Suara Kasih: Kepedulian dan Kebijaksanaan

Jurnalis : Da Ai News, Fotografer : Da Ai News

Judul Asli:

 

   Memiliki Kepedulian, Samadhi, dan Kebijaksanaan yang Tidak Membedakan

 

Memahami empat fase alam dan kebenaran
Memiliki kepedulian, samadhi dan kebijaksanaan yang tidak membedakan
Membimbing para siswa belajar bervegetarian
Menyebarkan benih Bodhi dan menumbuhkan akar kebajikan

Melihat bencana yang terjadi silih berganti, kita sungguh harus lebih mawas diri dan berhati tulus. Untuk itu, kita harus senantiasa mengingat empat fase alam yang diajarkan oleh Buddha. Empat fase itu meliputi benda materi, kehidupan, dan pikiran. Jika menyadari semua ini, kita akan memahami bahwa empat fase tersebut meliputi segala sesuatu. Pembentukan adalah proses terjadinya sesuatu.

Keberlangsungan adalah ketika ia ada di dunia dan dapat kita lihat serta rasakan. Semua fase ini dapat kita rasakan. Setelah sesuatu terbentuk, berselang beberapa waktu, ia akan lapuk dan mengalami kerusakan. Kemudian, ia akan hancur. Inilah ciri dari segala sesuatu. Fase pembentukan memiliki cirinya sendiri, begitu pula dengan keberlangsungan dan kerusakan.

Kehancuran juga memiliki cirinya sendiri. Inilah empat fase alam. Tanah termasuk materi. Bila dilihat dari segi sejarah, permukaan bumi pada ratusan jutaan tahun lalu atau bangunan pada ribuan tahun yang lalu, apakah kini masih tetap seperti sedia kala? Tidak. Karena itu, Buddha berkata bahwa segala sesuatu mengalami pembentukan, keberlangsungan, kerusakan, dan kehancuran. 

 

Adakalanya, aktivitas geologis di dasar laut akan membentuk gunung atau mungkin menenggelamkan beberapa tempat. Jadi, bumi ini sangat rentan karena segala sesuatu tidak kekal. Karena ketidakkekalan, permukaan bumi pun terus berubah. Setelah beberapa waktu, bumi akan mengalami pembentukan dan keberlangsungan. Seiring berlalunya waktu, ia akan mengalami kerusakan dan kehancuran. Inilah empat fase alam yang terdiri atas pembentukan, keberlangsungan,kerusakan, dan kehancuran.

 

Tubuh manusia juga mengalami fase lahir, tua, sakit, dan mati. Berapa lama kehidupan kita; apakah kehidupan kita akan penuh dengan berkah, bencana, kebahagiaan, atau penderitaan, semuanya tergantung pada karma yang kita ciptakan pada masa lampau. Inilah kehidupan. Pikiran kita juga mengalami fase timbul, berlangsung, berubah, dan lenyap. Sangatlah sulit bagi kita untuk menjaga keteguhan pikiran. Pikiran manusia bisa berubah. Orang yang dulunya sangat bertekad dan berhati tulus, mengapa kini jadi berubah? Tekad juga bisa berubah. Inilah perubahan. Mereka tak lagi memiliki pemikiran yang sama. Kita selalu menjadi manusia awam karena tak bisa mengendalikan pikiran. Karena kurangnya samadhi dan kebijaksanaan, pikiran kita selalu berubah-ubah. Karenanya, tekad kita pun lenyap.

Dahulu kita sangat bertekad, namun mengapa sekarang tak lagi demikian? Perubahan seperti ini dapat kita lihat dan rasakan. Pikiran manusia selalu berubah karena mengalami fase timbul, berlangsung, berubah, dan lenyap. Meski tak dapat melihat isi hati seseorang, namun kita dapat melihat perilakunya. Buddha datang ke dunia demi satu tujuan penting, yakni membimbing semua makhluk agar berjalan ke arah yang benar karena batin manusia tidak stabil, kosong, serta penuh dengan ketamakan, kebencian, dan kebodohan.

Buddha berusaha membimbing kita agar memiliki kepedulian. Kepedulian adalah welas asih. Dengan memiliki hati penuh welas asih, kita akan memiliki kemampuan dan kemurahan hati untuk menolong sesama. Kemampuan untuk menolong sesama berasal dari samadhi dan kebijaksanaan. Kita harus menjaga keteguhan pikiran. Hubungan antar manusia penuh dengan cinta, benci, dan dendam. Sangatlah rumit. Bagaimana kita membimbing sesama yang sangat kompleks ini? Kita harus memiliki kebijaksanaan. Dalam era sekarang, kita harus bisa membedakan hal yang benar dan yang salah. Karena itu, kita memerlukan pengetahuan. Dengan pengetahuan, kita bisa membedakan hal yang benar dan salah. Kita bisa membedakannya. Selama hal itu benar, kita harus berpegang teguh pada tekad dan melakukannya sebaik mungkin. 

Saat menginjakkan kaki di tempat yang penuh dengan penderitaan, bagaimana kita memberi kedamaian dan keteguhan bagi mereka? Ini semua membutuhkan kebijaksanaan.Setelah bersumbangsih,bagaimana cara kita memperoleh pembebasan? Kita harus memiliki kebijaksanaan yang tak membedakan. Dengan demikian, kita tak akan terbelenggu dan berpikir, “Saya sangat hebat karena dapat membantu orang lain.” Ketahuilah bahwa kita harus bersyukur atas segala kondisi yang membantu pencapaian dan membangkitkan kebijaksanaan kita. Kita harus senantiasa bersyukur. Tak peduli siapa kalian dan apa warna kulit kalian, semuanya berasal dari lubuk hati kalian.

Marilah kita hidup damai bersama di planet ini. Mari selamatkan planet ini dan segala yang mampu kita selamatkan. Mari lakukan daur ulang dan selamatkan bumi. Jangan ada lagi perperangan dan pertikaian. Lihatlah relawan di Malaysia. Sejak tahun 2009 lalu, mereka terus mengadakan persamuhan Dharma Sutra Makna Tanpa Batas berskala besar. Tahun ini saja mereka sudah mengadakan 6 kali pementasan. Mereka mengajak warga di setiap komunitas untuk turut berpartisipasi. Saya bisa merasakan sumbangsih kalian yang tanpa pamrih. Bagi umat Buddhis maupun Kristiani, saya rasa kalian bisa belajar dari Tzu Chi. Mereka melakukan banyak kebajikan dengan penuh kelembutan dan rendah hati.

Dana Dharma adalah dana yang paling bermanfaat bagi makhluk hidup. Singkat kata, pintu Dharma Tzu Chi telah dibuka. Semoga benih Dharma dapat tersebar ke seluruh dunia agar orang yang belum menanam akar kebajikan dapat terinspirasi; orang yang telah menanam akar kebajikan dapat menumbuhkan kebajikannya; orang yang telah menumbuhkan akar kebajikan dapat memperoleh pembebasan. Saya berharap benih Bodhi dapat tersebar ke wilayah yang lebih luas.

Dengan adanya Dharma, kita dapat terbebas dari penderitaan. Tadi kita sudah melihat sebuah gedung sekolah yang kita bantu renovasi di Myanmar. Kita dapat melihat para siswa yang berseragam rapi. Mereka juga belajar Kata Perenungan Jing Si. Selain itu,r elawan Tzu Chi juga mengimbau para siswa untuk bervegetarian. ”Kami sudah mengonsumsi daging hewan. Namun, saya tidak tahu bahwa mereka dibunuh dengan cara yang kejam. Saya sungguh bersalah pada mereka. Kelak saya tidak akan makan daging. Saya akan mulai bervegetarian. Saya juga akan berbagi dengan orang lain agar mengurangi daging,” ujar salah satu siswa.

Kita membimbing para siswa agar memiliki cinta kasih dan welas asih serta menghargai kehidupan. Ini semua berkat adanya cinta kasih. Bila kekuatan cinta kasih ini dapat tersebar ke wilayah yang lebih luas, maka hati manusia akan tersucikan dan setiap orang akan memahami kebenaran. Dengan demikian, dunia akan lebih damai dan harmonis. Singkat kata, Dharma bagaikan air yang mengalir ke seluruh dunia untuk menyucikan hati manusia. Inilah harapan kita. Diterjemahkan oleh: Karlena Amelia. 

 

 

 

Artikel Terkait

Bantuan Sosial Bagi Warga Gedebage

Bantuan Sosial Bagi Warga Gedebage

14 Oktober 2021

Tzu Chi Bandung bersama Yayasan Summarecon Peduli membagikan 2.113 paket beras dan masker medis untuk warga Kecamatan Gedebage, Kota Bandung, Jawa Barat.

Berbagi Kasih di Senjarawi

Berbagi Kasih di Senjarawi

21 Desember 2016
Berbagi waktu untuk mengasihi terhadap sesama dituangkan setiap detiknya bersama oma dan opa, semoga apa yang telah dilakukan oleh relawan Tzu Chi dapat memberikan inspirasi untuk saling mengasihi terhadap sesama
Saat membantu orang lain, yang paling banyak memperoleh keuntungan abadi adalah diri kita sendiri.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -