Suara Kasih : Harmonis dengan Alam

Jurnalis : Da Ai News, Fotografer : Da Ai News
 

Judul Asli:

Senantiasa Hidup Harmonis dengan Alam

Badai pasir di Asia menghalangi pandangan 
Mengenang penyaluran bantuan ke Mongolia
Bertekad meringankan penderitaan semua makhluk
Senantiasa hidup harmonis dengan alam

Lihatlah badai pasir yang melanda Tiongkok. Dulu, kita tak memahami dan waspada akan badai pasir ini. Saya ingat lebih dari 40 tahun yang lalu, saya datang dari wilayah barat Taiwan menuju ke wilayah timur Taiwan. Tempat pertama yang saya datangi adalah Taitung, dan di sana sedang terjadi badai pasir. Kini saya tahu apa yang dimaksud ”badai pasir”.

Saat itu, saya hanya berpikir bahwa angin berpasir di Taitung sangat menakutkan. Sungguh, pada saat itu, kita dapat melihat seluruh jalanan di Taitung diselimuti pasir. Pada siang hari, orang-orang keluar rumah dengan tubuh yang terbungkus rapat. Para wanita menutup kepala dan wajahnya, serta memakai kacamata. Saya tak pernah melihat hal ini sebelumnya.

Setiap Tahun Gurun Pasir Bertambah
Saat berjalan, saya merasa sangat kesusahan karena pasir membuat pandangan saya tak jelas. Saat angin bertiup, saya tak dapat membuka mata. Mengapa badai pasir bisa terjadi? Karena di sekitar pesisir pantai di Taitung, tidak terdapat pepohonan. Yang terlihat hanya pasir saja. Jadi, begitu angin bertiup, pasir akan beterbangan ke mana-mana pasir akan beterbangan ke mana-mana karena tak ada pepohonan yang menahannya.

Namun kini, kondisi demikian takkan lagi kita alami di Taitung. Pemerintah setempat telah menanam pepohonan untuk menahan angin berpasir. Namun, di Tiongkok, apa yang menyebabkan terjadinya badai pasir? 50% dari badai pasir berasal dari Mongolia. Dampak paling jelas dari pemanasan global adalah meningkatnya suhu udara. Suhu yang tinggi akan mengurangi kelembapan sehingga terjadilah desertifikasi yang memperluas gurun pasir.

Kini, gurun pasir makin bertambah luas sekitar 6 hingga 7 persen setiap tahunnya. Posisi kita sekarang adalah di sebelah barat laut wilayah Beijing. Berdasarkan laporan di Taiwan, saat terjadi badai pasir, angin akan bertiup ke arah Beijing. Bila badai pasir terjadi di daerah ini pada musim dingin ataupun musim panas yang tak ada curah hujan sama sekali, maka seluruh daerah ini akan tertutup oleh pasir.

Badai pasir mungkin disebabkan oleh bertiupnya angin berpasir dari sungai-sungai kering yang ada di sekitar Beijing.Kondisi ini berkaitan satu sama lain. Menurut saya, hal ini disebabkan oleh 2 faktor:keringnya sungai akibat pemanasan global dan pengalihan fungsi sungai-sungai di Tiongkok. Badai pasir yang terjadi sekarang ini, berasal dari Mongolia. Badai pasir tak hanya melanda Beijing, melainkan juga daerah-daerah lainnya. 

 

Semuanya terlihat samar-samar dan mata harus sering dipejamkan, bahkan mobil di depan pun tak terlihat. Lampu mobil harus dinyalakan akibat minimnya jarak pandang. Jangan menganggap remeh pasir yang kecil ini. Saat angin berpasir bertiup, segalanya akan nampak samar-samar. Kekuatan badai pasir sangat besar. Sungguh, janganlah kita meremehkan kekuatan sebutir pasir.

Sesungguhnya, badai pasir berasal dari Mongolia yang timbul karena peternakan kambing, sapi, dan lain-lain, yang terlalu banyak. Warga Mongolia selalu mencari tempat yang penuh rerumputan dan air, karena hidup mereka bergantung pada peternakan kambing atau sapi mereka.

Sungguh, bila berbicara tentang Mongolia, saya teringat pada tahun 1992, ada seorang pria dari Mongolia yang khusus datang ke Taiwan untuk meminta bantuan dari Tzu Chi. Mengapa mereka membutuhkan bantuan? 

Karena pada saat itu, Mongolia tak lagi bersekutu dengan Uni Soviet. Sebelumnya, sistem pemerintahan Mongolia bergantung pada Uni Soviet. Pemerintahan Mongolia dikendalikan oleh Uni Soviet. Jadi, saat kedua negara ini tak lagi bersekutu, warga setempat pun mengalami krisis pangan. Mereka hampir tak dapat bertahan hidup. Jadi, saat itu juga, saya meminta tim survei Tzu Chi mengadakan peninjauan. 

Pada tanggal 5 Oktober 1992, mereka pun melakukan peninjauan ke Mongolia, dan mulai membeli barang bantuan. Relawan Walter Huang dan istrinya yang saat itu sedang berada di Beijing, segera membeli selimut, susu bubuk, pakaian hangat, makanan, dll. Mereka membeli dalam jumlah besar dan proses pembelian berjalan dengan lancar. Namun, mereka menemui kesulitan saat barang bantuan akan diangkut dari Beijing ke Mongolia. 

Ini adalah ujian bagi mereka. Relawan Huang menelepon saya dan berkata bahwa mereka menemui kesulitan besar dalam mengangkut barang bantuan tersebut. Saya bertanya apa maksudnya. Ia berkata bahwa jalanan di pegunungan sangat sulit dilalui karena diselimuti salju tebal. Kemudian saya berkata kalau ada seharusnya tak ada masalah.Namun, pihak yang berwenang berkata bahwa perjalanan akan memakan waktu sekitar 8 hingga 9 hari. Dan dari jumlah barang yang begitu banyak, entah akan tersisa berapa banyak saat tiba di tujuan.

Mereka tak berani menjamin hal ini. Perjalanan akan memakan waktu yang lama. Setiap kali kereta berhenti untuk beristirahat, tak tahu berapa banyak barang yang akan hilang. Kerugian ini tak dapat diperkirakan. Relawan Huang pun menelepon saya untuk melaporkan hal ini. Lalu saya berkata bahwa warga setempat tak bisa menunggu terlalu lama karena tahun baru akan segera tiba dan warga setempat menderita kedinginan, sementara anak-anak membutuhkan susu. 

Mereka takkan dapat menunggu terlalu lama. Lagi pula, kita menghabiskan dana tak sedikit untuk membeli barang bantuan tersebut. Jika setibanya di sana hanya tersisa tak seberapa, bukankah kerja keras kita sia-sia belaka? Kita tak menginginkan hal ini. Lalu saya memintanya untuk mengusahakan pengangkutan melalui udara. Ternyata pihak maskapai penerbangan Mongolia bersedia membantu, namun diperkirakan pengangkutan akan memakan waktu 3 hari.

Sehari sebelum tahun baru, tim relawan Tzu Chi telah tiba di sana. Penyaluran bantuan kali itu merupakan tantangan yang sangat besar karena penuh kesulitan. Namun, melihat warga setempat tak lagi kedinginan karena pakaian hangat yang diberikan, dan anak-anak bisa memperoleh susu, mereka sungguh merasakan kehangatan dalam hati.

Mengingat semua ini kembali, saya sungguh merasa bahwa insan Tzu Chisungguh memiliki tekad yang kuat sehingga tak ada kesulitan apa pun yang dapat menghadang para Bodhisattva ini. Bila ada tekad, maka akan ada kekuatan. Kita tak tega melihat penderitaan semua makhluk. Kita bertekad harus membebaskan semua makhluk dari penderitaan. Penyaluran bantuan di Mongolia sungguh merupakan tantangan yang besar karena hampir setiap tempat diselimuti salju. Kehidupan warga setempat sungguh menderita.

Badai pasir yang terjadi sekarang ini berasal dari Mongolia. Badai pasir bukan hanya melanda Tiongkok Sebenarnya, Taiwan, Korea, dan Jepang juga mengalaminya. Jadi, kita semua tinggal di bumi yang sama dan tak perlu membeda-bedakan. Bukankah kita semua satu keluarga di dunia ini? Bila di satu tempat terjadi bencana, maka tempat lain juga akan terkena dampaknya. Singkat kata, kita harus saling mengasihi dan hidup harmonis dengan alam. Dengan berpikiran demikian, hati setiap orang akan merasa tenang.  

 
 

Diterjemahkan oleh: Erni & Hendry Chayadi
Foto: Da Ai TV Taiwan

 

Artikel Terkait

Banjir Jakarta: Tergerak Oleh Penderitaan Sesama

Banjir Jakarta: Tergerak Oleh Penderitaan Sesama

23 Januari 2013 Belasan relawan mulai datang sekitar jam 10 pagi ke posko dapur umum di Town Management Gading Orchard, Jakarta Utara. Mereka semua telah mengerti tugas dan tanggung jawabnya masing-masing, sehingga aktivitas menyiapkan nasi bungkus berlangsung tanpa kendala berarti.
Mengetahui Kemampuan Diri Sendiri Ketika Bekerja Sama

Mengetahui Kemampuan Diri Sendiri Ketika Bekerja Sama

24 Agustus 2018
Kerja sama merupakan hal yang penting. Dengan kerja sama, sebuah pekerjaan dapat diselesaikan dengan mudah dan dapat membentuk relasi yang baik dengan orang lain. Itulah materi yang dibahas pada Kelas Budi Pekerti yang diadakan Tzu Chi Tanjung Balai Karimun, Minggu, 19 Agustus 2018.
Menjadi Relawan Rumah Sakit yang Humanis

Menjadi Relawan Rumah Sakit yang Humanis

08 September 2020

Bulan April 2021, Tzu Chi Hospital direncanakan akan mulai beroperasi. Selain fasilitas gedung dan peralatan yang canggih, kehadiran tenaga medis dan relawan pemerhati yang humanis juga menjadi hal yang sangat penting. Karena itulah diadakan Pelatihan Relawan Pemerhati Tzu Chi Hospital (secara online) pada Minggu, 6 September 2020 yang diikuti 839 orang peserta dari berbagai wilayah di Indonesia.

Mampu melayani orang lain lebih beruntung daripada harus dilayani.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -