Suara Kasih : Hari Raya Cengbeng

Jurnalis : Da Ai News, Fotografer : Da Ai News
 

Judul Asli:

Mengenang Kebajikan Leluhur
pada Hari Raya Cengbeng
 

Berbakti adalah akar dari segala kebajikan
Senantiasa mengenang kebajikan leluhur
Berbakti dengan menciptakan berkah bagi masyarakat
Mewariskan kebijaksanaan dan kebajikan kepada anak cucu

Tanggal 5 April adalah Hari Cengbeng. Hari Cengbeng merupakan hari raya penting bagi warga Tionghoa. Saat masih kecil, saya sering melihat setiap keluarga membuat sejenis kue tradisional pada Hari Cengbeng. Saat berziarah, orang Taiwan selalu membawa kue itu ke makam leluhur untuk bersembahyang.

Sebelum itu, mereka akan membersihkan makam, lalu berkumpul bersama untuk bersembahyang dengan hati yang tulus. Saat itu akan banyak anak-anak dari keluarga kurang mampu datang mengelilingi kita. Selesai bersembahyang, kita akan membagikan kue-kue tadi kepada mereka. Beberapa anak dari keluarga kurang mampu akan membawa pulang kue itu untuk dimakan bersama keluarganya. Jadi, pada saat bersembahyang, kita juga memerhatikan orang kurang mampu. Inilah tradisi zaman duhulu.

Seiring perkembangan zaman, banyak tradisi yang tak dapat dipertahankan, namun makna yang terkandung dan nilai moral di dalamnya harus tetap kita pertahankan. Mengenang kebajikan leluhur sangatlah penting. Ini merupakan wujud bakti. Namun, cara orang zaman sekarang berziarah dan memberi persembahan bagi leluhur sungguh memprihatinkan. Mereka menghabiskan banyak uang untuk membeli perlengkapan sembahyang dan membawanya ke hadapan nisan untuk dipamerkan agar orang lain melihat mereka memberikan beragam persembahan kepada para leluhur. Kemudian, selesai bersembahyang, mereka akan membakar semua persembahan itu. Ini sungguh merupakan pandangan keliru dan penuh kegelapan batin. Mereka melakukan semua itu karena ingin memamerkan betapa berbaktinya mereka karena rela memberikan apapun bagi orang tua.

Sesungguhnya, bakti kepada orang tua harus segera kita tunjukkan sewaktu mereka masih hidup. Janganlah kita mengabaikan nasihat orang tua saat mereka masih hidup, lalu setelah mereka meninggal, baru kita membakar barang-barang hebat dari kertas untuk mereka. Mereka tak mungkin dapat menikmatinya. Yang harus kita lakukan adalah membuat mereka menjadi orang yang terberkahi selama masih hidup. Seperti apakah orang yang terberkahi?

Anak cucu yang berbakti akan membuat mereka jauh dari kerisauan. Saat mereka masih hidup, kita harus membuat mereka merasa anak cucu mereka sangat berbakti dan membuat mereka bangga sehingga tiada penyesalan di hati mereka. Inilah wujud bakti yang sesungguhnya. Jika orang tua telah tiada, maka kita harus mendedikasikan diri untuk bersumbangsih secara nyata, menggunakan tubuh pemberian orang tua ini untuk menciptakan berkah bagi masyarakat. Pahala yang kita ciptakan dapat dilimpahkan kepada orang tua. Inilah pelimpahan jasa yang sesungguhnya.

Kita sering melihat insan Tzu Chi mencurahkan perhatian bagi para lansia dengan membersihkan tempat tinggal mereka. Di dalam Sutra Bakti Seorang Anak, dikisahkan bahwa Buddha menghormat pada seonggok tulang untuk memberi teladan bagi kita. Kita harus memahami bahwa orang tua kita pada banyak kehidupan lampau jumlahnya tak terhingga. Jika begitu, maka jumlah orang tua kita pada berbagai kehidupan mendatang juga pasti tak terhingga.

Jadi, semua makhluk di dunia pernah menjadi orang tua kita di masa lampau atau mungkin akan menjadi orang tua kita kelak. Meski tidak kenal dengan mereka, kita harus menganggap orang yang berusia lanjut bagai orang tua kita sendiri selagi mereka masih hidup. Karena itu, insan Tzu Chi senantiasa memerhatikan para lansia yang membutuhkan dan membantu mereka membersihkan rumah. Namun, ini bukan berarti bahwa kita tidak perlu pergi membersihkan makam. Berziarah pada Hari Cengbeng mengandung makna yang dalam, yaitu mengenang kebajikan leluhur dan berintrospeksi diri.

Kita harus mengenang kebajikan leluhur dan mewariskannya kepada generasi penerus. Jika tidak mengingatnya, maka kita harus segera berintrospeksi dan bertanya apakah kita telah mewakili orang tua kita untuk menciptakan berkah. Jika belum, kita harus segera melakukannya. Jika sudah, maka kita harus mempertahankannya. Pada Hari Cengbeng, kita dapat membawa anak cucu kita ke makam untuk memberi teladan nyata dan berbagi dengan mereka tentang kehidupan leluhur pada zaman dahulu serta menceritakan orang seperti apakah leluhur mereka selagi masih hidup.

Dengan berziarah ke makam, kita dapat mendidik anak cucu. Berziarah pada Hari Cengbeng setiap tahunnya merupakan cara untuk mendidik anak cucu. Inilah hari untuk mengajarkan tentang bakti. Inilah makna Hari Cengbeng. Namun, saat berziarah, kita harus hati-hati saat menyalakan lilin dan dupa. Yang terpenting adalah ketulusan. Janganlah kita terus menciptakan emisi karbon karena akan berdampak buruk bagi tubuh manusia dan bumi ini.

Kita harus tahu bahwa makna dari Hari Cengbeng adalah untuk mengenang kebajikan leluhur. Selain itu, kita juga harus berintrospeksi. Kita harus mewariskan kebijaksanaan dan kebajikan kepada anak cucu agar mereka tidak melupakan asal mula mereka. Inilah yang terpenting. Namun, kita juga harus mengubah sedikit tradisi kita dengan menunjukkan rasa syukur dan hormat kepada mereka setiap hari. Abu jenazah tak harus disimpan dalam rumah abu, dapat juga disimpan di rumah. Mengebumikan jenazah adalah tradisi orang zaman dahulu. Namun, jika orang tua dapat merasakan cinta kasih dari anak cucunya selagi hidup, maka inilah bakti yang sesungguhnya. Setelah mereka meninggal, kita dapat mengkremasi mereka dan menyimpan abu mereka di rumah sehingga di mana pun kita berada, kita tetap dapat menghormati mereka. Inilah persembahan terbaik bagi mereka.

Kita juga dapat melihat warga Tionghoa di Kanada yang juga sangat berbakti. Selama belasan tahun, pada hari raya ini setiap tahunnya, mereka akan berkumpul bersama di Aula Jing Si Kanada untuk berdoa bagi para leluhur, membangun ikrar luhur, dan berdoa bagi dunia. Inilah kegiatan yang paling bijaksana. Baiklah, manusia harus memiliki ketulusan. Sikap bakti adalah akar dari segala kebajikan. Kita harus senantiasa berbuat bajik dan berbakti kepada orang tua. Diterjemahkan oleh: Lena

 
 

Artikel Terkait

Tzu Chi Butuh Kita atau Kita Butuh Tzu Chi?

Tzu Chi Butuh Kita atau Kita Butuh Tzu Chi?

21 Agustus 2014

Rasa ingin tahu mengenai topik yang akan disampaikan membuat beberapa insan Tzu Chi antusias. Leo Shixiong memulai dengan memberikan pertanyaan yang sederhana yang mengusik. “Apakah perbedaan dari sepenuh hati dengan punya niat?” tanya Leo Shixiong sambil menyodorkan pengeras suara kepada kelompok relawan Tzu Chi di baris depan.

Cinta Kasih yang Takkan Pernah Habis

Cinta Kasih yang Takkan Pernah Habis

20 Agustus 2011 Melihat kondisi yang dialami oleh masyarakat Tanah Sereal, membuat kita harus bercermin dengan keadaan kita yang sekarang. Dapat tinggal di tempat yang layak, memilik atap rumah yang kokoh, itu semua merupakan berkah yang besar.
Belajar dari Filosofi Sumur

Belajar dari Filosofi Sumur

01 Maret 2011 Berharap dapat belajar, selama 3 hari yaitu tanggal 25-27 Februari 2011 sejumlah relawan Tzu Chi Kuala Lumpur, Malaysia mengajak beberapa pengusaha dari negeri jiran tersebut untuk berkunjung ke Tzu Chi Indonesia.
Orang yang selalu bersumbangsih akan senantiasa diliputi sukacita. Orang yang selalu bersyukur akan senantiasa dilimpahi berkah.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -