di Tzu Chi bekerja dengan sepenuh hati demi menentramkan hati warga yang terkena musibah. Saat banjir pertama melanda rusun, dengan bantuan yang seadanya relawan pergi mengunjungi rumah-rumah warga yang terendam banjir untuk membagikan makanan.
Kita sendiri harus bersumbangsih terlebih dahulu, baru dapat menggerakkan orang lain untuk berperan serta.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -