Suara Kasih : Hikmah dari Gempa di Jepang

Jurnalis : Da Ai News, Fotografer : Da Ai News
 

Judul Asli:

Pelajaran dari Bencana Gempa di Jepang
 

Gempa dahsyat memporak-porandakan Jepang
Bumi tengah memberi peringatan dan menunjukkan ketidakkekalan
Kegelapan batin semua makhluk menambah kekeruhan dunia
Mengimbau setiap orang untuk mawas diri dan bertobat secara mendalam

Kini teknologi sudah sangat maju dan kita dapat menerima informasi dari mana pun dengan segera. Siang hari tanggal 11 Maret, terdengar kabar bahwa Jepang diguncang gempa yang sangat dahsyat. Sesaat setelah itu, kita pun dapat segera melihat bahwa media televisi telah menyiarkan berita tentang bencana gempa di Jepang yang berkekuatan besar ini.

Saya percaya orang-orang di seluruh dunia menyaksikan tayangan berita tersebut. Setiap detik berlalu dengan menegangkan dan hati saya terus bergejolak. Bumi sungguh tak kuat lagi memikul beban dan tengah mengirimkan sinyal darurat. Bumi ini terus memberi peringatan lewat bencana yang terus terjadi.

Saudara sekalian, melihat kenyataan ini, bolehkah kita tidak mawas diri? Melihat bencana seperti ini, bukankah ini adalah akibat pemanasan global yang menyebabkan suhu bumi meningkat? Dapatkah kalian merasakannya? Apa penyebab pemanasan global ini? Bukankah semua itu disebabkan oleh manusia?

Manusia hidup dengan sikap boros dan konsumtif. Ketika nafsu keinginan manusia timbul, ketamakan, kebencian dan kebodohan akan mengikuti sehingga terciptalah pola hidup konsumtif. Semua ini adalah akibat manusia yang terus mengumbar nafsu tanpa rasa takut sehingga menimbulkan berbagai pencemaran. Terlebih lagi, suhu bumi kini sudah meningkat sehingga kondisi bumi sulit untuk stabil. Lihatlah bencana yang terjadi di Jepang, sungguh mengkhawatirkan. Gempa susulan yang terjadi sudah mencapai lebih dari 120 kali, beberapa di antaranya bahkan berkekuatan di atas 6 skala Richter.

Akibat gempa, kebakaran juga terjadi di kilang minyak di Chiba. Saat saya bertanya apakah apinya telah padam, saya diberi tahu bahwa apinya belum padam akibat volume minyak yang besar di sana. Kebakaran juga melanda Kota Kesennuma. Kini kota tersebut bagaikan lautan api.

Kita semua harus berdoa dengan tulus bagi mereka di Jepang. Kita juga melihat bencana tsunami di sana. Kabarnya, ada kereta yang hilang di sana, dan entah berapa jumlah penumpang di dalamnya. Melihat pemandangan seperti ini, kita sungguh harus meningkatkan kewaspadaan. Tanggal 11 Maret lalu, Perdana Menteri Jepang juga mengimbau seluruh warganya untuk tetap tenang dalam menghadapi bencana ini. Benar, kita harus tetap tenang. Namun, meski harus tetap tenang dan tidak panik, kita juga harus mawas diri dan tulus. Tanggal 11 Maret kemarin, kita juga menerima berita bahwa tsunami yang terjadi di Jepang ini akan berdampak hingga ke daerah-daerah lain, termasuk Hualien. Kita hidup di bumi yang sama, di bawah langit dan di atas tanah yang sama. Meski para ilmuwan menyatakan bahwa Taiwan berada pada lempeng tektonik yang berbeda dengan Jepang, namun masih berada di bumi yang sama. Lihatlah samudra, bukankah semuanya saling berhubungan? Jadi, janganlah kita membeda-bedakan hanya karena adanya batas negara.

Saya juga sangat berterima kasih, meski lokasi bencana cukup jauh dari Tokyo, namun karena sarana transportasi ditutup, maka insan Tzu Chi Jepang segera membuka Kantor Tzu Chi untuk umum dan menyediakan makanan hangat bagi mereka. Sekitar pukul 11 malam, sarana transportasi akhirnya dibuka kembali, dan barulah jumlah orang di jalan berkurang.

Saya sungguh berterima kasih kepada insan Tzu Chi setempat. Insan Tzu Chi di Jepang tentu juga sangat terkejut, namun mereka tetap bergerak untuk menenangkan hati orang-orang. Inilah Bodhisatwa dunia. Kita harus menggalang lebih banyak Bodhisatwa. Saya terus mengatakan kepada kalian bahwa sudah tiada waktu lagi. Semua orang harus mawas diri, tulus, dan bertobat secara mendalam.

Pesan ini harus disampaikan ke seluruh dunia, namun saya selalu merasa bahwa saya bagaikan seekor semut di kaki Gunung Sumeru yang suaranya tidak terdengar dan kekuatannya terlalu lemah. Saya sungguh merasa tidak berdaya dan sangat cemas. Saya sungguh berharap setiap orang sungguh-sungguh sadar dan memetik hikmah dari bencana yang menggemparkan ini. Diterjemahkan oleh: Lena

 
 

Artikel Terkait

Jangan Lupakan Tahun Itu

Jangan Lupakan Tahun Itu

11 Maret 2020

Tzu Chi Medan kembali mengadakan Pelatihan Relawan Abu Putih pertama di tahun 2020 pada tanggal 23 Februari 2020. Pelatihan kali ini diikuti oleh 193 relawan. Topik yang diangkat kali ini adalah Mo Wang Na Yi Nian yang artinya Jangan Lupakan Tahun Itu.

Masih Ingin Berbuat Untuk Orang Lain

Masih Ingin Berbuat Untuk Orang Lain

08 April 2009 Sebelumnya pada tahun 2000 yang lalu, Hai Yong pernah memiliki kista di rahimnya. Saat itu keluarga dan kerabatnya menyarankan untuk mengoperasi dan mengangkat kista tersebut. Dengan bermodal tekad dan keinginan untuk sembuh, ia menjalankan operasi pengangkatan kista beserta rahimnya seorang diri, tanpa ditemani keluarga dan kerabatnya. Hai Yong tidak ingin merepotkan mereka.
Ifit yang Kini Lebih Percaya Diri

Ifit yang Kini Lebih Percaya Diri

29 Juni 2020

Relawan Tzu Chi melakukan kunjungan kasih ke rumah Ifit Safitri (8) di Kampung Cihaliwung, Desa Cikancana, Kec. Sukaresmi, Cianjur, Jumat, 26 Juni 2020. Ifit Safitri adalah salah satu pasien operasi bibir sumbing yang berhasil ditangani pada kegiatan baksos yang digelar Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia pada November 2019 lalu di RS Bhayangkara, Cianjur, Jawa Barat. 

Umur kita akan terus berkurang, sedangkan jiwa kebijaksanaan kita justru akan terus bertambah seiring perjalanan waktu.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -