Suara Kasih: Kembali ke Hakikat yang Murni

Jurnalis : Da Ai News, Fotografer : Da Ai News
 

Judul Asli:

 

Kembali Kepada Hakikat yang Murni

 

Jika berkah habis, manusia akan terjerumus ke alam rendah
Terlahir di alam binatang sungguh menderita
Kebijaksanaan yang luas tersirat dalam Sutra Buddha
Mendalami prinsip kebenaran guna melenyapkan noda batin

Lebih dari 40 tahun ini saya telah bekerja keras demi ajaran Buddha dan demi semua makhluk. Saya berharap setiap orang juga memiliki hati Buddha dan tekad Guru. Kita harus memiliki hati Buddha. Buddha memberitahukan kita bahwa setiap orang memiliki hakikat Kebuddhaan. Akan tetapi, sejak masa tanpa awal, manusia selalu dipenuhi oleh ketamakan, kebencian, kebodohan, kesombongan, dan keraguan. Kita ragu terhadap Dharma dan bersikap sombong terhadap sesama. Kita selalu bersikap tinggi hati dan ragu terhadap ajaran Buddha. Karena itu, hakikat kebuddhaan kita yang awalnya murni dan sempurna kini dipenuhi oleh ketamakan, kebencian, dan kebodohan.

Bagaimana caranya untuk mengikis ketamakan, kebencian serta kebodohan dan kembali kepada hakikat Buddha yang sempurna? Kita harus melenyapkan sikap sombong kepada semua makhluk. Dalam interaksi antarsesama, kita kerap bersikap tinggi hati. Terlebih lagi terhadap makhluk hidup lainnya. Sebagian orang berpikir bahwa manusia bisa menguasai makhluk hidup lain. Mereka memelihara hewan sebagai piaraan, juga memakan daging hewan. Sebagian hewan bahkan diambil kulitnya untuk dijadikan pakaian.

Inilah pandangan salah manusia. Jika kita kerap melakukan kejahatan, saat meninggal kesempatan untuk terlahir sebagai hewan juga banyak. Maka setelah meninggal, kemungkinan besar akan terlahir di alam hewan. Saat meninggal tak ada yang bisa dibawa serta, kecuali karma kita sendiri. Setelah kehidupan ini berakhir, kita tak bisa memilih ingin terlahir di alam mana. Kita tak bisa memilihnya. Mungkin saja saat membuka mata kita baru sadar bahwa kita terlahir di alam hewan. Karena itu, kita harus lebih memahami ajaran Buddha. 

Selama 45 tahun ini, saya berharap setiap orang bisa lebih menyelami Sutra. Lebih dari 45 tahun kita terus bersumbangsih demi meringankan penderitaan makhluk hidup. Akan tetapi, saya lebih berharap saat tengah menciptakan berkah, kalian juga mengembangkan kebijaksanaan. Bagaimana cara mengembangkan kebijaksanaan? Dengan menyerap ajaran Buddha ke dalam hati. Buddha mengajarkan bahwa pintu Dharma yang tak terhingga berada di sekeliling kita. Saya sering berkata bahwa ajaran Jing Si adalah giat mempraktikkan jalan kebenaran: Mazhab Tzu Chi adalah Jalan Bodhisatwa Dunia. Ajaran Jing Si mengungkapkan semangat dan prinsip dalam ajaran Buddha yang begitu hening, mendalam, dan mencakup segalanya.

Kondisi batin Buddha sungguh hening dan memahami segalanya. Dengan berpikiran jernih, barulah kita bisa memahami dengan jelas prinsip kebenaran dalam kehidupan. Kita harus kembali pada hakikat murni yang tanpa nafsu keinginan dan keegoisan. Dengan begitu, kita tak akan memiliki ketamakan. Tanpa ketamakan maka tak akan ada kebencian dan kebodohan. Tanpa ketamakan, kebencian, dan kebodohan, maka tak akan ada kesombongan dan keraguan di dalam hati. Jadi, semua karma buruk berasal dari satu kata, yakni “ketamakan”. Ketamakan ini berawal dari batin kita yang tercemar. Karenanya, kita harus segera kembali kepada hakikat kebuddhaan yang murni. Kita harus memiliki batin yang hening dan jernih; tekad yang luhur; teguh tak tergoyahkan hingga masa tak terhingga. Inilah hakikat manusia. Inilah yang harus kita renungkan agar bisa kembali kepada hakikat yang murni.

Ini yang dimaksud dengan Ajaran Jing Si adalah giat mempraktikkan jalan kebenaran guna kembali pada hakikat kebuddhaan. Akan tetapi, bagaimanakah caranya untuk bisa kembali kepada hakikat Buddha? Kita harus segera menapaki Jalan Bodhisatwa. Bagaimana menapaki jalan tersebut? Menurut ajaran Buddha, Sutra adalah jalan kebenaran dan jalan kebenaran harus dipraktikkan. Kita harus memiliki tekad yang luhur, teguh tak tergoyahkan hingga masa tak terhingga. Dengan demikian, pintu Dharma yang tak terhingga akan terpapar di hadapan kita, dan kita akan memahami kebenaran serta memperoleh kebijaksanaan.

Pintu Dharma tak terhingga yang terpapar di hadapan kita adalah Sutra yang harus dipraktikkan. Di manakah pintu Dharma tersebut? Setiap orang adalah Sutra hidup. ”Ibu saya adalah relawan daur ulang. Karena jalinan jodoh ini, istri saya juga bertekad untuk ikut serta dalam pementasan Sutra. Tapi sangat disayangkan, pada bulan Maret lalu dia meninggal dunia akibat kanker. Untuk membantu mewujudkan keinginannya, saya juga ikut dalam adaptasi Sutra. Saat mendengar istri saya menderita penyakit kanker hingga dia meninggal dunia, saya sungguh ragu-ragu terhadap hukum karma. Akan tetapi, dengan mengikuti pementasan Sutra, saya mendapat banyak pelajaran. Karena itu, saya pun mulai memahami makna sesungguhnya dari hukum karma,” tutur Tuan Cai, salah satu relawan.

Tadi kita telah mendengar kisah Tuan Cai. Istrinya meninggal di usia yang sangat muda. Setiap orang tak mengetahui berapa lama dia akan hidup. Tak satu pun orang yang tahu berapa panjang usia kehidupannya, namun mereka bisa menentukan luas dan dalam kehidupannya sendiri. Karena kini bisa terlahir sebagai manusia dan telah mendengarkan Dharma, kita harus menggunakan kehidupan yang singkat ini untuk memperluas dan memperdalam makna kehidupan kita. Semakin cepat kita mempelajari Dharma, semakin cepat kita memanfaatkan waktu untuk giat menapaki Jalan Bodhisatwa. Kita harus segera bertindak. Janganlah utamakan kepentingan diri sendiri, baru mulai bersumbangsih.

Berapa banyak waktu yang kita punya untuk melakukan semua itu? Saat waktu hidup berakhir, kita tak bisa menghindarinya. Kita harus segera menciptakan berkah di tengah masyarakat, dan tidak menciptakan karma buruk lagi. Kita bisa mengubah lautan karma menjadi lautan Dharma. Saat perahu cinta kasih dijalankan, kita bisa menyelamatkan dunia dan menyelamatkan batin manusia. Inilah perahu cinta kasih yang menyelamatkan dunia.

Bodhisatwa sekalian, saat kita telah memahami hal ini, bertobat dan mengubah tabiat buruk, dengan pahala yang diperoleh, kita bisa mengubah lautan karma menjadi lautan Dharma dan memiliki kekuatan untuk menjalankan perahu cinta kasih. Jika bisa mengubah karma menjadi berkah maka kita sungguh memiliki harapan masa depan. Semoga usai mengikuti adaptasi Sutra, kita tak melupakannya begitu saja. Kita harus giat setiap saat. Saya berharap setiap orang dapat melenyapkan kegelapan dan noda batinnya serta membuang tabiat buruk dalam keseharian. Selanjutnya, kita harus bersungguh-sunguh menapaki Jalan Bodhisatwa dan terus menginspirasi orang-orang di komunitas kita. Masih ada banyak calon Bodhisatwa dunia yang menunggu kita untuk diinspirasi. Saya sungguh berharap kita bisa menyebarkan semangat ajaran Mahayana hingga ke seluruh dunia agar setiap orang memahami bahwa kita harus saling membantu dan bersumbangsih.

Buddha datang ke dunia bukan untuk mengajarkan kita agar memiliki kehidupan yang mewah, melainkan membimbing kita untuk memahami kebijaksanaan dalam Dharma. Inilah yang harus kita pelajari. Jika berkah telah habis dinikmati, maka kita akan kembali terombang-ambing di dalam 6 alam kehidupan dan mungkin akan terlahir sebagai binatang. Kita tak pernah tahu. Jadi, kita harus memanfaatkan waktu saat ini untuk giat menapaki Jalan Bodhisatwa. Diterjemahkan oleh: Karlena Amelia. 

 

 
 

Artikel Terkait

Menanamkan Sikap Tanggung Jawab

Menanamkan Sikap Tanggung Jawab

21 Oktober 2019

Tzu Chi Tanjung Balai Karimun mengadakan Kelas Budi Pekerti Tzu Chi (Tzu Shao, setingkat SMA) pada Minggu 13 Oktober 2019. Kegiatan ini diikuti oleh 28 orang peserta.

Kehangatan untuk Korban Topan Fanapi

Kehangatan untuk Korban Topan Fanapi

04 Oktober 2010 Yayasan Buddha Tzu Chi mengerahkan para relawan di seluruh Taiwan untuk membantu warga yang menjadi korban Topan Fanapi, yang membawa banjir besar di sebelah selatan Pulau Taiwan.
Sikap jujur dan berterus terang tidak bisa dijadikan alasan untuk dapat berbicara dan berperilaku seenaknya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -