Suara Kasih: Jalan Spiritual
Jurnalis : Da Ai News, Fotografer : Da Ai News Judul Asli:
Membentangkan Jalan Spiritual Saat mengikuti latihan pementasan adaptasi Sutra Dharma Bagaikan Air, Tuan Lin, relawan Tzu Chi mendengar sepenggal lirik yang berbunyi ‘tombak maupun batu’. ”Saat mendengar lirik tersebut, saya bagai tersambar petir dan segera sadar. Saya sungguh menyesali perbuatan saya duhulu. Saya tidak tahu bagaimana cara menghormati hewan. Saat ingin makan ikan, saya akan menangkapnya. Saat ingin bunuh burung, saya akan membunuhnya. Saya sungguh tak menghormati kehidupan. Kini dengan hati penuh pertobatan, saya meminta maaf kepada semua makhluk,” ujar Tuan Lin. | |||
Itulah kisah Tuan Lin yang dulunya tak menghormati makhluk hidup. Selain tak berperasaan terhadap hewan, Tuan Lin juga sering bertengkar dengan istrinya. Anaknya yang berusia 5 tahun merasa sangat malu karena orang tuanya selalu bertengkar. Anak Tuan Lin yang berusia 5 tahun berkata kepada bibinya, “Saya sungguh berharap kakek dan saya bisa tinggal di rumah Bibi.” Bibinya pun bertanya, “Mengapa?” Dia menjawab, “Karena ayah dan ibu bertengkar setiap hari. Mereka bahkan bertengkar pada tengah malam. Anak tetangga bertanya pada saya mengapa ayah dan ibumu selalu bertengkar hingga mereka tak bisa tidur pada malam hari.” Kemudian Anak Tuan Lin berkata, “Saya tak ingin tinggal di rumah itu. Saya tak ingin punya ayah dan ibu seperti itu.” Jika di rumah ada anak kecil, kita harus lebih berhati-hati. Meski anak-anak masih kecil, namun mereka mengerti banyak hal. Anak-anak adalah harapan masa depan kita. Orang tua merupakan teladan bagi anak-anak. Karena itu, sebagai orang tua kita harus menjadi teladan yang baik. Beruntung, insan Tzu Chi di Yilan sangat giat dan bersemangat. Mereka membuka kelas bagi pasangan asing agar lebih memahami budaya Taiwan. Ini adalah pendidikan dalam masyarakat dan keluarga yang bertujuan untuk menyucikan batin manusia. Setelah bergabung dengan Tzu Chi, sepasang suami istri ini pun berubah. Belakangan ini, saat anak Tuan Lin bermain ke rumah bibinya, Sang bibi bertanya kepadanya, “Kamu sudah lama tak menginap di sini. Maukah kamu menginap semalam di sini?” Dia pun menjawab, “Sejak ayah dan ibu bergabung dengan Tzu Chi, mereka menjadi jarang bertengkar. Kini saya merasa sangat bahagia.” | |||
| |||
Sebagai anggota komite yang baru dilantik, kalian perlu banyak belajar dari relawan senior yang lebih mengenal sejarah Tzu Chi. Relawan senior bisa berbagi tentang asal mula Tzu Chi di Yilan. Semua relawan senior mengetahui bahwa kantor Tzu Chi di Yilan yang pertama berada di Sanxing. Saat itu, Tuan Li Zheng Fu mendonasikan sebidang tanah yang sangat indah dan luas kepada Tzu Chi. Akan tetapi, jaraknya sedikit jauh dari kota. Kantor Penghubung Tzu Chi haruslah berada di tengah kota agar mudah terjangkau oleh masyarakat. Karena itu, kita terus mencari lahan lain. Saat pertama kali saya melihat lahan tempat kita berada ini, genting gedungnya penuh dengan lubang. Selain itu, temboknya juga sangat rusak. Saya sungguh berterima kasih kepada insan Tzu Chi, staf dari departemen konstruksi, serta sekelompok anak muda yang begitu hemat dan menghargai berkah. Mereka berkata, ”Mereka akan mencoba merenovasi tempat itu agar bisa digunakan untuk sementara waktu.” Saya juga sangat berterima kasih kepada Tuan Yang Zhong Xi. Saat itu, dia sangat bersungguh hati dan mendonasikan banyak kayu yang dibutuhkan untuk merenovasi tempat ini. Berkat sumbangsih setiap orang, kini tempat ini terasa sangat nyaman. Sesungguhnya, ladang pelatihan tak perlu besar dan megah. Jika kita memiliki hati tulus, bukankah ladang pelatihan ini akan menjadi sangat khidmat? Karena itu, kita harus menjaga hati sebaik mungkin. Ladang pelatihan Tzu Chi adalah tempat untuk melatih keteguhan hati. Ladang pelatihan haruslah khidmat. Semoga ladang pelatihan tak hanya berada di daerah ini saja. Setiap komunitas merupakan ladang pelatihan. Saya berharap insan Tzu Chi di Yilan bisa menjangkau wilayah yang lebih luas serta menginspirasi lebih banyak orang. | |||
| |||
Selain itu, kita juga harus membentangkan jalan untuk ditapaki oleh lebih banyak orang. Jika bisa membentangkan jalan ke tempat yang lebih luas, maka kita dapat lebih banyak menjalin jodoh yang baik. Saya sering berkata, membangun jembatan dan membentangkan jalan pahalanya sangat besar. Membangun jembatan dan jalan yang berwujud tidaklah sulit. Yang terpenting adalah kita harus membentangkan jalan dan membangun jembatan yang tak berwujud. Jalan dan jembatan yang tak berwujud ini tak akan rusak. Jalan yang tak berwujud ini disebut prinsip kebenaran. Kita harus sungguh-sungguh membentangkan jalan spiritual ini. Inilah jalan kebenaran yang terdapat di dalam Sutra. Melatih diri bukan berarti melantunkan Sutra, melainkan harus menjaga hati sebaik mungkin. Kita harus sungguh-sungguh membentangkan jalan sesuai dengan Sutra serta menginspirasi banyak orang untuk menapaki jalan yang lurus dan lapang ini. Saya sering berkata bahwa sebagai insan Tzu Chi, kita harus giat mempraktikkan ajaran Jing Si. Kita harus giat dan bersungguh-sungguh dalam menapaki jalan kebenaran. Apa yang harus kita lakukan dengan sungguh-sungguh? Banyak hal yang bisa kita lakukan. Hanya saja ada orang yang enggan melakukannya. Janganlah kita berhenti bersumbangsih sebelum semua orang mencapai kebuddhaan. Bodhisatwa Ksitigarbha berikrar untuk tidak menjadi Buddha sebelum neraka kosong. Inilah ikrar Bodhisatwa Ksitigarbha. Bodhisatwa Avalokitesvara berikrar untuk menjangkau semua orang yang menderita. Kita semua mengetahui hal ini. Karena itu, Bodhisatwa Ksitigarbha dan welas asih Bodhisatwa Avalokitesvara. Inilah yang harus kita teladani. Diterjemahkan oleh Karlena Amelia.
| |||