Suara Kasih: Dharma dalam Tindakan

Jurnalis : Da Ai News, Fotografer : Da Ai News
.
 

Judul Asli:

 

Merenung dan Mempraktikkan Dharma dalam Tindakan

      

Bencana terjadi silih berganti di dunia
Merenung dan mempraktikkan Dharma dalam tindakan
Memberikan bantuan dana pendidikan dan membimbing batin anak-anak di Myanmar Menyadari berkah setelah melihat penderitaan serta belajar dengan giat

Di dunia ini, adakah hal yang abadi? Segala sesuatu tidaklah kekal dan bumi pun rentan. Dalam sekejap mata, kita dapat melihat banyak rumah yang rusak akibat badai tornado. Seluruh awan tertutup kabut hitam bagaikan asap yang keluar dari corong. Demikianlah kita melihat hakikat, ciri, substansi, dan kekuatan alam semesta. Semua ini adalah akibat dari karma yang diciptakan oleh manusia. Jadi, ciri, hakikat, substansi, dan kekuatan alam yang kita lihat ini semuanya adalah akibat dari karma yang kita ciptakan. Melihat kekuatan alam yang begitu besar, sungguh dalam kehidupan sehari-hari, kita harus lebih bersungguh hati dan mawas diri. Segala sesuatu terjadi karena ada penyebabnya.

Kita dapat melihat Myanmar. Pada Minggu kedua bulan April setiap tahunnya, warga Myanmar merayakan Festival Air. Sesungguhnya, Festival Air atau Thingyan ini berawal dari sebuah kisah di dalam kitab Buddha. Pada zaman dahulu, India dilanda bencana kekeringan yang sangat berkepanjangan dan sangat parah. Pada saat itu, ada seorang Buddha yang mengajak para murid-Nya membabarkan Dharma dan membimbing semua makhluk. Selama perjalanan beberapa hari itu, mereka melewati berbagai tempat yang dilanda bencana kekeringan. Berhubung berjalan di bawah teriknya matahari, tubuh mereka pun dibasahi peluh. Akibat bermandi peluh, saat angin bertiup, seluruh tubuh mereka penuh dengan debu, ditambah lagi dengan keringat.

Setelah menempuh perjalanan yang jauh, akhirnya mereka mendekati sebuah kerajaan kecil. Raja dari kerajaan tersebut mengetahui bahwa Buddha beserta para murid-Nya. akan segera masuk ke kerajaannya. Raja juga tahu bahwa Buddha dan para murid-Nya telah menempuh perjalanan yang sulit karena melintasi wilayah yang kering dan tubuh mereka telah penuh dengan debu. Karenanya, raja yang sangat menghormati Buddha, Dharma, dan Sangha itu segera mengimbau setiap orang di istana untuk menghemat air dan mempersembahkan air yang sudah dihemat itu kepada Buddha guna mencuci tangan serta menyeka wajah dan tubuh. Jadi, raja menyambut kedatangan Buddha dengan penuh hormat untuk masuk ke istananya.

Sebelum memberikan persembahan, raja menyediakan air kepada Buddha dan para anggota Sangha untuk mencuci tangan serta menyeka tubuh dan wajah. Pada saat itu, Buddha yang dipenuhi sukacita pun memberi ramalan bahwa sang raja kelak akan mencapai kebuddhaan. Buddha meminta raja untuk membangun tekad luhur. Jadi, sang raja pun membangun tekad luhur di hadapan Buddha. Raja bertekad akan membimbing semua makhluk di dunia ini dari kehidupan ke kehidupan.

 

Di dunia ini, segala sesuatu terjadi sesuai dengan hukum sebab akibat. Ini semua bermula dari hati manusia. Saat raja bertekad untuk membimbing semua makhluk di dunia, Buddha pun meramalkan raja tersebut kelak akan melatih diri dan menjadi Buddha yang bernama Buddha Sakyamuni. Kisah ini terus diwariskan dari generasi ke generasi di negara itu. Karenanya, setiap tahunnya, pada hari kelahiran Buddha, warga Myanmar selalu merayakan Festival Air.

Kita dapat melihat benih cinta kasih di Myanmar yang terus berkembang. Lihatlah relawan abu-abu yang sangat rapi. Mereka selalu pergi ke sekolah dan ke wilayah pedalaman  untuk mencurahkan perhatian. Kita juga memberikan bantuan dana pendidikan bagi siswa yang kekurangan. Lihatlah seorang anak bernama Aye Aye Aung. Dia baru duduk di bangku kelas 2 SD saat berusia 12 tahun. Kehidupan gadis kecil ini sungguh penuh kesulitan. Ibunya telah meninggal dunia. Dia memiliki seorang adik laki-laki dan dua adik sepupu.

Mereka semua bergantung hidup pada sang nenek dan sang ayah yang bekerja sebagai buruh. Sejak lebih dari tiga tahun yang lalu,  Aye Aye Aung sudah tidak bersekolah. Dia harus mengurus adiknya dan adik sepupunya. Saat ingin membakar obat nyamuk Suatu hari, untuk adiknya, karena tidak hati-hati, rumahnya pun terbakar. Adiknya meninggal akibat bencana kebakaran itu, sedangkan dia sendiri mengalami luka bakar yang parah di sekujur kaki dan tangannya. Pada saat itulah, dia dirawat di rumah sakit. Saat itu, kita telah memiliki beberapa insan Tzu Chi di Myanmar.

Setelah mengetahui kondisi anak tersebut, mereka pun berkunjung ke rumah sakit dan menemukan bahwa keluarga anak itu sangat kekurangan dan anak itu mengalami luka bakar yang serius. Karena itu, mereka mulai mencurahkan perhatian dan membimbing anak itu menjalani fisioterapi agar tangannya dapat kembali lincah. Insan Tzu Chi juga menyadari bahwa jika anak ini tidak bersekolah, entah bagaimana masa depannya kelak. Karena itu, mereka pun mendukungnya untuk kembali bersekolah. Saat berusia 9 tahun. Karenanya, anak itu baru duduk di bangku TK Meski sudah berusia 9 tahun, dia tidak merasa rendah diri. Dia sangat optimis.

Dia menganggap dan memerhatikan semua teman sekelas yang lebih kecil darinya bagai adiknya sendiri. Setelah lulus TK, dia pun melanjutkan ke tingkat SD. Tahun ini dia sudah berusia 12 tahun, namun baru duduk di kelas 2 SD. Dia selalu belajar dengan giat. Dia selalu masuk peringkat 10 besar di kelasnya. Hal ini sungguh tidak mudah. Dia tidak hanya giat belajar setelah pulang dari sekolah dia juga mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Dia adalah anak yang rajin. Dia telah menginspirasi teman sekolahnya dan anak-anak lainnya. Kami bersama dengan Aye Aye Aung pergi ke tempat yang jauh untuk mengumpulkan kayu bakar.

Saat tangan Aye Aye Aung terluka, dia sangat tabah dan tidak menangis. Jika saya adalah dia, saya pasti sudah menangis. Setiap pagi, Aye Aye Aung selalu menyiapkan sarapan untuk keluarganya, kemudian dia akan pergi ke sekolah pada siang harinya. Kehidupannya sangat sibuk. Saya harus banyak belajar darinya. Meski memikul tanggung jawab yang berat dan mengalami bencana seperti itu, dia tetap tidak pernah mengeluh. Dia tetap lincah dan optimis serta menganggap semua pekerjaan itu adalah tanggung jawabnya. Dia sungguh anak yang luar biasa. Mengapa sejak keci kehidupannya sudah penuh kesulitan? Kita tak bisa memilih ingin dilahirkan di mana. Benih yang kita tanam pada kehidupan lalu menentukan kehidupan kita pada masa sekarang. Akan tetapi, dia juga memiliki berkah sehingga bisa bertemu dengan insan Tzu Chi yang begitu menyayangi, mengasihi, serta mendukungnya untuk kembali bersekolah. Saya yakin suatu hari nanti,  anak ini akan membawa harapan bagi masyarakat.

Singkat kata, hukum sebab akibat sungguh luar biasa. Saat menghadapi bencana alam maupun melihat penderitaan orang lain, kita harus lebih bersungguh hati untuk mendengar dan merenungkannya dengan saksama. Hakikat, wujud, substansi, dan kekuatan alam, semuanya terbentuk dari karma yang kita ciptakan. Singkat kata, kita harus mendengar Dharma dengan sungguh-sungguh. Setelah mendengar Dharma, kita harus mempraktikkannya dalam keseharian. Semua Dharma yang kita dengar dan rasakan di lingkungan sekitar harus dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. dalam kehidupan sehari-hari. Inilah yang disebut mempraktikkan Dharma. Setelah mendengar Dharma, kita harus merenungkannya sebaik mungkin dalam kehidupan sehari-hari. Diterjemahkan oleh Laurencia Lou.

 
 

Artikel Terkait

Menjadi Guru yang Humanis

Menjadi Guru yang Humanis

23 Februari 2016
Kamis, 18 Februari 2016 lalu, kegiatan bedah buku diadakan usai kegiatan belajar mengajar di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng yang membahas tentang, “Pedoman Guru Humanis”.
Kebahagiaan dari Tangan yang Melestarikan Lingkungan

Kebahagiaan dari Tangan yang Melestarikan Lingkungan

05 Mei 2023

Relawan Tzu Chi komunitas He Qi Pusat (Hu Ai Jembatan Lima) juga mengadakan kegiatan pelestarian lingkungan di RPTRA Melati Duri Pulo, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat.

Perhatian Bagi Keluarga Korban Erupsi Gunung Marapi Asal Pekanbaru

Perhatian Bagi Keluarga Korban Erupsi Gunung Marapi Asal Pekanbaru

11 Desember 2023

Sebagai rasa empati dan dukungan, Tzu Chi Pekanbaru memberikan perhatian bagi empat keluarga korban erupsi Gunung Marapi yang berasal dari Pekanbaru.

Walau berada di pihak yang benar, hendaknya tetap bersikap ramah dan bisa memaafkan orang lain.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -